Laura tinggal di rumah Arsa

Setelah melalui berbagai pertimbangan dan diskusi, Laura akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran Arsa untuk tinggal di rumahnya. Meskipun awalnya Laura merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut, namun ia menyadari bahwa ini adalah pilihan terbaik dalam kondisi saat ini.

Laura menyadari bahwa situasi keuangan keluarganya sedang sulit, dan tinggal di rumah Arsa memberikan solusi yang lebih stabil dan mengurangi beban finansial bagi dirinya dan keluarganya.

Laura juga melihat bahwa Arsa sangat peduli dan siap memberikan dukungan dalam menghadapi situasi sulit ini. Ia menghargai niat baik Arsa untuk membantu dan ingin menciptakan lingkungan yang nyaman bagi mereka berdua. Laura menyadakan bahwa bersama-sama, mereka dapat saling mendukung dan menghadapi tantangan yang ada.

Meskipun ada rasa cemas dan ketidakpastian, Laura bersiap untuk menjalani perubahan ini dengan sikap terbuka dan berharap bahwa keputusannya ini akan membawa kebaikan bagi dirinya dan keluarganya.

Laura sudah berada di rumah Arsa, mau tak mau ia harus tinggal di sini. Tadi ia selesai mengantarkan kedua orang tuanya di bandara. Walaupun ini terasa menyebalkan, ia tetap menjalaninya. Ia melakukan ini karena demi orang tuanya, sekarang ini Arsya tengah menunjukkan kamar yang nantinya akan ditempati oleh Laura.

Dengan ogah-ogahan Laura mendengar semua yang Arsa katakan, karena ini bukan rumahnya. Ia juga masih memiliki rasa hormat, apalagi Arsa sudah memberikan tumpangan kepada dirinya. Sedikit aneh, kenapa Arsa mau ia tinggal dengan dia? Yang mana ia selalu melontarkan kalimat buruk kepada dia.

"Jika kamu butuh sesuatu, kamu bisa panggil ART. Kamu bebas melakukan apapun di rumah ini."

"Gila aja lo, gue di sini cuma numpang. Gue hutang budi sama lo."

"Laura, saya tidak menganggap ini hutang. Saya mau berada di sini, agar kamu tidak salah dalam pergaulan. Saya bisa menjaga kamu, karena kamu sendirian di sini."

"Gue bukan anak kecil yang harus lo jaga, gue udah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jangan bermuka dua sama gue! Lo paham?" Laura menatap Arsa penuh kebencian.

Arsa menghela nafas pelan. "Kamu bisa istirahat, jika terjadi sesuatu kamu bisa panggil saya." Arsa langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Laura.

"Rumah segede ini mana bisa gue panggil lo," gerutu Laura lalu masuk ke dalam kamar.

Di dalam Laura melihat setiap inci kamar ini, sangat luas dengan interior berwarna putih lebih mendominasi. Ada AC, sofa, televisi, bahkan kulkas mini juga ada. Ternyata Arsa benar-benar kaya seperti apa yang ia kira. Tidak hanya itu saja, jendela saja dibuka menggunakan tombol, bahkan gordennya juga.

Ia menggeleng takjub dengan ini, jika seperti ini mana mungkin ia tak betah. Yang ada ia akan tidur terus dan melupakan apa yang terjadi sebenarnya. Walaupun usaha orang tuanya bangkrut, keluarganya masih bisa mendapatkan uang dengan usaha di China. Jadi bangkrut kali ini tidak terlalu membuat ia kepikiran.

Apalagi ia sudah mendapatkan kerja, uang tabungannya hasil kerja sebelumnya masih ia simpan dengan baik. Jadi ia akan menggunakan itu saja. Walaupun sebenarnya pengeluarannya lebih banyak daripada pemasukannya. Untuk bulan-bulan ini ia akan berusaha berhemat.

