Walaupun saat ini, ayahnya sedang marah dan tidak menyetujui hubungannya dengan Bryan, Venna masih bisa bernafas lega karena ia sudah mendapatkan kartu nama milik Brian. Venna meminta ponsel miliknya pada sang ibu.
"Mami...! Apakah ponselku ada sama ibu?"
"Iya sayang. Sebentar ibu ambilkan dulu." Ucap nyonya Venny.
Beberapa menit kemudian, Nyonya Venny menyerahkan ponsel milik putrinya beserta changer.
"Sekarang kamu istirahat dulu. Jangan banyak berpikir yang tidak-tidak. Kasihan bayimu. Mereka masih butuh perhatian kamu." Ucap Nyonya Venny.
"Baik Ibu."
Venna mengunci pintu kamarnya. Ia ingin menghubungi nomor kontak Brian. Pria tampan itu yang sedang fokus meeting di kaget kan dengan bunyi ponsel miliknya membuat ia curiga kalau nomor itu milik Venna.
Brian meminta Asistennya Alex mengambil alih memimpin meeting. Ia menerima panggilan Venna sambil keluar dari ruang meeting.
"Selamat sore Brian!"
"Apakah ini kamu Venna?"
"Iya. Ini nomor aku. Tolong di save ya!"
"Kenapa baru menghubungi aku? Padahal aku sudah menunggu telepon kamu selama satu pekan ini."
"Maaf Brian! Aku harus menunggu ayahku kembali ke Jakarta dulu baru bisa hubungi kamu."
"Apakah kamu masih berada di Paris?"
"Iya."
"Apakah aku boleh bertemu denganmu?"
"Aku takut ibuku tidak mengijinkan kamu menemuiku atas permintaan ayah."
"Kalau begitu kita pacaran backstreet saja."
"Bagaimana caranya aku bisa keluar?"
"Nanti aku minta dokter Claire untuk menemuimu dan mengajak kamu jalan-jalan."
"Ide mu tidak buruk juga."
"Satu jam lagi kita ketemu. Nanti Claire yang akan mengantarkan kamu di apartemenku. Apakah kamu mau, sayang?"
"Baiklah."
Tidak lama kemudian, dokter Claire datang untuk memeriksa keadaan Venna. Sementara nyonya Venny ikut menemani putrinya.
"Nyonya Venny. Apakah aku boleh mengajak Venna untuk jalan-jalan karena ia harus terbiasa dengan lingkungan di luar rumah untuk menyegarkan lagi pikiran dan suasana hatinya."
"Baiklah. Tolong antarkan lagi putriku ke sini..!"
"Baik Nyonya Venny."
Venna mengucapkan banyak syukur karena rencananya berhasil. Tidak lama kemudian, dokter Claire menepikan mobilnya karena Brian sudah menjemput Venna ditempat yang sudah disepakati oleh keduanya.
"Terimakasih dokter Claire. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu."
"Tidak apa Venna. Sesungguhnya kita berdua adalah saudara ipar karena pria yang kita sukai adalah saudara kembar." Ucap Claire.
"Benarkah?" Venna tersipu malu.
Brian membuka pintu mobil untuk wanitanya dan keduanya terlihat malu-malu. Sang sopir langsung mengantar keduanya ke apartemen milik Brian.
Venna duduk sedikit menjauh dari Brian. Entah mengapa ia merasa menjadi canggung saat ini di depan Brian. Padahal di rumah sakit ia masih mau di peluk dan dicium oleh Brian.
"kenapa aku menjadi canggung begini?" Batin Venna.
"Apakah kamu baik-baik saja, Venna?"
"Iya Brian."
Setibanya di apartemen, keduanya masuk ke dalam lift. Brian yang tidak sabar langsung memeluk Venna membuat gadis merasa gugup.
Saat pintu lift terbuka, Brian menggendong tubuh Venna dengan entengnya menuju unit apartemennya.
Keduanya sudah masuk ke dalam kamar itu dan Brian membaringkan tubuhnya Venna ditempat tidurnya. Brian membuka jasnya dan juga arloji miliknya. Ia lalu mendekati tubuh Venna.
"Apa kabar dengan bayi kita?"
"Baik."
"Boleh aku memegang perutmu?"
Brian mengusap perut Venna sambil merasakan pergerakan calon bayi kembarnya yang ikut merespon usapan tangan Brian." Apakah kalian merindukan Daddy, sayang?" Tanya Brian dengan mata berkaca-kaca.
Venna yang melihat mata Brian menahan tangis membuat ibu hamil ini ikut menangis.
"Kenapa kamu menangis Brian ?"
"Karena aku tidak mengikuti perkembangan mereka dalam rahimmu. Terimakasih sudah mau mengijinkan mereka hidup di rahimmu. Tolong maafkan aku Venna!"
Venna terlihat diam. Seakan tidak nyaman jika Brian selalu mengungkit masa lalu kelamnya. Brian langsung paham dan mengambilkan hadiah untuk Venna yang sudah ia siapkan untuk gadis itu.
"Venna! Aku ingin memberikan sesuatu untukmu."
"Apa?"'
"Sebentar sayang." Brian mengambil sebuah kotak hitam dari meja nakas nya lalu diserahkan kepada Venna.
Venna membuka kotak itu dengan wajah berbinar. Walaupun dia sendiri putri Sultan yang selalu di manjakan dengan kemewahan, tapi ia tetap bahagia yang memberikan untuknya adalah Brian.
"Apakah kamu suka?"
"Hmm!"
"Mau aku kenakan di jarimu?"
Venna mengangguk. Brian menyematkan cincin berlian pada jari manis Venna.
"Terimakasih Brian!"
"Dengan senang hati sayang."
Brian menatap wajah cantik Venna yang terlihat sangat cantik dengan polesan make up lembut menghiasi wajahnya. Di tambah dengan dress berwarna hitam selutut tanpa lengan makin membuat Venna memancarkan aura kecantikannya.
Deru nafas Brian menerpa wajah Venna membuat Venna makin terangsang untuk ingin disentuh. Brian menempelkan wajah mereka dan memagut bibir Venna dari menuntun hingga menuntut.
Venna membalas ciuman Brian makin berani dan tangan Brian sudah mulai mengabsen tiap jengkal tubuh Venna. Brian melepaskan dress milik Venna hingga terpampang tubuh Venna dengan perut besarnya yang terlihat sangat seksi di mata Brian.
Brian melepaskan kedua penutup aset berharga Venna. Ia menatapnya dengan seksama sambil mengagumi apa yang di miliki Venna.
"Boleh aku menyentuhnya sayang?"
Venna mengangguk. Mendapat lampu hijau dari Venna, Brian membenamkan mulutnya untuk menikmati melon madunya itu secara bergantian.
Tapi sesaat kemudian, perasaan Venna mulai gelisah. Bayangan pemerkosaan itu kembali menghantuinya. Ia mendorong tubuh Brian untuk menjauhinya. Wajah Brian terlihat memerah karena menahan hasrat yang sudah mengubun.
Melihat wajah Brian penuh naf*su padanya, Venna menarik selimut menutupi tubuhnya." Jangan lakukan itu. Apakah kamu yang memperkosaku?"
Venna menjadi seperti orang lain. Rupanya jiwa Venna belum seratus persen pulih. Brian mengerti akan hal itu.
"Maafkan aku Venna! Aku terlalu cepat memaksakan kehendak ku untuk bercinta denganmu. Rupanya kamu masih trauma dengan malam sialan itu. Kenakan lagi pakaian mu. Aku tunggu di luar." Ucap Brian.
Beberapa menit kemudian, Venna sudah rapi kembali. Venna mencopot lagi cincin dari jari manisnya dan meletakkan cincin itu di dalam kotaknya. Ia tinggalkan cincin itu di atas kasur dan keluar dari kamar Brian. Brian sangat menyesal atas perbuatannya yang tidak sabar untuk menyentuh Venna.
"Dasar kamu sangat bodoh, Brian! Harusnya kamu menikahinya dulu dan memastikan dia mau atau tidak. Dasar sial." Brian merutuki dirinya sendiri.
"Aku mau pulang." Pinta Venna.
"Sayang...! Aku minta maaf sudah memaksamu." Tapi Venna tidak peduli. Ia segera membuka pintu utama itu dan berjalan menuju lift.
"Ah, sial!"
Brian mengambil kunci mobilnya lalu mengejar Venna yang sudah hampir masuk ke lift.
"Venna. Tunggu sayang!"
Keduanya sudah turun ke lantai satu. Kemesraan tadi yang baru terjalin digantikan suasana dingin diantara mereka. Brian harus mengantarkan Venna pada Claire.
"Sayang....! Apakah kamu membenciku?"
Venna berubah menjadi datar. Tatapannya yang terlihat muram membuat Brian makin dicekam rasa bersalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
MAKANYA, PIKIRAN ITU JGN HNY ZINAH, MNTANG2 BUDAYA KAFIR LO TDK MNGHARAMKN ELO BERZINAH, KN DOSA2 KALIAN SDH DITANGGUNG TUHAN KALIAN, DOSA APAPUN YG KALIAN LAKUKAN, SDH DITEBUS TUHAN KALIAN..
2023-07-12
1
Sulaiman Efendy
SHARUSNYA BRIAN JGN MLAKUKANNYA LAGI, TUNGGU SAMPE MNIKAH DN VENNA SDH BNAR2 SEMBUH... INI BLM APA2 SDH INGIN DIZINAHI LAGI, DASAR BULE KAFIR...
2023-07-12
0
Windarti08
maapin Thor... jadi Venna manggilnya Mami apa Ibu nih... kok ganti-ganti dalam satu kalimat
2023-05-11
1