Azam kembali melajukan mobilnya mebuju rumah sakit, membawa Stella yang meraung-raung menangisi kepergian orang tuanya.
“Semua yang bernyawa di dunia ini pasti akan berpulang kepada sang pencipta yaitu, Allah SWT. Tidak ada yang kekal, bahkan itu tumbuhan dan hewan kecil seperti semut sekalipun, kita semua pasti akan kembali kepada-Nya.
Tidak baik berlarut-larut dalam kesedihan, itu hanya akan membawamu ke dalam lubang ke-putus asaan” Ucap Azam, dia mencoba menenangkan Stella dengan ucapannya.
“Jangan menceramahiku, dasar sok suci. Aku tidak percaya dengan Tuhan” Ucap Stella menggebu-gebu, masih tidak terima dengan Azam yang tadi menghentikan laju kendaraan mereka sehingga menyebabkan orang tuanya meninggal.
Azam hanya diam, sampai di rumah sakit, lelaki itu segera menjelaskan kepada pihak rumah sakit tentang apa yang ia ketahui.
“Kami akan melakukan autopsi jenazah ya, pak” Ucap salah satu perawat.
“Baiklah, lakukan apa yang terbaik. Kemungkinan kasus ini nantinya akan di bawa ke kantor polisi” Ucap Azam dengan senyumnya yang khas.
Tidak jarang, banyak yang melairik ke arah Azam.
“Itu Gus Azam ya?” Bisik perawat satu ke perawat lainnya.
“Ih iya” Sahut yang lainnya.
Mereka sudah jingkrak-jingkrak melihat pedakwa sekaligus CEO muda tampan itu.
“Kira-kira dia ngapain ya?”
“Mengantar siapa tadi?”
“Apa itu keluarganya?”
Mereka bertanya-tanya satu sama lain, tidak ada yang berani mendekat mengingat mereka sedang berada di jam kerja dan Azam pun sedang berada pada kesedihannya, menurut mereka.
Stella terus mengikuti kemana orang tuanya dibawa, tidak terima dengan kematian itu.
“Kak, sudah? Lukamu harus di obati, kita pergi saja, kau akan pulang kan besok? Butuh istirahat yang cukup” Ucap Zaidan, menegur kakaknya.
“Tapi, bagaimana dengan wanita itu?” Tanya Azam.
Zaidan menggelengkan kepalanya, “Tugas kita sudah cukup sampai disini, wanita itu sudah besar, dia jelas tau dan bisa mengerti dengan penjelasan-penjelasan yang nanti di sampaikan oleh dokternya” Ucapnya.
Azam dan Zaidan pergi meninggalkan rumah sakit itu dan juga Stella yang masih sesenggukan.
...***...
“Apa yang kau bahas tadi dengan wanita tadi selama di mobil?” Tanya Zaidan, merasa penasaran.
“Sebelum ajalnya datang, orang tua wanita itu menitipkan dan memasrahkan anaknya padaku. Sebuah amanat yang begitu berat bukan?” Gumam Azam.
“Lalu apa yang akan kau lakukan?” Tanya Zaidan.
“QS. An Nisa ayat 58 mengatakan Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Selanjutnya ada juga dalil dari HR Abu Daud, Tunaikan amanat kepada seseorang yang menitipkan amanatnya padamu.
Begitulah setidaknya aku ingin memenuhi amanat itu sekalipun dengan seseorang yang tidak aku kenali sama sekali, karena sesungguhnya Allah SWT tidak akan membuat semua kejadian di dunia ini secara kebetulan, pasti ada tujuan masing-masing.
Begitupula saat kita dipertemukan dengan seseorang, entah dia datang untuk menjadi pelajaran atau malah menjadi takdir untuk kita. Aku akan beristikharah untuk itu” Azam menjawab adiknya dengan yakin dan tegas.
“Kau akan menjaga wanita itu dengan cara apa? Ingat, kak jangan sampai kau membuat keputusan yang salah” Ucap Zaidan, mengingatkan kakanya.
“Menurutmu dengan apa aku bisa menjaganya?” Sahut Azam.
Zaidan membelalakkan matanya, “Apa kau akan menikahinya?” Tanyanya.
Azam hanya tersenyum, tidak menjawab ucapan adiknya.
“Kau tau bukan jika abi dan umi tidak akan setuju dengan wanita itu?” Sahut Zaidan.
“Kau tidak akan tau jika kau tidak mencoba” Sahut Azam.
Lelaki itu memasrahkan diri sendiri kepada adiknya yang sedang mengobati lengannya.
“Bagaimana mungkin kau akan menikahi wanita yang kehidupannya jelas berbeda dengan kita” Omel Zaidan.
Azam lagi-lagi hanya tersenyum, dia mengingat sebelum berangkat kemari dia memberi materi kepada santriwan dan santriwati perihal kufu.
Zaidan merasa aneh dengan kakaknya yang senyum-senyum sendiri, “Kenapa, kak?” Tanya Zaidan.
“Masyaallah tabarakallah” Gumam Azam saat merasa sadar dengan kuasa Allah SWT, bukankah sambung menyambung saja dengan kisah yang ia alami saat berada disini?
“Ada apa?” Tanya Zaidan, bingung saja dengan kelakuan aneh sang kakak.
“Bukankah sungguh indah cara Allah SWT mempertemukan umat-umatnya?” Ucap Azam setelah menceritakan semuanya sejak awal.
“Kak, kau yakin?” Tanya Zaidan lagi, mencoba mengais keyakinan dari kakaknya.
“Insyaallah, nanti aku akan mengatakannya pada abi. Juga akan membawa wanita itu ke pondok saat aku kembali nanti” Sahut Azam.
Zaidan hanya diam, dia tau bahwa kakaknya adalah seseorang yang tegas dalam mengambil keputusan, termasuk dalam masalah hal ini. Azam adalah seseorang yang mengikuti jejak sang abi menjadi pendakwa dan kemungkinan juga akan meneruskan abi-nya sebagai pemimpin pondok pesantren Lailatul Qadar nantinya.
“Semoga Allah SWT selalu melindungimu dan membawamu dalam kebahagiaan, kak” Gumam Zaidan.
“Amiiin. Terimakasih” Sahut Azam.
“Ini sudah selesai bukan?” Tanya Azam, melihat luka yang berada di lengan atasnya yang sudah terbalut dengan perban, “jika sudah, aku akan kembali ke hotel” Lanjutnya.
“Tinggal-lah disini, besok aku akan mengantarmu ke hotel” Ucap Zaidan, menawarkan kamar kosnya untuk ditempati berdua dengan sang kakak.
“Apa kau tidak akan merasa sempit?” Tanya Azam, mengingat kasur di kamar itu hanya ada satu, yang artinya ketika tidur nanti, mereka akan berbagi ranjang.
“Rasulullah bahkan tidur di atas tikar dan beliau merasa nyaman-nyaman saja, kita di ajarkan untuk selalu bersyukur dan selalu bersikap sederhana dengan contoh-contoh yang beliau sampaikan” Jawab Zaidan, menyiratkan bahwa jika Rasulullah saja tidur di atas tikar, apa dia harus merasa tidak bersyukur dengan akan menolak tidur di kasur yang empuk meskipun itu harus berbagi dengan kakaknya?
Tentu tidak, Zaidan lebih kasian jika kakaknya harus pulang seorang diri ke hotel dengan kondisi lengannya yang terluka cukup lebar, meskipun tidak dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
JOLAN ARSITEK
siip ..
2023-04-28
0