***

Waktu makan malam telah tiba, sejak datang ke rumah Arsa siang tadi, Laura sama sekali belum keluar dari kamarnya. Di dalam kamar ini ada banyak makanan ringan, ada toiletnya juga. Jadi sekarang ia cukup ragu untuk keluar, kebetulan kamar yang Arsa berikan berada di lantai bawah.

Sebenarnya mamanya tadi menelepon dirinya dan menyuruh dirinya untuk keluar kamar. Menyesal karena telah memberitahu ia di kamar terus. Walaupun ragu, Laura terus berjalan menjauh dari kamarnya. Sampai di mana ia melihat Glen yang sepertinya berjalan ke arahnya.

"Hai," sapa Glen. Rasanya sudah lama Laura tidak bertemu dengan Glen.

Laura tersenyum tipis. "Kamu mau ke mana?"

"Menghampiri kamu, kata papa kamu harus ikut makan malam bersama dengan kami."

"Beneran dia bilang seperti itu?" tanya Laura dan langsung mendapatkan anggukan dari Glen.

"Apakah kamu tidak mau? Atau mau Glen saja yang membawakan makanan kamu ke kamar?" tawar Glen dengan wajah polosnya.

"Tidak perlu, aku akan ikut dengan kamu ke sana." Glen menarik tangan Laura berjalan ke arah meja makan. Laura menurut dan mengikuti langkah kecil Glen.

Sampai akhirnya dua orang berbeda usia itu sudah sampai di meja makan. Dapat Laura lihat ada banyak sekali makanan yang berbeda jenis di atas meja. Juga ada Arsa yang duduk di kursi paling ujung. Ada juga Josh yang duduk di sebelah Arsa dengan beberapa bantal sofa di atas kursi.

Karena tubuh Josh tidak bisa mencapai meja makan, maka dari itu dia menduduki beberapa bantal. Arsa yang menyadari kedatangan Laura langsung menghentikan kegiatan makannya, sebenarnya ia juga bingung mau mengatakan apa.

"Kamu bisa duduk." Akhirnya kata itu keluar dari mulut Arsa. Laura pun langsung mendorong kursi ke belakang dan dilanjutkan dengan duduk.

"Josh, jangan di aduk terus makanannya. Apakah kamu tidak suka? Jika tidak papa akan membuatkan makanan yang kamu suka." Arsa menatap ke arah Josh.

"Josh mau telur goreng, sama saus."

"Baiklah, papa akan membuatkannya. Tunggu di sini." Arsa beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah dapur.

"Dia sabar banget sama anaknya, padahal kelihatannya wajahnya capek banget," batin Laura setelah mendengar percakapan antara ayah dan anak itu.

"Papa, Glen juga mau kayak Josh. Glen mau dua telurnya."

Beberapa menit setelah itu, Arsa kembali ke meja makan dengan membawa dua piring. "Astaga, kalian ini. Seharusnya kalian makan apa yang ada," ujarnya.

"Seharusnya kau tidak memanjakan anak-anakmu, mereka juga harus tahu bagaimana cara menghargai makanan," celetuk Laura.

"Jika saya tidak menuruti apa mau mereka, mereka akan menangis. Dan itu membuat saya gagal dalam menjaga anak saya."

"Arsa, ini bukan tetap gagal atau tidaknya. Tapi tentang pengajaran dan didikan yang seharusnya diterapkan sejak kecil. Lo tahu bukan, jika gue dulu di manja. Makanya gue seperti ini. Gue nggak ada maksud buat bilang lo salah dalam didik anak lo, jadi jangan salah paham."

Arsa duduk diam, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Laura. Dia melihat wajah Laura yang serius, dan merasakan ketegasan dalam perkataannya. Arsa merasa tergerak untuk lebih mendengarkan Laura, untuk mencoba memahami perspektif dan pengalaman hidupnya. Dalam hati, Arsa berjanji akan memberikan kesempatan kepada Laura, dan mendukung keputusannya dengan sepenuh hati. Mereka berdua sama-sama perlu saling menghargai dan saling memberikan ruang untuk tumbuh dalam hubungan mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!