Laura pulang ke rumah setelah seharian kerja, tubuhnya begitu lelah. Ternyata jadi asisten Deksa sangat melelahkan, kemanapun Deksa pergi ia harus mengikutinya. Tapi tak apa, bayaran yang Deksa tawarkan cukup menggiurkan.
Tapi waktu sampai di ruang tamu, ia melihat banyak sekali koper. Tunggu, ada apa ini? Kedua orang tuanya berjalan ke arah dirinya. Wajah mereka begitu sedih, apa yang terjadi sebenarnya? Koper banyak sekali, sofa yang ditutup oleh kain putih.
Bahkan guci-guci besar juga ditutup oleh kain putih, ini menimbulkan banyak sekali pertanyaan di benaknya. Apa yang terjadi sebenarnya? Pikiran buruk berterbangan di kepalanya.
"Pa, ma, mengapa banyak sekali koper di sini?" Laura bertanya kepada kedua orang tuanya.
“Laura, usaha papa bangkrut. Semuanya harus papa jual untuk menyelamatkan semuanya.”
“Papa bercanda? Ini enggak mungkin, papa sangat teliti dalam berbisnis.”
“Papa tidak berbohong, nak. Sekarang papa dan mama harus pergi ke China untuk mengurus bisnis yang ada di sana. Bisnis di di sini sudah tidak bisa diselamatkan lagi.”
"Terus Laura gimana pa?" Laura menatap papanya menuntut jawaban.
Laura merasa terkejut dan terguncang ketika mendapatkan kabar bahwa orang tuanya mengalami kebangkrutan. Informasi tersebut datang begitu tiba-tiba dan melanda seperti petir di siang bolong. Laura tidak pernah membayangkan bahwa orang tuanya, yang selalu tampak kuat dan sukses, akan mengalami kesulitan finansial sedemikian rupa. Hatinya terasa berat dan penuh kekhawatiran untuk masa depan mereka.
Ia merasa sedih karena orang tuanya harus menghadapi tantangan yang begitu besar, dan juga khawatir dengan dampak yang mungkin ditimbulkan pada kehidupan keluarganya. Laura sadar bahwa ini adalah waktu yang sulit, namun ia berjanji dalam hati bahwa akan tetap menjadi pendukung dan memberikan dukungan sebisa mungkin kepada orang tuanya.
“Sore, om, tante.” Terdengar suara laki-laki yang sangat Laura dengar.
"Pas sekali kamu datang Arsa. Jawabannya adalah Arsa, kamu akan tinggal bersama dengan Arsa."
“Papa gila?!” tanya Laura tak habis pikir.
Laura merasa tidak menerima jika harus tinggal di rumah Arsa setelah mengetahui kondisi keuangan orang tuanya yang memburuk. Meskipun ia menghargai perhatian dan kebaikan Arsa, Laura merasa bahwa memaksakan dirinya untuk tinggal di rumah orang lain adalah suatu hal yang sulit diterima.
Bagi Laura, rumah adalah tempat yang penuh kenangan dan kedekatan dengan keluarganya sendiri.
Ia merasa bahwa pergi dari rumah orang tuanya akan menjadi langkah yang sulit untuk diambil. Laura ingin tetap merasakan kenyamanan dan kehangatan di lingkungan keluarganya yang sudah dikenalnya sejak lama. Meski demikian, Laura juga menyadari bahwa keputusan ini tidak mudah, dan ia perlu mencari solusi yang terbaik untuk dirinya dan keluarganya di tengah situasi yang sulit ini.
“Sekarang gini Laura, kamu harus bisa berpikir dewasa! Usaha papa bangkrut, papa tidak tenang membiarkan kamu sendirian di sini sementara papa dan mama pergi ke China. Kamu enggak mau 'kan ikut kami ke sana?”
Laura menggeleng pelan. "Kalian jahat." Laura melenggang pergi keluar dari sini. Menurutnya, kedua orang tuanya selalu seperti ini dan mengambil keputusan tanpa sepengetahuan dari dirinya. Jadi ia sangat kecewa dengan ini.
Arsa menatap kedua orang tua Laura. “Biar saya yang kejar Laura.”
Arsa pun langsung pergi mengejar Laura, sementara Laura terus berjalan keluar dari rumahnya. Ia benar-benar kecewa dengan kedua orang tuanya, sudah tahu ia benci dengan Arsa. Tapi mereka malah menyuruh dirinya untuk tinggal bersama dengan dia.
Ia merasa perasaannya tidak di hargai di sini, orang tuanya mementingkan perasaan mereka sendiri. Sampai-sampai lupa bagaimana perasaannya. Lelah kerja seharian, pulang dihadapkan dengan keadaan seperti ini. Ia sedih usaha papanya bangkrut, tapi kenapa mereka harus pergi ke China?
Itu negara yang sangat anti untuk ia datangi, apalagi tinggali. Pilihan yang cukup sulit untuk ia lakukan, rasanya ia ingin berteriak begitu saja. Tiba-tiba sewaktu dirinya ingin membuka gerbang, seseorang menarik tangannya dari belakang. Dia adalah Arsa, Laura mencoba untuk melepaskan tangan Arsa, tapi tidak bisa.
“Lepasin! Lo enggak ada kapoknya ya gangguin hidup gue terus.” Laura menatap Arsa dengan mata berkaca-kaca.
“Laura, kamu tidak boleh egois. Ikuti apa mau orang tua kamu, karena ini untuk kebaikan kamu.”
“Lo ngomong tentang kebaikan? Enggak buat gue! Kita enggak ada ikatan apapun! Tapi kenapa kita harus tinggal bersama?! Itu hal yang paling gila!”
“Mereka mau kamu tinggal dengan saya, karena saya akan menjaga kamu. Laura, dunia tidak sebaik apa yang kamu kira. Kamu mau tinggal sendiri? Jika ada apa-apa bagaimana? Kamu mau membuat orang tua kamu repot di sana?” Arsa mencoba memberikan pengertian kepada Laura.
“Tapi kenapa harus sama lo?! Gue benci sama lo! Gue enggak mau tinggal sama lo! Di sini lo yang egois.” Laura menatap marah ke arah Arsa.
“Jika saya yang egois, saya minta maaf. Tapi keadaan tidak memungkinkan untuk kamu tinggal sendiri, banyak orang jahat di sana. Entah kamu ingin menganggap saya apa terserah, tapi saya yang akan melindungi kamu dengan tangan saya sendiri.”
Arsa langsung memeluk Laura, anehnya Laura sama sekali tidak menolak atau sekadar membalasnya. Laura terlalu sakit hati dengan ini, mengapa harus Arsa yang masuk ke dalam kehidupannya? Apakah tidak ada yang lainnya? Arsa tahu ia benci dengan dia, tapi Arsa berusaha untuk semakin masuk ke dalam kehidupannya.
Sekarang apa yang harus dirinya lakukan? Apakah ia akan tinggal di satu rumah yang sama dengan Arsa setelah semua perkataan buruk yang pernah ia lontarkan kepada Arsa? Sungguh, ia seperti dibawa ke ujung jurang yang hanya Arsa yang bisa menyelamatkan dirinya.
“Kamu tenang saja Laura, saya tidak akan memaksa kamu untuk membalas perasaan saya. Izinkan saya menjaga kamu, akan saya pastikan kamu aman di rumah saya. Kamu tenang saja, di sana tidak hanya ada kita berdua. Ada bawahan saya juga, jadi kamu tidak perlu khawatir.”
Laura tetap diam tak bergeming, air matanya menetes begitu saja tanpa dirinya suruh. Semenyakitkan ini ternyata, keluarganya bangkrut, kedua orang tuanya pindah ke luar negeri, Laura tahu mereka di sana dalam waktu yang lama. Di sisi lain ia merasa senang karena ini hari pertamanya bekerja. Tapi di sisi lain ia merasa sedih dengan kabar ini.
“Bagaimana Laura? Apakah kamu mau tinggal bersama dengan saya?”Arsa menatap wajah Laura lekat.
Walaupun pelan Laura mengangguk. “Gue melakukan ini demi keluarga gue, bukan lo!”
Arsa mengangguk. “Saya tidak akan marah dengan ini, saya akan ada untuk kamu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments