Laura yang songong

Laura baru pulang dari Kafe, rencana ia pulang agak sore. Tapi mamanya menyuruh dirinya segera pulang, tapi saat membuka pagar rumahnya ia mendapati mobil yang sangat ia kenal terparkir di halaman rumahnya. Yang lebih mengejutkannya lagi, seseorang berjalan menghampiri dirinya.

Siapa lagi jika bukan Arsa, ia hendak berjalan melewati Arsa. Tapi tangannya di cekal oleh Arsa hingga membuat dirinya bertatapan dengan laki-laki itu.

"Ngapain lo di sini?"

"Kamu boleh benci dengan saya, tapi jangan melampiaskannya kepada anak saya. Saya titip anak saya di sini, saya akan segera menjemputnya."

"Jadi anak lo ada di sini?"

Arsa mengangguk. "Saya minta maaf karena telah menitipkan mereka di sini, tolong jaga mereka. Saya akan segera kembali. Satu lagi, saya akan tetap memperjuangkan kamu walaupun kamu berusaha menjauh dari saya."

"Kayaknya lo budek, gue udah bilang agar lo menjauh dari gue. Percuma lo kayak gini, gue enggak suka sama anak kecil. Apalagi gue harus nerima anak lo, jangan jadikan gue orang jahat dalam keegoisan lo sendiri!"

"Lau, apa yang harus saya lakukan agar kamu bisa menerima saya dan anak saya?"

"Simpel, menjauh dari kehidupan gue dan berhenti cari perhatian sama nyokap bokap gue!"

Laura pergi begitu saja melewati Arsa, ia tak peduli Arsa masih di belakang sembari menatap dirinya. Ia pun masuk ke dalam rumah dengan perasaan berkecamuk, jadi ini alasan mengapa dirinya disuruh pulang sekarang. Di ruang tamu ia mendengar suara gelak tawa.

Kepalanya menoleh ke samping dan mendapati kedua orang tuanya tengah bermain dengan anak-anak Arsa. Ia pun pergi begitu saja, tapi baru beberapa langkah namanya sudah di panggil. Mau tak mau ia berhenti dan membalikkan badannya ke samping.

"Laura, ke sini dulu."

"Enggak, aku capek. Mau tidur."

"Kalau gitu bawa Glen dan Josh ke kamar kamu, ajak mereka main."

"Aku bukan anak kecil, jadi untuk apa ajak mereka main."

"Laura, kamu jangan begitu. Mama akan pergi sama papa, jaga mereka sebelum Arsa datang."

Laura berdecak. "Kenapa enggak mama aja sih? Aku juga enggak minta mereka ada di sini."

"Mama enggak mau tahu, kamu harus bisa jaga mereka. Karena sebentar lagi kamu akan menjadi ibu mereka."

"Udahlah ma, aku capek ngomong sama mama. Suruh aja mereka ke kamar, aku enggak peduli." Laura pergi begitu saja tanpa peduli dengan panggilan mamanya yang menyuruh dirinya untuk berhenti.

Di kamar Laura langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Ia berdecak kesal ketika melihat Glen dan Josh benar-benar masuk ke dalam kamarnya.

Padahal tadi ia hanya omong kosong saja, tak berharap mamanya akan menganggap serius omongannya. Dapat dirinya lihat Glen dan Josh yang ragu-ragu untuk dekat dengan dirinya. Ia menahan rasa kesal lalu bangkit dari posisinya.

"Sini." Laura menepuk kasur kosong yang ada di sampingnya.

"Kalian kenapa bisa ada di sini? Papa kalian memaksa kalian untuk ke sini?"

Dengan polos mereka menggeleng. "Kata papa kamu mama baru kita. Glen dan Josh mau dekat sama mama baru."

"Kata siapa aku mama baru kalian?"

"Kata papa, foto kamu ada di kamar papa dan itu jumlahnya sangat banyak."

"Kalian berbohong?"

"Tentu saja tidak."

"Mengapa kalian menginginkan mama baru?"

"Kita mau di antar mama ke sekolah, jalan-jalan bersama. Bukan hanya dengan papa saja, kamu tidak mau menjadi mama baru untuk kita?" Percakapan yang begitu simpel tapi sedikit aneh bagi Laura.

***

Arsa berada di ruangan kantornya, ia memijat pelan pelipisnya. Sebenarnya ia memikirkan bagaimana anaknya di rumah Laura, tentu ia tidak tenang. Apalagi Laura belum suka dengan kehadirannya. Tapi orang tua Laura terus meyakinkan dirinya jika Laura akan menjaga Glen dan Josh dengan baik.

Pekerjaannya tak kunjung usai dan malah semakin banyak, ditambah lagi dengan dirinya yang tak fokus. Percakapan antara dirinya dan Laura terngiang-ngiang di kepalanya. Penolakan terjadi untuk yang kesekian kalinya. Tentu saja hatinya sakit, tapi mau bagaimana lagi, perjuangan memang semenyakitkan ini.

Sampai sekarang ia masih berharap Laura mau menerima perasaannya, terlepas dari masa lalunya itu. Kalau menyerah itu sama saja menyiksa perasaannya sendiri. Perjuangannya untuk mendapatkan Laura belum usai. Cinta ada karena terbiasa, terbiasa bersama akan membentuk rasa.

Arsa merasa pusing dan kewalahan dengan beban masalah yang menimpanya, baik di kantor maupun dalam kehidupan pribadinya. Di kantor, ia dihadapkan pada tugas-tugas yang menuntut waktu dan perhatian yang lebih, dengan deadline yang semakin dekat dan tantangan yang kompleks. Semua itu menimbulkan tekanan dan membuatnya merasa terbebani.

Sementara itu, dalam kehidupan pribadi, Arsa juga menghadapi beberapa masalah yang belum terselesaikan. Beberapa masalah tersebut berkaitan dengan hubungan dengan keluarga dan juga urusan pribadi yang mempengaruhi kehidupan sehari-harinya. Ia merasa terjebak di antara tuntutan pekerjaan yang membutuhkan perhatian dan waktu, sementara masalah pribadinya juga terus menyeruak dan mengganggu pikirannya.

Dalam keadaan ini, Arsa merasa pusing dan kesulitan mengatasi semua masalah yang menghimpitnya. Ia mencoba mencari solusi yang tepat dan menyeimbangkan antara tugas-tugas kantor dan kebutuhan pribadinya, namun terkadang rasanya begitu rumit dan sulit. Ia berharap bisa menemukan jalan keluar yang baik untuk menghadapi semua masalah yang ada, baik di kantor maupun dalam kehidupan pribadinya, sehingga bisa kembali merasakan ketenangan dan keseimbangan dalam hidupnya.

Tiba-tiba saja sekretaris Arsa masuk ke ruangan Arsa setelah mendapatkan panggilan dari Arsa. "Halo, bisa tolong panggilkan laporan keuangan terbaru untuk rapat besok pagi?"

"Tentu, Pak Arsa. Saya akan segera mengirimkannya melalui email."

"Terima kasih. Oh iya, apakah ada kabar terbaru dari klien? Sudah ada tanggapan atas proposal yang kami kirimkan?"

"Belum ada tanggapan langsung, Pak Arsa. Namun, saya telah mengirimkan reminder kepada mereka dan sedang menunggu respons. Saya akan segera memberi tahu Anda begitu ada perkembangan."

"Baiklah, terima kasih atas updatenya. Juga, tolong hubungi tim pemasaran dan minta mereka untuk menyiapkan presentasi terbaru untuk pertemuan dengan klien besok siang."

"Akan saya sampaikan pesan tersebut, Pak Arsa. Apakah ada yang lain yang perlu saya bantu?"

"Untuk saat ini, itu saja. Tetapi jika ada hal penting lainnya, saya akan segera memberitahu Anda. Terima kasih atas bantuannya."

"Sama-sama, Pak Arsa. Jika ada yang perlu Anda sampaikan atau dibantu, jangan ragu untuk menghubungi saya. Saya siap membantu Anda dengan segala kebutuhan administratif."

"Terima kasih, saya sangat mengapresiasi. Sampai jumpa besok pagi untuk rapat."

"Sampai jumpa, Pak Arsa. Semoga rapat berjalan lancar."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!