Laura sudah ada di ruang kerja Deksa, ia sehabis menemani Deksa meeting di salah satu kafe yang cukup terkenal. Sekarang waktunya istirahat, orang-orang yang bekerja di kantor ini juga pada menghentikan pekerjaan mereka dalam waktu 1 jam.
Laura dan Deksa berbincang-bincang kecil, membicarakan masalah pekerjaan, bisnis, bahkan kehidupan pribadi yang sekiranya cocok untuk dibahas. Tidak hanya itu saja, mereka saling mengungkapkan masalah yang di alami masing-masing.
Deksa teman Laura, juga dulunya ia sangat akrab dengan Deksa. Jadi tidak ada kecanggungan antara dirinya dengan Deksa.
"Oh iya Lau, kenapa lo tadi minta gue jemput di sana? Bukannya itu bukan rumah lo ya?"
"Itu rumahnya saudara gue, sekarang gue tinggal di sana. Jadi kalau lo mau jemput gue, lo bisa langsung ke sana."
"Rumah lo yang lama?"
"Ada masalah sedikit, jadi rumahnya sama nyokap bokap gue di jual."
Deksa mengangguk paham. "Sebenarnya gue tadi mau tanya tentang itu, tapi keburu lupa. Mana jadwal gue padet banget tadi."
Laura tertawa kecil. "Laura, sebenarnya gue punya musuh dalam bisnis ini."
"Beneran?" Laura sedikit tak percaya dengan apa yang Deksa katakan.
Deksa mengangguk. "Dalam bisnis gue selalu ada saingannya, entah itu dari keluarga sendiri, teman, atau bahkan orang lain yang enggak gue kenal. Juga sebenarnya gue ada masalah sama seseorang, eh kebawa sampai bisnis."
"Siapa?"
"Arsa Rodigwe." Deksa berbicara dengan nada yang sangat santai sembari menyeruput kopinya.
Sementara Laura terdiam mematung, tub5, Arsa? Apakah ia tak salah dengar? Okey Laura, kau harus bisa bersikap tenang. Semuanya akan baik-baik saja. Tapi kenapa harus Deksa yang memiliki masalah buruk dengan Arsa? Ia tahu betul siapa Arsa sebenarnya.
Apalagi sampai musuh-musuhan seperti ini. Sungguh, ia tak pernah menduga ini sebelumnya. Yang lebih parahnya lagi ia berbohong kepada Deksa soal tempat tinggalnya. Ia tak mau Deksa tahu bahwa kedua orang tuanya menjodohkan dirinya dengan Arsa. Ia sengaja merahasiakan ini dari Deksa.
Tapi setelah mendengar pernyataan dari Deksa bahwa dia bermusuhan dengan Arsa membuat ia ragu. Lantas bagaimana jika Deksa menjemput dirinya bertepatan dengan Arsa keluar dari rumahnya dan mereka bertemu di satu tempat yang sama? Astaga, mengapa tidak memiliki pemikiran sampai ke sana.
"Laura, lo kenapa? Lo kenal sama dia?" Laura langsung terbuyar dari lamunannya.
"Enggak, siapa juga yang kenal." Laura berbicara sedikit terbata-bata, hal ini membuat Deksa bertanya-tanya.
"Gue kira lo bakal kenal sama dia. Takutnya sih dia juga nyerang lo gara-gara tahu lo asisten pribadi gue."
"Emangnya nyerang dalam bentuk apa?" Laura mengernyitkan alisnya bingung.
"Dalam bisnis ada yang perbuatan yang sehat dan tak sehat, tak sehatnya misal saling menghancurkan satu sama lain. Apalagi bunuh membunuh, lo tahu sendiri 'kan jika keluarga gue punya sedikit tradisi turun temurun. Misalnya gue harus membalaskan dendam kepada seorang yang berbuat jahat di masa lalu."
"Jangan bilang .... " Laura menggantungkan ucapannya.
"Sesuai dugaan lo, bisa saja gue dan dia saling serang menyerang dan tidak akan berhenti sebelum salah satu di antara kita mati."
Deg
***
Arsa berada di ruang kerjanya, di depannya sudah ada laptop yang sedari tadi menyala. Di sampingnya berdiri 2 orang bawahannya, sebenarnya ia sedang memperlihatkan rekaman CCTV pagi tadi kepada mereka. Lebih tepatnya rekaman seseorang yang menjemput Laura tadi.
Ia akan menyelidiki siapa orang itu, karena ia merasa laki-laki itu tidak asing di matanya. Tapi ia lupa dia siapa, maka dari itu ia menyelidiki bersama dengan bawahan kepercayaannya. Mereka bisa dirinya andalkan dalam hal menyelidiki seperti ini.
"Bagaimana? Apakah kalian tahu laki-laki ini siapa?"
"Bukankah dia musuh anda? Lebih tepatnya orang tuanya pernah berurusan dengan anda dan sekarang dendam itu diberikan kepada anaknya, yaitu dia."
Arsa mencoba mengingat-ingat lagi. "Siapa? Musuh saya cukup banyak, jadi saya sulit untuk mengetahuinya."
"Pak Wijaya."
Akhirnya Arsa ingat juga. "Jadi dia anaknya?" tanyanya dan langsung mendapatkan anggukan dari dua orang itu.
"Tapi bagaimana bisa dia kenal dengan Laura? Bahkan saya merasa dia cukup akrab dengan Laura."
"Mereka teman baik semasa SD, itulah informasi yang kami dapatkan beberapa waktu lalu."
"Jika kalian mengetahuinya dari awal, mengapa tidak memberitahu saya?!" tanya Arsa tak habis pikir.
"Sebelumnya kami tidak tahu jika hubungan mereka sedekat ini, kami juga belum bisa membuktikan kedekatan mereka secara nyata kepada anda."
Jadi laki-laki itu musuhnya? Arsa tersenyum miring, entah mengapa hasrat untuk membunuh dia masih ada di benaknya. Andai dia tidak mencoba untuk dekat dengan Laura, pasti ia tidak akan memiliki pemikiran kotor seperti ini. Tapi itu hanya kata andai, sekarang hanyalah ada kenyataan yang harus ia dengarkan.
"Tetap pantai pergerakan mereka, terutama Laura. Apapun yang Laura dan dia lakukan di dalam atau pun di luar kantor segera hubungi saya."
"Baik tuan."
Tidak ada Arsa biarkan laki-laki itu mendapatkan celah sekecil apapun itu untuk mendapatkan Laura. Laura akan tetap menjadi miliknya, dan jangan sampai Laura tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Karena itu akan berakibat fatal untuk dirinya ke depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments