Perubahan sikap Brian pada Venna yang mulai dingin padanya membuat Venna sedang memikirkan apa kesalahannya. Sudah dua pekan ini, Brian tidak pernah mau menyentuhnya dengan alasan sibuk bekerja atau kelelahan. Bahkan Venna selalu menemukan Brian tidur di sofa di ruang kerjanya.
Saat pagi tiba Brian baru masuk ke kamarnya hanya untuk mandi dan mengenakan pakaian kerjanya lalu berangkat kerja tanpa mau mengecup bibir Venna ataupun pipi bayi kembar mereka.
"Apakah kamu sedang marah kepadaku Brian?" Tanya Venna saat Brian menghampiri mobilnya.
"Tidak."
"Baiklah. Kalau kamu merasa pekerjaanmu lebih penting, apakah aku bisa pulang ke Indonesia dengan baby kembar kita?"
"Pulanglah." Ucap Brian tanpa ekspresi.
"Baiklah. Kalau begitu segera urus surat perceraian kita." ucapan Venna terdengar lembut namun begitu menusuk sampai ke jantungnya.
Usai mengatakan itu, Venna membalikkan tubuhnya dengan langkah mantap menuju kamarnya. Venna menahan air matanya sedemikian rupa agar tidak menetes agar tidak memperlihatkan kelemahannya pada sang Suami.
Brian masih terpaku ditempatnya berdiri, mencerna ucapan Venna yang tidak ia sangka-sangka. Ia menutup lagi pintu mobil yang tadi sudah ia buka dan berencana menyusul istrinya ke kamar.
Venna menangis sesenggukan di kamarnya tanpa tahu Brian sudah ada di belakangnya." Maafkan aku Venna!" Ucap Brian lalu memeluk tubuh istrinya.
"Lepaskan aku Brian! Dan silakan berangkat kerja. Bukankah selama ini kamu selalu mengeluh sedang sibuk kerja?" Ucap Venna yang sudah menghentikan tangisnya.
"Baiklah. Aku akan pulang kerja lebih cepat nanti, berilah ciuman mesramu untukku!" pinta Brian membalikkan tubuhnya Venna menghadap dirinya.
Brian melabuhkan bibirnya pada istrinya yang terlihat belum bisa memaafkan dirinya. Pagutan bibir keduanya yang awalnya hanya sebagai ucapan perpisahan, malah beralih pada tuntutan yang diinginkan lebih oleh Brian.
Brian yang sudah lama tidak menyentuh istrinya akhirnya terbawa suasana yang membutuhkan sesuatu yang hangat pada miliknya.
"Sayang. Aku menginginkanmu." Suara serak lagi berat dengan tatapan sayu membuat Venna mengerti keinginan suaminya.
Ia melayani suaminya dan ingin memuaskan suaminya saat ini. Brian tidak egois, ia juga ingin memberikan kepuasan pada istrinya. Pergumulan terjadi hampir satu jam. Keduanya mengakhiri permainan panas mereka dengan nafas yang saling berkejaran hingga memburai kebekuan diantara mereka.
"Jangan mengabaikan aku lagi, Brian. Katakan saja letak kesalahanku agar aku tidak selalu menebak di dalam isi kepalaku tentang apa yang kamu tidak sukai dariku. Jika kamu ingin kita berpisah, ayo kita berpisah. Sampaikan keberatanmu yang tidak membuat kamu nyaman. Jika aku dibuat kamu bingung lagi, kamu hanya akan menemukan mayatku nanti."
"Tidak lagi sayang. Aku janji tidak akan mengabaikan kamu lagi."
Brian mengecup kening istrinya. Ia meminta ijin untuk menghubungi asistennya bahwa ia tidak bisa masuk hari ini. Baru saja mengabari asistennya, tidak lama ada notifikasi pesan yang masuk di ponselnya Brian.
Brian segera membaca pesan itu." Selamat pagi tuan Brian! Hasil tes DNA milik bayi kembar anda sudah keluar." Tulis isi chating itu.
Brian bingung bagaimana caranya untuk mengambil hasil laporan tes DNA itu. Sementara dia sudah menghubungi asistennya kalau dia ingin libur hari ini. Brian akhirnya memutuskan untuk mengambil hasil tes DNA bayi kembarnya besok pagi.
Hari itu, Brian seperti pengantin baru yang kesurupan ingin bercinta dengan istrinya setiap saat. Mereka akan istirahat hanya untuk makan ataupun ingin berenang di kolam renang itu.
...----------------...
