Ketakutan Arsa

Laura dan teman-temannya berada di sebuah kafe yang cukup terkenal, mereka minum kopi dan makan camilan di sana. Ketiga sahabat Laura bernama, Mauren, Yuta, dan Cia. Ia berteman dengan mereka sejak SMP sampai sekarang. Intinya mereka itu menyebalkan, tapi ia tidak bisa pergi dan mencari teman teman pergi.

Mereka semua sama-sama bekerja di satu perusahaan yang sama, ia sendiri yang beda. Catat itu! Ia sempat melamar bersama dengan mereka, tapi hanya dirinya yang ditolak! Sampai sekarang ia masih memiliki dendam dengan bos merek. Padahal ia juga mau kerja bersama mereka.

Ia kerap kesal jika secara tak langsung bertemu dengan bos mereka, rasanya ia mau memukul kepalanya saja. Lupakan tentang itu, fokus kembali ke tujuan mengapa mereka semua berada di kafe. Yaitu untuk mendengarkan cerita mengapa Laura bisa bersama dengan duda itu!

"Waktu gue di pecat, gue jalan kaki pulang ke rumah. Langsung aja, gue ketemu sama Arsa karena dia enggak sengaja kena kaleng yang sebelumnya gue tendang. Pokonya dia kayak orang misterius gitu, gue panggil orang-orang karena merasa dia jahat. Setelah itu kabur."

"Jadi?"

"Tunggu dulu, gue masih belum selesai ceritanya. Dia datang ke rumah gue, kalian tahu dia bawa apa? Bawa dua anaknya yang mungkin umurnya sekitar 6 atau 7 tahun gitu. Ternyata oh ternyata, nyokap bokap gue jodohin gue sama dia!"

"Ganteng? Siapa namanya?"

Laura tampak berpikir sejenak. "Ganteng sih, kulitnya putih kinclong gitu. Gue aja kalah, kayaknya sih sweet banget. Namanya Arsa Rodigwe."

"Lo boong? Bukannya semua keturunan Rodigwe udah menikah? Jangan-jangan lo jadi pelakor?!"

Laura menoyor kepala salah satu temannya. "Enak aja! Gue bukan pelakor gila!"

"Lah, terus siapa yang lo maksud?"

Laura bingung mau menjelaskan seperti apa, awalnya ia juga tidak percaya jika Arsa keturunan Rodigwe. Tapi ia sudah mendapatkan bukti itu dari kedua orang tuanya. Awalnya ia tidak percaya jika Arsa keturunan Rodigwe, sama seperti reaksi sahabat-sahabatnya. Lantas ia bingung mau membuktikannya seperti apa.

Ia bukan pelakor, tapi tidak ada salahnya mereka beranggapan seperti itu. Ia pun mengambil ponselnya, membuka chatnya dengan mamanya. Di mana mamanya mengirimkan banyak sekali foto Arsa dan juga kedua anaknya. Langsung saja ia perlihatkan kepada teman-temanya.

"Gila, ganteng banget. Mana anak-anaknya juga ganteng gitu masih kecil."

"Bibit unggul ini mah."

"Nah, bener nih. Duda tampan, kaya raya, lengkap banget hidup lo jika nikah sama dia."

"Masak gue harus ngurus tiga orang sekaligus. Mana anaknya laki-laki semua, gue aja enggak terlalu suka sama anak kecil."

"Jangan gitu, kemakan omongan sendiri baru tau rasa lo."

"Udahlah, terima aja dia. Ganteng juga, dompet pasti tebel, lo enggak usah cari kerja. Cukup nikah sama duda tampan kaya raya, dompet tebal."

Mereka tertawa bersama-sama, membuat Laura kesal setengah mati. Laura merasa kesal dan sedikit frustasi saat sahabatnya, Mia, mendukung keputusannya untuk menikahi seorang duda. Dia merasa seperti Mia tidak memahami perasaannya sepenuhnya. Laura menggelengkan kepala dengan geram saat Mia mencoba meyakinkannya bahwa menikahi seorang duda bisa menjadi pilihan yang baik baginya.

"Lo harus memahami, Mia," kata Laura dengan suara sedikit terdengar kesal. "Ini bukan tentang menikah dengan seorang duda atau bukan. Ini tentang kebahagiaan dan kesejahteraanku. Aku tidak ingin hanya memilih seseorang karena statusnya sebagai seorang duda. Aku ingin mencari cinta sejati, seseorang yang benar-benar membuatku bahagia."

Mia mencoba memahami apa yang Laura rasakan, tetapi tetap kukuh pada pandangannya. "Tapi, Laura, lo tahu sendiri bahwa dia adalah pria yang baik. Dia punya pengalaman hidup dan bisa menjadi pasangan yang stabil bagimu."

Laura menghela nafas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Gue menghargai pendapatmu, Mia, tapi ini adalah keputusan besar dalam hidup gue. Gue tidak ingin hanya berfokus pada kestabilan finansial atau status sosial. Aku ingin menemukan cinta sejati dan kebahagiaan sejati."

Mia menyadari betapa serius Laura dalam menghadapi situasi ini. Dia mengangguk dan memberikan dukungan kepada sahabatnya. "Baiklah, Laura. Gue ngerti bahwa lo mencari sesuatu yang lebih dari sekadar stabilitas. Gue akan selalu mendukungmu dalam mencari cinta sejati yang kamu inginkan."

Laura merasa lega mendengar dukungan dari Mia. Dia tahu bahwa keputusannya untuk tidak terburu-buru menikah dengan seorang duda adalah keputusan yang tepat baginya. Meskipun mungkin ada pertentangan pendapat dengan teman-temannya, Laura bertekad untuk mengikuti hatinya dan menemukan cinta yang sesuai dengan keinginannya.

***

Arsa menjemput kedua anaknya di tempat sekolah mereka, ia menunggu di dalam mobil. Dari jauh Glen dan Josh berjalan ke arah mereka ditemani oleh satu pengawal. Ia pun turun dari mobil dan menyambut kedatangan mereka.

Memberikan kode agar pengawal itu pergi dari sini dengan membawa tas Glen dan Josh. Ia berjongkok dan mengelus kepala mereka, mereka juga menatap dirinya dengan polos.

"Kalian mau langsung pulang atau mau ke rumah oma dan opa?" tanya Arsa.

"Bagaimana jika bertemu dengan mama baru?" tawar Glen.

"Maaf, papa belum bisa mengajak kalian bertemu dengan mama baru. Tapi papa akan berusaha agar kalian bisa sering-sering bertemu sama mama baru kalian."

"Apakah mama baru tidak suka dengan kita?"

"Pasti suka, hanya saja semuanya butuh proses. Papa akan mengantarkan kalian ke rumah opa dan oma, papa ada meeting penting."

"Baiklah, kita di rumah oma dan opa saja."

Drt

Drt

"Tunggu sebentar, papa angkat telepon dulu."

Arsa berjalan ke belakang sembari mengambil ponselnya dari saku jasnya. Alisnya berkerut ketika melihat mama Laura menelepon dirinya. Langsung saja ia mengangkatnya.

"Hallo tante, ada apa?"

"Arsa, kamu di mana?"

"Jemput Glen dan Josh di sekolah."

"Setelah itu?"

"Mau antar mereka ke rumah papa dan mama, karena saya ada meeting penting."

"Kebetulan sekali Laura ada di sini, kamu ke sini dan titipin anak kamu ke rumah."

"Tidak usah tante, takutnya malah merepotkan Laura."

"Enggak ngerepotin kok, udah kamu ke sini aja. Tenang, semuanya bisa tante urus. Pokoknya tante tunggu kamu di sini."

Tut

Tut

Arsa menghela nafas, entah ia harus senang atau sedih dengan ini. Bagaimana jika Laura menolak keberadaan Glen dan Josh? Arsa, seorang pria yang telah menikah sebelumnya dan memiliki dua anak, berharap Laura bisa menerima kehadiran anak-anaknya dalam kehidupan mereka berdua. Dia sangat peduli dengan Laura dan ingin memastikan bahwa mereka bisa membangun hubungan yang harmonis dan saling mendukung. Tetapi apakah ia harus memaksa Laura menerima hubungan ini?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!