Sore hari, mobil Azam memasuki pekarangan pondok pesantren, dia langsung membawa istrinya ke kamar, bersih diri sejenak lalu pergi menemui abi Daud dan umi Fatimah yang rencananya ingin minta izin untuk pergi ke rumah yang mereka lihat esok hari.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” ucap Azam, diikuti Stella di belakangnya.
“Wa’alaikumsalah warahmatullahi wabarakatuh” Jawab abi, umi serta seorang wanita bebarengan.
“Oh, Khalisa” Gumam Azam sebelum akhirnya mengalihkan pandangan, dia hanya mencium punggung tangan abi dan uminya, diikuti oleh Stella.
Stella mendengar gumaman itu, dia ingat siapa itu Khalisa, wanita yang sempat akan menikah dengan suaminya sekarang tapi, tidak jadi karena Azam lebih memilih menikahinya.
“Apa mbak Stella ini memang tidak pernah mengucapkan salam ketika memasuki ruangan?” Ucap Khalisa, dengan suara lembutnya tidak mungkin menimbulkan kesalah-pahaman.
Tapi, bagi Stella itu jelas menjadi sebuah tamparan yang cukup telak untuknya. Seperti diraup dengan kotoran wajahnya, saking malu dan sungkannya dengan pernyataan itu.
“Aku sudah mewakilinya” Jawab Azam lalu duduk.
“Bukankah seorang muslim harus senantiasa mengucapkan salam kepada sesama muslim?” Ucap Khalisa, dia menatap Stella dari atas hingga bawah, melihat penampilan Stella yang terkesan mewah.
“Dan bukankah Rasulullah men-sunnahkan kita menjadi pribadi yang sederhana, mas?” Lanjutnya.
Stella yang merasa diintimidasi hanya diam. Khalisa memang jauh berbeda dengan dirinya, dan Stella menyadari hal itu. Dilihat dari gaya bicara wanita itu saja, sudah dapat dipastikan dia adalah pribadi disiplin yang kental dengan religi, berbeda dengan dirinya yang mungkin masih bisa dibilang baru belajar dari nol.
“Pertama, Rasulullah SAW memang menekankan kepada umatnya agar senantiasa memberikan salam kepada saudara mereka. Beliau juga mengatakan bahwa ada satu dari lima tanggung jawab seorang muslim adalah salam tapi, hukum mengucapkan salam adalah sunnah Rasulullah SAW. Sedangkan, hukum menjawab salam itu adalah yang wajib.
Selanjutnya, jika kau berbicara tentang kemewahan yang digunakan istriku saat ini. Maka, mungkin kau pernah mendengar sebuah hadist yang membahas tentang sebaik-baiknya pria adalah yang terbaik bagi istrinya, bukan?
Nah, itu yang sedang aku lakukan untuk istriku. Aku sedang mencoba memuliakan dan membahagiannya karena dia adalah bidadari keduaku setelah umi, kebahagiaannya adalah support system terbaik bagiku, dan dia adalah seseorang yang akan selalu ada di sampingku setiap waktu. Dengan kebahagiaannya maka, insyaallah Allah SWT akan membukakan pintu rezekiku, karena kemuliaan istri adalah keberkahan untuk suami”
Begitu ucapan yang disampaikan Azam, hingga membuat Khalisa terdiam. Sedangkan Stella hanya bisa menatap kagum suaminya, dia mana menyangka bahwa suami yang sempat ia tolak mentah-mentah beberapa hari yang lalu sekarang malah begitu menjunjung tinggi harkat dan martabatnya di depan wanita lain.
“Maafkan aku, Khalisa tapi, aku ingin berbicara dengan orang tuaku secara pribadi” Sahut Azam kepada wanita itu.
“Bukankah kita sudah seperti saudara? Bukankah kau menganggapku seperti adikmu sendiri, lalu apa yang ingin kau rahasiakan, mas?” Ucap Khalisa.
Jujur saja, ada rasa panas tersendiri di secuil perasan Stella. Apalagi saat mendengar panggilan ‘mas’ itu keluar dari mulut wanita lain.
“Ya tapi, kita sama sekali tidak ada hubungan darah, Khalisa. Dan maaf, tolong hargai istriku. Tidak pantas kau mendayu-dayukan suaramu di hadapan seseorang yang bukan mahrammu, dan kau pun adalah seseorang yang begitu paham agama. Kau memag keluarga kami di pondok pesantres ini tapi, kau tetap orang lain baik itu untukku maupun keluargaku dari segi privasi” Ucap Azam tegas.
Karena sudah diusir dengan keras begitu oleh Azam, akhirnya Khalisa pamit undur diri dengan wajah sedikit murung.
“Apa itu tidak terlalu keras?” Tanya Stella pada Azam, dia tau betul wajah Khalisa terlihat begitu sedih setelah Azam mengucapkan hal itu.
“Insyaallah aku sudah mencoba untuk memenuhi adab ku saat berbicara dengannya. Aku jelas tidak berkhalwat atau berduaan, aku juga insyaallah sudah mengucapkan kata-kata yang baik serta menundukkan pandanganku serta tidak pula melembutkan suaraku padanya.
Dimana dia tidak akan memiliki harapan fana untukku, tidak pula menimbulkan fitnah dan kecemburuan bagimu” Sahut Azam, menjelaskan semuanya degan jelas kepada Stella.
Abi Daud dan umi Fatimah hanya tersenyum melihat interaksi keduanya.
“Jadi, apa yang akan kalian bicarakan pada kami?” Tanya abi Daud.
“Jadi, begini abi, umi. Kami ingin minta izin, untuk keluar dari pondok dan hidup mandiri di rumah yang disediakan abi sebagai hadiah pernikahan. Apa boleh?” Tanya Azam.
Abi mengangguk, “Tentu saja boleh, memangnya abi memberikan rumah itu hanya untuk pajangan hm?” Sahut abi Daud.
“Rencananya, setiap pagi sebelum Azam berangkat bekerja, Stella ingin diantar kemari untuk belajar bersama umi” Azam menjelaskan pula hal itu kepada orang tuanya.
“Umi senang jika kalian mau kemari setiap hari tapi, apa tidak membuatmu dikejar waktu dan bolak-balik, apalagi jarak dari sini ke kota kan lumayan jauh” Ucap umi Fatimah.
“Jika itu keinginan istri Azam, bagaimana Azam mau menolak selama Azam bisa memenuhinya?” Sahut Azam.
Sepertinya secara tidak sadar, lelaki itu sudah sukses membuat Stella memerah karena malu.
“Abi, ini kopinya” Sahut seseorang dari dapur, berjalan membawa nampan berisi segelas kopi hitam.
“Duduk dulu, nak” Pinta Abi Daud kepada anak sulugnya, Maryam.
“Adikmu iparmu ini mau pergi ke rumah suaminya tapi, beliau juga ingin belajar mendalami agamanya kepada umi. Tapi, umimu ini khawatir dengan adikmu jika harus bolak-balik setiap hari” Abi Daud menyesap kopi itu perlahan, “rasanya selalu pas” gumamnya sebelum melanjutkan ucapannya.
“Apa kau bersedia tinggal bersama mereka untuk sementara waktu? Belajarlah bersama adik iparmu sampai abi menyuruhmu pulang” pinta abi Daud pada putri sulungnya.
Maryam menatap Stella pelan lalu tersenyum, “Maryam tidak keberatan abi, hanya saja abi tau bukan jika Maryam harus menyelesaikan skripsi yang Maryam susun. Bagaimana jika Maryam membawa Khalisa ikut serta?
Kami akan tinggal di tenoat terpisah, dia kontrakan yang dekat dengan kampus kami, mungkin?” Sahut Maryam, memberikan solusi yang menurutnya baik.
“Bagaimana Azam?” Tanya abi Daud pada putranya.
Azam menatap Stella, meminta istrinya untuk menjawab.
“Baiklah, jika menurut abi dan umi itu adalah yang terbaik” Jawab Stella.
Setelah itu mereka berbincang sejenak. Disana Stella benar-benar merasakan kehangatan diantara keluarga itu, sederhana namun hangat.
Tidak jarang, Stella juga diceritakan beberapa hal seperti masa kecil Azam yang selalu menjahili kakaknya juga bagaimana lelaki itu menempuh pendidikan SD nya hanya 4 tahun, dilanjut dengan SMP dan SMA masing-masing hanya 1.5 tahun, diikuti sampai pendidikan S3 hanya dalam waktu 6 tahun.
Itu adalah kebanggaan tersendiri bagi Stella harusnya, dia mendapatkan suami yang begitu cerdas baik dalam akademis, non akademis juga dalam hal religi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
JOLAN ARSITEK
lanjut Thor
2023-04-28
0