Keesokan paginya, Brian segera ke rumah sakit dengan hati yang tidak bisa ia gambarkan saat ini. Ia terus berharap bahwa bayi kembarnya itu adalah miliknya bukan milik orang lain.
Setibanya di rumah sakit, Brian masuk ke ruang kerja milik dokter Vincent yang juga sahabatnya itu.
"Brian. Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu. Kenapa kamu tega melakukan tes DNA pada bayi kembarmu sendiri? apakah kamu tidak percaya kepada istrimu?"
"Aku hanya ingin meyakinkan diriku bahwa anak yang dikandung istriku adalah anakku."
"Apakah dia hobi berganti pasangan hingga kamu akhirnya jatuh cinta padanya?"
"Justru aku mendapati dia masih perawan."
"Lalu apa masalahnya?"
"Aku memperkosanya dan meninggalkannya setelah itu dalam keadaan pingsan. Mungkin saja setelah aku memperkosanya, masih ada orang lagi yang memperkosanya."
"Astaga Brian! Apakah kamu memperkosa dirinya dalam keadaan mabuk?"
"Aku hanya minum dua gelas Vodka dan di minumanku itu ada obat perangsangnya. Saat itu aku sedang berada di sebuah klub malam. Aku berjalan sempoyongan tanpa arah.
Tapi pikiranku masih sedikit waras saat melihat mobilku. Dan di saat yang sama aku melihat seorang gadis yang sedang buru-buru membuka pintu mobilnya. Tanpa dilihat olehnya, aku langsung membekap mulutnya lalu memasukkan ke dalam mobilku di bagian jok belakang mobil.
Dia berteriak ketakutan saat aku dengan kasar menyingkap roknya dan langsung memperkosanya karena sudah terbakar birahi. Setelah puas melampiaskan hasratku, aku menurunkan tubuhnya dan ku tinggalkan dia begitu saja di bawah mobilnya dalam keadaan ia sudah pingsan." Ungkap Brian panjang lebar.
"Dengar Brian! Aku hanya ingin mengatakan kepadamu bahwa kamu adalah pria egois yang menjijikkan. Kamu dalam keadaan mabuk ditambah obat perangsang yang sengaja orang lain menjebakmu entah itu siapa? Mana mungkin seorang yang otaknya sudah tidak bisa lagi berpikir waras masih bisa ingat tidak mengoyak bajunya apalagi tidak melakukan kekerasan pada tubuhnya dan wajahnya. Kau sangat membuatku kecewa. Pikirkan kalau itu terjadi pada keluargamu walaupun kamu tidak punya saudara perempuan, setidaknya pikirkan jika itu terjadi pada ibumu atau saudara sepupumu." Ucap dokter Vincent menahan geram.
Brian terdiam sambil mengingat sesuatu potongan memori yang samar dan terkadang timbul tenggelam.
"Baiklah. Untuk membuktikan perkataan diantara kaki siapa yang salah dan benar dengan tes DNA ini." Ucap Brian.
"Silakan dibuka! Aku yakin kalau itu adalah anak kandungmu. Jika itu anak orang lain segera ceraikan istrimu walaupun kamulah yang awalnya menghancurkan hidupnya." Ucap dokter Vincent membuat Brian terlihat frustasi.
Brian membuka laporan tes DNA itu dengan pisau pembuka surat. Wajahnya terlihat keruh dan langsung tertuju pada angka keabsahan laporan itu yaitu bukti yang sebenarnya adalah anak kembarnya itu memiliki 9, 99 persen bahwa bayi kembarnya itu adalah anak kandungnya.
Ia segera menyerahkan surat itu pada sahabatnya itu dan dokter Vincent tersenyum bahagia." Apa aku bilang. Mereka itu anak kandungmu. Aku harap jangan memikirkan hal yang tidak-tidak pada istrimu. Oh iya apakah aku boleh melihat wajah istrimu itu?"
Brian menyerahkan ponselnya di mana foto Venna menjadi wallpaper ponselnya. Dokter Vincent mengagumi kecantikan Venna." Bro. Jika kamu tidak menginginkannya, berikan dia padaku. Aku akan melakukan apapun untuk membahagiakan dirinya sekalipun dia adalah pelacur sekalipun." Sarkas dokter Vincent membuat Brian ingin menonjok wajah Vincent yang langsung reflek mempertahankan wajahnya dari serangan Brian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
suti markonah
dasar brian kurang di hajar~ anak sendiri di ragukan ,skrng malu ga tu hasil tes DNA~ sak udele dewe
2023-04-14
2