Liam langsung tertawa mendengar ucapan Neta. Ternyata itu yang dipikirkan Neta.
“Tentu saja tidak, Kak. Aku tidak kekurangan sama sekali.” Liam mengulas senyumnya. “Aku hanya ingin meminta hakku, Kak. Restoran itu awalnya dibangun oleh mama. Dari uang mama. Jadi aku berhak untuk itu.” Liam mencoba menjelaskan pada Neta.
Akhirnya Neta tahu alasan Liam. Dia merasa jika alasan itu masuk akal. Sebagai anak, Liam pun punya hak atas restoran itu.
“Lalu apa tanggapan Pak Josep? Apa dia akan menyerahkan hakmu?” Neta penasaran sekali.
“Sepertinya dia tidak akan memberikan dengan mudah. Karena dia memilih jalur hukum.” Liam tersenyum pahit. Dia mengingat bagaimana papanya memutuskan untuk menempuh jalur hukum.
Neta tidak menyangka akan serumit itu. Di saat ini, Neta dilema. Di sisi lain keluarga Leo sangat dekat dengan keluarganya. Namun, Liam juga adalah bagian dari panti asuhan, dan dia menyayangi Liam seperti menyayangi adiknya sendiri.
“Apa kamu butuh bantuan?” tanya Neta ragu.
“Tidak, Kak.” Liam menggeleng. “Sejauh ini aku masih bisa mengatasinya.” Liam tidak mau merepotkan siapa-siapa. Termasuk keluarga Fabrizio.
Neta bersyukur sekarang Liam sangat mandiri. Tampak begitu berani. Pembawaannya yang tenang pun masih sama seperti Liam kecil.
“Baiklah, kalau begitu. Aku turut senang. Jika ada apa-apa tolong kabari aku.” Neta tentu saja ingin sekali tahu perihal Liam.
“Tentu saja.” Liam merasa punya keluarga ketika Neta menyambutnya dengan baik. Rasa yang sudah sekian lama tidak dirasakan sejak sang mama meninggal.
“Bagaimana dengan Cinta, Kak. Apa dia membenci aku karena aku tidak memberikan kabar?” Liam begitu penasaran sekali. Karena sampai detik ini Loveta belum mengenalinya.
Neta terdiam sejenak. “Sejujurnya dia begitu kecewa. Sejak kamu tidak memberikan kabar, dia menangis. Mempertanyakan kenapa kamu tidak memberikan kabar. Kami mencoba memberikan pengertian. Sampai akhirnya, kami tidak pernah membahas namamu lagi di depan Cinta sejak itu. Perlahan dia lupa kesedihannya itu dan sepertinya dia lupa akan dirimu.” Neta menceritakan bagaimana dia dan suaminya memberikan pengertian pada Loveta. Itu penuh perjuangan sekali.
Pantas dia tidak mengenali aku sama sekali. Ternyata memori tentang aku sudah dihapus.
“Aku akan mencoba meminta maaf nanti jika bertemu dengannya.” Liam merasa jika memang seharusnya dirinya meminta maaf atas apa yang terjadi di masa lalu.
“Tapi, bisakah kamu menyembunyikan fakta jika kamu kakak Leo untuk sementara waktu sampai dia memaafkanmu?” Neta menatap Liam penuh harap.
“Memangnya kenapa?” Liam begitu penasaran sekali.
“Dia kecewa padamu yang tidak memberikan kabar. Jika ditambah dia tahu kamu kakak Leo, aku rasa dia akan membencimu. Sewaktu dia menceritakan tentang kakak Leo, dia terlihat tidak suka sekali. Jadi aku takut dia tidak menerima kamu jika tahu kamu kakak Leo.”
Liam mengerti yang dimaksud oleh Neta. Memang dua hal itu akan membuat Loveta membencinya. Jadi minimal dia harus mendapatkan salah satu maaf dulu.
“Baiklah, Kak. Aku mengerti.” Liam mengangguk.
...****************...
Suara ponsel Liam berdering. Liam mengambil ponselnya yang diletakkan di atas nakas. Saat melihat jika yang menghubungi adalah Loveta, Liam segera menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Liam segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin segera mendengar suara indah Loveta.
“Halo.” Suara bass Liam menyapa Loveta di seberang sana.
“Halo, Pak Wiliam. Maaf mengganggu. Saya ingin mengantarkan kemeja Anda. Apa Anda punya waktu?” tanya Loveta.
Mendapati Loveta ingin mengajaknya bertemu, tentu saja itu membuatnya merasa begitu senang sekali. Paling tidak, dia bisa bertemu dengan Loveta.
“Tentu saja bisa.” Liam segera menjawab cepat.
“Kalau begitu sore ini saya akan mampir ke hotel setelah pulang kerja.”
“Baiklah, aku akan menunggumu.”
Sambungan telepon berakhir. Liam begitu senang sekali ketika Loveta ingin mengajaknya bertemu sore ini. Tak sabar untuk bertemu Loveta.
Liam segera mencari pakaian terbaiknya. Tak mau tampil buruk di depan Loveta. Dia harus membuat Loveta terpesona.
Setelah bersiap, Liam segera pergi untuk menunggu Loveta di restoran. Liam tak mau sampai Loveta menunggunya.
“Permisi.” Loveta menyapa Liam yang duduk di restoran.
“Kamu sudah datang.” Liam berbinar ketika melihat Loveta datang. Dia segera mengulurkan tangannya.
“Maaf jalanan sedikit macet. Apa Pak Wiliam menunggu lama?” Loveta merasa begitu tidak enak.
“Belum terlalu lama. Hanya menghabiskan satu cangkir kopi.” Liam mengulas senyumnya. Memamerkan cangkir kopi yang kosong.
“Astaga, sepertinya Anda menunggu cukup lama.” Loveta melihat cangkir kopi yang kosong. Orang yang bersantai bisa menghabiskan waktu lima belas menit sampai setengah jam menikmati kopi. Artinya selama itu Liam menunggunya.
“Jika kamu merasa bersalah, sepertinya kamu harus menggantinya menemani dengan meminum secangkir kopi bersama.” Liam tentu tidak mau melepaskan kesempatan emas itu.
“Maaf sekali, aku harus pulang. Tadi aku berniat memberikan kemeja ini saja.” Loveta menolak ajakan Liam seraya memberikan paper bag pada Liam.
Sedih sekali ketika mendapati penolakan oleh Loveta. “Sayang sekali padahal aku ingin meminta tolong karena aku tidak mengenal siapa-siapa di sini.” Liam pura-pura bersedih.
Melihat Liam yang ingin meminta tolong membuatnya tidak tega sekali. Apalagi dia tahu Liam baru tinggal di Indonesia.
“Baiklah.” Akhirnya Loveta setuju. Dia sendiri juga tidak mengerti, kenapa dia mau saja ketika diajak Liam. Mulai diajak bertemu sampai diajak minum kopi bersama. Perasaan yang tenang ketika bersama Liam, membuatnya tidak takut pada Liam.
Tawaran yang diterima membuat Liam begitu senang. Dengan segera, dia menari kursi untuknya.
Untuk sesaat, Loveta terkesiap. Ini pertama kali diperlakukan sopan oleh pria. Leo yang menjalin hubungan dengannya cukup lama saja, tidak pernah menaikkan kursi untuknya.
“Terima kasih.” Loveta menarik senyum tipis di sudut bibirnya.
Liam segera memberikan isyarat pada pramusaji. Saat pramusaji datang, mereka berdua memesan dua cangkir kopi.
“Coba cek dulu kemejanya. Aku sudah mencucinya bersih. Semoga Pak Wiliam masih bisa memakainya.” Loveta melihat ke arah paper bag yang diberikannya pada Liam.
Dengan segera Liam mengambil kemeja dari paper bag. Melihat noda yang ada di kemejanya.
“Sepertinya kamu berusaha keras membuat nodanya hilang.” Liam tersenyum melihat nodanya hilang.
“Untuk barang mahal, rasanya aku memang harus bekerja keras.” Loveta tersenyum.
“Sepertinya kamu tahu banyak tentang barang mahal.” Liam memasukkan kemeja ke dalam paper bag lagi. Kemudian meletakkan paper bag.
“Tentu saja aku tahu. Karena aku bekerja di bidang fashion,” jelas Loveta.
“Kamu seorang desainer?” tanya Lian memastikan.
“Desainer perhiasan lebih tepatnya.”
“Pantas saja.” Liam ingat sekali jika Loveta hobi sekali menggambar. Mamanya punya toko perhiasan. Jadi wajar jika dia mengikuti jejak sang mama.
Kopi yang mereka pesan akhirnya datang juga. Membuat mereka yang mengobrol harus terjeda lebih dulu. Mereka berdua menikmati kopi yang dipesan.
“Tadi Anda bilang mau minta bantuan. Bantuan apa?” tanya Loveta sesaat meletakkan cangkir kopi miliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Susillah
setelah tau siapa pak Wiliam pasti cinta mendadak benci...😁😁
2023-09-25
1
anonim
Loveta blaaassss lupa ma Liamnya wkwkwk🤪🤪
2023-07-08
0
sakura🇵🇸
yuk lolo bisa yuk pindah ke lain hati🤭 pokoknya kau maunya sama liam aja
maaf ya leo,meskipun kamu baik tp aku tetep dukung liam
2023-07-06
0