Berusaha menerima takdir

Arsa berada di ruang kerjanya, bersama dengan salah satu bawahan kepercayaannya. Melihat beberapa dokumen yang berisikan informasi penting, itupun ia harus mengeluarkan uang banyak agar bisa mendapatkan informasi itu.

Salah satunya tersemat sedikit informasi tentang Laura, yang sengaja ia tutupi dari orang tua Laura. Masa lalu Laura ia selidiki, mulai dari siapa mantan Laura, siapa teman Laura, dan beberapa hal penting lainnya.

Uangnya ia gunakan untuk mengawasi Laura dari jauh, bahkan ia menyingkirkan orang yang berniat jahat kepada Laura. Intinya tanpa Laura sadari, ia melindungi dia dari jauh. Sengaja ia diam, karena ia tak mau Laura malah tidak nyaman setelah mendengar ini.

"Bagaimana dengan perusahaan saya?"

"Ada beberapa tikus kantor yang bisa saya basmi."

"Saya suka dengan kinerja dirimu, saya harap kamu cepat dan tangkas seperti ini. Saya minta laporan tentang dua mantan Laura saat ini."

"Salah satunya menjadi saingan bisnis anda, memiliki perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata. Saya menduga dia memiliki masalah dengan tuan besar."

Arsa menatap bawahannya itu. "Maksudnya?" tanyanya tak paham.

"Saya mendapatkan beberapa potret tentang dia, di mana dia bertemu dengan seseorang yang dulunya mantan asisten pribadi tuan besar. Gerak-geriknya begitu mencurigakan, tidak hanya itu saja. Mantan asisten tuan besar memakai pakaian tertutup."

"Tetap selidik jika menurut mu mencurigakan, saya menunggu kabar baik darimu."

"Baik tuan, saya permisi."

Arsa menghela nafas pelan, ia menutup kembali map itu. Berdiri dari posisinya dan berjalan ke sudut ruangan, membuka korden yang menutupi tembok. Seketika papan yang berukuran tidak terlalu besar menyambut penglihatannya.

Di mana terdapat banyak sekali foto seseorang yang saling terhubung satu sama lain. Terdapat laki-laki dewasa, paruh baya, sampai anak kecil terdapat di sana. Ini seperti misi rahasia yang akan ia pecahkan. Lahir dalam marga yang berpengaruh tidak terlalu menyenangkan.

Seperti musuh yang akan diturunkan oleh keturunan, tapi ia tidak memiliki niatan untuk meneruskan musuh ini kepada anak-anaknya. Ia mau semuanya usai ketika Glen dan Josh beranjak dewasa.

Ia mau kedua anaknya hidup dengan tenang, tak seperti dirinya sekarang. Harus mengurus masalah yang banyak, belum lagi mengatasi orang-orang yang ingin menghancurkan dirinya. Sangat sulit, tapi ia masih bisa bertahan sampai sekarang.

***

4 perusahaan menolak lamaran kerja Laura dalam sekali waktu, tentu membuat Laura jengkel. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi. Ia capek cari kerja terus menerus, rasanya mau marah saja. Sedikit curiga, apakah ia terkena ilmu sihir hingga membuat perusahaan tak mau menerimanya?

Siapa yang tidak berpikiran buruk tentang ini, seharusnya ia bisa mendapatkan pekerjaan dalam waktu cepat, dan dengan gaji yang banyak. Seingatnya dulu ia pintar di sekolah, tapi mengapa rasanya sulit untuk mendapatkan pekerjaan? Apakah keberuntungan dunia tak lagi berpihak kepada dirinya?!

"Kalau enggak kerja gue mau ngapain di rumah? Kok gue curiga, apa jangan-jangan Arsa yang buat gue enggak keterima kerja? Tuh duda emang enggak beres."

"Awas aja kalau iya, gue pites tuh muka."

Laura keluar dari kamarnya, berjalan menuju ke halaman belakang. Di mana kedua orang tuanya berada di sana. Sesuai dugaannya, kedua orang tuanya duduk di kursi yang ada di depan sana. Langsung saja ia menghampirinya.

"Ma, pa, masak Laura di tolak kerja 4 kali." Laura berbicara dengan nada kesal.

"Itu artinya kamu harus nikah."

"Kok malah jadi kesitu sih." Laura semakin kesal dengan pernyataan itu.

"Laura, kamu mau mencoba berapa kali jika kamu tidak ditakdirkan bekerja hasilnya akan tetap sama. Bukan tanpa alasan mama mau kamu menikah dengan Arsa, karena mama tahu Arsa akan memberikan yang terbaik untuk kamu."

"Ma, aku tahu Arsa punya banyak uang. Tapi enggak semua kebahagiaan bisa dibeli dengan uang, Arsa bisa saja menyakiti aku mama."

"Kamu berkata seperti itu karena kamu belum kenal dengan Arsa. Dia berusaha keras mendapatkan kamu, tapi kamu malah menghindar dari dia."

"Laura, pernikahan adalah komitmen serius. Apakah kamu yakin bahwa ini adalah keputusan yang benar? Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?"

"Pa, Ma, aku sangat yakin dengan keputusan ini. Aku tidak ingin melanjutkan pernikahan hanya karena tekanan atau harapan dari orang lain. Saat ini, aku ingin fokus pada diriku sendiri, mengenal diri lebih baik, dan mengejar impian-impian ku. Aku percaya bahwa kebahagiaanku dan keluarga ini juga penting."

Laura menatap kedua orang tuanya dengan tatapan kecewa yang jelas terpancar dari matanya. Hatinya terasa berat karena mereka tidak menghormati keputusannya untuk menentukan nasib pernikahannya sendiri.

"Aku harap kalian bisa memahami betapa pentingnya kebebasan memilih pasangan hidup bagi aku. Aku ingin menemukan seseorang yang saya cintai dengan sepenuh hati, bukan karena dijodohkan oleh orang lain. Aku mengharapkan dukungan dan pengertian dari kalian sebagai orang tua."

Ibu Laura mencoba menyampaikan pesan yang lebih lembut.

"Sayang, kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Kami percaya bahwa kami memiliki pengalaman dan kebijaksanaan yang dapat membantu kamu dalam menentukan pasangan hidup yang tepat."

Laura tetap tegar dalam pendiriannya.

"Aku menghargai saran dan kepedulian kalian, tapi saya perlu mengambil keputusan sendiri. Aku ingin menemukan seseorang yang mencintai aku apa adanya dan membangun hubungan yang didasarkan pada kesetaraan dan kebahagiaan bersama. Aku berharap kalian bisa mendukung pilihan ku."

Papa Laura mengangkat tangannya dengan rasa frustrasi.

"Laura, kami hanya ingin melihatmu bahagia"

Laura merasa sedih dengan reaksi kedua orang tuanya. Dia berharap bahwa waktu akan menyembuhkan luka dan memberi mereka kesempatan untuk menerima keputusannya.

Ketika mereka bertiga duduk dalam keheningan yang tegang, Laura berharap bahwa dengan waktu, orang tuanya akan bisa menerima dan mendukung keputusannya. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap kuat dan berusaha menjalani hidup sesuai dengan keinginannya, walaupun harus berhadapan dengan rintangan dan ketidaksetujuan dari keluarganya.

"Udahlah ma, pa, ngomong sama kalian buat aku capek aja. Kayaknya Laura udah capek ngomong sama papa sama mama kalau Laura enggak suka dengan Arsa."

Laura pergi dari sini tanpa mempedulikan panggilan dari kedua orang tuanya yang menyuruh dirinya untuk berhenti. Datang ke sini niatnya untuk meminta bantuan, tapi malah membicarakan tentang Arsa. Membuat hatinya semakin tak karuan saja.

Juga pelet apa sih yahh Arsa gunakan hingga membuat orang tuanya seperti ini?! Hanya Arsa yang bisa mendapatkan hati kedua orang tuanya. Ia benar-benar merasa jengkel, udah duda, bukannya cari janda malah cari dirinya.

Apakah Arsa tak takut ia hanya kau hartanya saja dan malah mencampakkan kedua anaknya? Arsa orang kaya, tapi pikirannya dangkal sekali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!