Sesampainya di cabang perusahaan Bride's Company kota B. Para karyawan yang melihat kedatangan CEO mereka secara mendadak sangat lah terkejut. Mereka sama sekali tidak memiliki persiapan untuk menyambut kedatangan atasan mereka.
Seluruh karyawan yang mendengar kedatangan Zein langsung menghentikan pekerjaan mereka masing masing, mereka semua langsung berkumpul di lobi dan berbaris dengan rapi dengan mimik muka yang cemas dan ketar ketir.
"Selamat datang tuan Zein, kenapa anda tidak mengabari kami supaya bisa menyambut kedatangan anda dengan layak," ucap manajer yang bernama Arthur lelaki paruh baya berumur 48 tahun.
Zein hanya diam dengan wajah dingin tidak menyahuti ucapan lelaki itu, sehingga membuat Arthur seketika bungkam. Begitu juga dengan karyawan lain mereka hanya bisa menundukkan kepala masing masing karena melihat wajah atasan mereka yang kurang baik. Zein menatap mereka semua satu persatu dengan mata memicing,
"Ada apa tuan?" tanya Arthur memberanikan diri.
Zein langsung menatap lelaki paruh baya itu tajam. Arthur menelan saliva nya kasar mendapat tatapan membunuh dari Zein, ia langsung menundukkan kepala tidak berani menatap sang atasan.
Alya yang baru selesai dari toilet, melihat seluruh karyawan berkumpul di lobi langsung bergegas menghampiri yang lainnya. "Eh lia kau dari mana saja?," bisik temannya, kepada Alya yang baru berdiri di sampingnya.
"Duh aku dari toilet, ini kenapa semuanya berkumpul di sini sih?," bisik Alya sembari memindai ke sekeliling, tatapannya berhenti kepada seseorang yang berdiri tegap di tengah tengah mereka.
"Itu Boss kita datang mendadak, biasanya dia jarang kesini," timpal Alin dengan nada pelan. Alya hanya terdiam masih menatap lelaki itu, ya siapa lagi kalau bukan Zein.
Alya teringat dengan sahabatnya yang di bawah oleh lelaki itu, entah apa kabar Celin saat ini Alya sungguh tidak tau, Celin juga tidak bisa di hubungi sama sekali.
Sungguh Alya sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu, entah apa yang telah lelaki itu lakukan kepada sahabatnya sehingga Celin tidak pernah pulang.
Beberapa detik kemudian tatapan mereka bertemu. Zein menatap Alya tak kalah tajam, dia baru mengingat bahwa perempuan itu adalah orang yang bersama Celin waktu tempo hari.
Iya dia melihatnya, saat itu Celin sempat mengirimkan pesan untuk menjemputnya. Saat tiba di titik lokasi yang sahabatnya itu kirim, Alya di kejutkan melihat Celin di bawa seorang pria. Ia sempat mengejar, namun hilang jejak dia bahkan tidak tau di mana kediaman pria itu.
Melihat tatapan tajam dari Zein, Alya langsung menelan saliva nya sambil menunduk. "Kenapa mukanya seram sekali, ya allah bagaimana nasib sahabatku," batin Alya merasa sedih, seketika Alya berkeringat dingin sambil meremas kedua tangannya.
"William," perintah Zein, tanpa di ucapkan William langsung memahami maksud sang atasannya itu. Masih dengan wajah dingin dan tatapan setajam mata elang, Zein berjalan dengan langkah lebar menuju ruangan miliknya yang jarang ia tempati.
Setelah kepergian Zein, William langsung membubarkan seluruh karyawan dan menyuruh mereka kembali bekerja. Namun William memicingkan mata melihat salah satu perempuan yang masih berdiri di sana.
"Hey kau tidak dengar apa yang saya ucapkan?," William menatap perempuan itu dingin. Ya dia adalah Alya
"Mm tu-tuan boleh saya bertanya?," ujar Alya gugup, dia meremas jari jarinya. William mengerutkan dahi lalu mengangguk.
"Silahkan, dua menit," titahnya dingin.
"Em Celin di mana tuan, dia baik baik saja kan....
Belum sempat Alya menyelesaikan ucapannya William menyela. "Stop, jika hal itu yang ingin kamu tanyakan, teman mu itu baik baik saja," masih dengan raut muka datar William langsung berlalu meninggalkan Alya, yang masih belum puas dengan jawaban dari asisten atasannya itu.
"Ck menyebalkan, tidak bos asistennya juga sama, sama sama menyeramkan demi apa coba!, bagaimana dengan nasib sahabatku ya tuhan," gerutu Alya dengan kesal, dengan terpaksa kembali bekerja.
Di dalam ruangan miliknya Zein duduk dengan kedua kaki berada di atas meja.
"Hey lepaskan kenapa anda menarik saya seperti ini tuan William," bentak Arthur. William hanya terdiam tidak menyahuti, dia menarik Arthur dengan paksa menuju ruangan Zein.
Sesampainya di ruangan yang amat luas di lantai paling atas, William mendorong Arthur sehingga tubuhnya nyaris hampir terjerembab ke lantai, beruntung lelaki paruh baya itu masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
"Tu- tuan....
"Berapa banyak uang yang kau korupsi?," tanya Zein to the point.
_To Be Continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments