Malam selanjutnya Azam mendapatkan panggilan dari Zaidan, mengatakan bahwa Azam besok memiliki jadwal di kota tersebut.
“Aku besok akan pergi ke kota kelahiranmu, mau ikut?” Tanya Azam pada Stella.
Stella dengan semangat mengangguk, “Mau banget. Aku memang sedang ingin jalan-jalan rasanya” jawabnya.
Azam tersenyum gemas, mengacak rambut istrinya sampai sedikit berantakan, “Maaas” protes Stella karena rambutnya tidak lagi rapi.
Azam terkekeh pelan, “Kalau begitu siapkan dulu barang-barang yang mau dibawa, aku akan mengabari kak Maryam sebentar, mengatakan kau besok tidak ke kontrakannya” ucapnya.
Stella mengangguk, dia segera menyiapkan satu koper untuknya dan untuk Azam. Tidak perlu membawa banyak barang, sedikit saja sudah cukup.
Tidak lama kemudian, Azam mengahmpiri istrinya.
“Sayang” Panggil Azam sembari memeluk Stella dari belakang.
“Ada apa?” Sahut Stella.
“Emmm, apa kak Maryam boleh ikut? Katanya dia ingin ikut kesana” Jawab Azam, tepat di telinga Stella.
Sambil terus melipat baju, Stella menjawab, “tentu saja boleh, bukankah sangat menyenangkan jika kalian bertiga bisa berkumpul, duduk, dan makan malam bersama?” sahutnya.
Azam pun mengangguk, dia mencium pipi sang istri, “Terimakasih” ucapnya.
“Nanti kalau sudah disana, mintalah Zaidan tinggal di rumahku bersama kita” Ucap Stella.
Azam mengangguk mengerti.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Azam, Stella dan juga Maryam berangkat di antar oleh satpam di rumah Azam.
Sesampainya di bandara, mereka segera disambut oleh Zaidan, lelaki itu berlari mencium tangan kakak sulungnya, “Aku rindu sekali dengan kak Maryam” ucapnya.
“Bohong, kalau benar-benar kau rindu denganku, minimal pulang ke rumah jika sudah waktu senggang” Sahut Maryam, dengan jitakan kecil di kepala adik bungsunya.
“Ya sudah, ini kita ke rumah kak Stella kan?” Sahut Zaidan.
Azam mengangguk.
“Kau terlihat sangat berbeda dengan terakhir kita bertemu di kota ini, kak” Ucap Zaidan pada Stella.
Lelaki itu ingat betul bagaimana mereka bertemu dan kakaknya itu malah menikahi wanita yang menurut Zaidan sangat tidak pantas untuk bersanding dengannya.
Plak
Azam menampar kecil lengan atas adiknya, “Jaga pandanganmu” ucapnya.
Zaidan mengeluarkan senyum miring, “Sudah mulai mencintainya hum?” sahut Zaidan, meledek kakaknya.
“Jika kau bersuara lagi, aku akan menurunkanmu di jalan” Ucap Azam yang saat itu memang memegang kendali mobil.
Mereka akhirnya sampai di kediaman Stella, memasuki rumah besar itu yang hanya dihuni oleh asisten rumah tangga dan juga satpam setiap harinya.
“Sayang sekali jika rumah sebesar ini harus ditinggalkan begitu saja, Stella” Sahut Maryam.
Stella tersenyum kecil, “Bukankah aku harus mengikuti kemana suamiku pergi, kak?” sahutnya.
Maryam mengangguk, “Kau benar” ucapnya.
Mereka menghabiskan waktu siang itu dengan sedikit berbincang di ruang tamu sebelum akhirnya pergi ke kamar masing-masing.
Stella membawa sang suami ke kamarnya, mempertontonkan kamar itu dengan foto Stella ketika masih menjadi model dengan baju terbuka.
“Astgahfirullah” Ucap Azam, secara reflek membalikkan badannya.
Stella pun melihat suaminya dengan tatapan sendu, dia lupa menyuruh bibi membuang foto-foto masa lalunya.
“Maas, kita pindah ke kamar tamu saja ya. Aku lupa tidak membuang foto-foto ini” sahut Stella.
Azam menggeleng, “Kita bereskan bersama ya, aku tadi hanya reflek saja” ucapnya lalu membawa Stella kembali masuk ke ruangan tersebut.
Disana jelas terlihat bagaimana wanita itu menggunakan pakaian begitu seksi, bahkan tak jarang mempertontonkan buah d*ada yang sedikit menyembul.
“Sebenarnya model macam apa yang dulu kau geluti, sayang?” Tanya Azam.
Stella menundukkan kepala, “Maas, seburuk inilah masa laluku. Aku bahkan menjadi wanita penghibur, tentu aku menggeluti dunia model yang satu server dengan hal itu” ucapnya penuh penyesalan.
“Dimana?” Tanya Azam lagi.
“Di kota ini dan di edarkan ke luar negeri” Jawab Stella jujur.
Bukannya istirahat, mereka malah sibuk membereskan kamar Stella. Memindahkan foto-foto lama wanita itu, berikut dengan baju-baju seksi yang Stella miliki.
“Jika kau ingin menyimpannya pun boleh tapi, hanya gunakan di hadapanku dan di kamar kita, tidak di tempat lain” Sahut Azam.
Stella mengambil beberapa baju yang menurutnya tidak akan di gunakan lagi kedepannya. Wanita itu memilah lebih banyak yang akan dibuang daripada yang disimpan.
“Dulu, ketika aku di Asutralia aku memiliki kekasih. Dia memberiku banyak cinta dan kasih sayang, sampai dua tahun kemudian, aku putus dengannya. Rasa sakit hati membuatku sering keluar masuk club malam untuk menghibur diri.
Dan ketika aku sampai di Indonesia, aku bertemu dengan seorang wanita bernama Viona. Sebernarnya dia baik, hanya saja tuntutan keluarganya membuatnya harus sampai menjalani sebuah pekerjaan menyedihkan itu.
Aku banyak menceritakan kesedihanku padanya dan akhirnya aku bertemu dengan manager club malam itu, kami biasa memanggilnya mami El, dia sudah seperti mama untukku, begitu mengerti keadaanku. Oleh karena itu, ketika aku ditawari pekerjaan, aku hanya mengangguk. Aku tidak mau dipaksa oleh papa dan mama untuk bekerja di perusahaan, juga agar aku tidak pulang lalu di paksa menikah oleh mereka”
Stella menceritakan bagaimana dirinya menjadi seorang pelac*r, kehidupan yang menurutnya menyedihkan itu berakhir lebih menyedihkan dalam jurang neraka.
“Maafkan aku, maas” Ucap Stella, dia terisak menundukkan kepala.
Azam menghela napasnya berat. Bohong jika dia mengatakan tidak cemburu dengan cerita itu.
“Sayang, tidak apa-apa. Aku tidak menyalahkanmu atas apa yang terjadi padamu. Jangan minta maaf padaku, minta maaflah kepada ayah dan ibumu. Mereka bukan tidak menyayangimu, mereka hanya ingin kau memiliki kehidupan yang baik. Mungkin dengan cara yang kurang tepat tapi, percayalah mereka pasti begitu mencintaimu” Azam memeluk istrinya, mendekap wanita itu pada hangatnya dekapan itu.
Stella mengangguk, “Terimakasih” ucapnya.
Setelah beres-beres kamar, Stella dan Azam turun menggunakan pakaian serba hitam.
“Mau kemana?” Tanya Zaidan, rupanya dia sedang mengerjakan skripsi di ruang tamu.
“Ke makam orang tua kakak iparmu” Sahut Azam.
Zaidan mengangguk lalu melanjutkan pekerjaannya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 7 menit menggunakan mobil, mereka telah sampai di area pemakaman itu.
Pertama-tama Azam memimpin doa, bersama dengan istrinya yang mendampingi. Setelah itu, Stella menatap nisan kedua orang tuanya.
“Assalamu’alaikum papa, mama” Sapa Stella pelan, dia mengelus nisan ayahnya pelan lalu berganti ke nisan sang ibu.
“Apa kabar? Bagaimana disana? Apa menyenangkan? Aku harap kalian tidak dihukum karena kesalahan yang aku lakukan disini, aku harap kalian berada di tempat terbaik disana” Ucap Stella, suaranya terdengar parau, pertahannya hampir jatuh.
Azam sebagai suami hanya bisa mengelus punggung istrinya, menenangkan lewat sentuhan kecil yang ia berikan.
“Stella sudah menikah, dengan lelaki yang papa pilihkan. Dia tampan, dermawan dan yang pasti beriman. Stella menemukan kebahagiaan dari hal-hal kecil bersamanya, dimulai dari kesederhanaannya sampai dengan kelembutannya pada Stella.
Dia menjadi suami yang insyaallah baik untuk Stella, dia mengajarkan Stella banyak hal tentang iman. Dia juga begitu sabar menghadapi tingkah Stella yang mungkin kekanak-kanakan.
Namanya mas Azam, apa kalian tau? Ternyata dia adalah anak dari kyai besar pemilik pondok pesantren. Sangat jauh dengan kehidupanku bukan? Tapi, dia adalah lelaki hebat yang penuh tanggung jawab, dia menerima Stella dengan segala kekurangan yang Stella miliki”
Stella mengatakan hal itu sambil menangis, sudah tidak tahan menahan segala rasa sakit dan bahagia yang ia rasakan saat ini. Rasa sakit karena ia tak bisa lagi memeluk orang tuanya, dimana orang tuanya tidak bisa melihat kebahagiaannya yang sekarang. Juga rasa bahagia karena ketidak sengajaan atas pernikahannya dengan Azam.
Saat itu, tanpa sadar Azam juga sedikit menitikan air matanya. Medengar bagaimana sang istri menyapa orang tuanya, membanggakan dia sebagai suami di hadapan makam orang tuanya. Semua penuturan itu terdengar begitu tulus.
Di dalam hati Azam, lelaki itu berjanji kepada orang tua Stella, ‘Azam akan menjaga Stella sampai maut memisahkan kami pak, bu. Insyaallah Azam akan menuntun Stella ke jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT. Mohon restui kami’. Begitu pikirnya sembari terus merangkul dan mengelus punggung istrinya.
“Stella ikut dengan suami, mungkin tidak bisa sering datang kesini tapi, Stella janji Stella akan kesini jika mas Azam ada waktu.
Papa dan mama baik-baik disana ya. Stella sayang kalian. Semoga kalian di tempatkan di surganya Allah SWT. Stella pamit. Assalamu’alaikum”
Kalimat terakhir itu ditutup dengan tangis Stella yang semakin pecah, dia menangis di pelukan Azam, terisak hingga rasanya begitu sesak.
Dengan sabar, Azam membawa istrinya menuju mobil, memberikan minum lalu melaju kembali ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments