Lima Belas

Zia naik ke lantai atas, dari tangga terhubung dengan kamar, sebelahnya adalah kamar Maryam, yang didekorasi sedemikian rupa menjadi kamar gadis kecil yang menyenangkan.

"Ma syaa Allah, cantiknya kamar ini," ucap Zia melihat isi kamar Maryam, tempat tidur sorong, meja belajar, lemari, dan rak mainan bernuansa pink ungu, boneka-boneka lucu tertata rapi di atas tempat tidur.

"Maryam pasti senang," ucapnya lagi.

Kemudian Zia menuju kamar paling depan yaitu kamarnya, Zia juga merasa takjub dengan kamar bernuansa putih abu itu, ia mencoba duduk di atas kasur ukuran king size itu.

"Ma syaa Allah empuknya," ucapnya. Lalu ia masuk ke kamar mandi, ada bathtub, shower, dan closet serba putih, ada juga double wastafel dengan cermin yang besar, ia membayangkan bisa cuci muka dan menggosok gigi bersama suaminya.

"Eh...apa sih Zia," gumamnya seraya tersenyum sendiri.

Selanjutnya ia beranjak menuju kamar ganti, dimana lemari-lemari besar dengan pintu kaca terlihat indah, meja rias dengan kursi Velvet yang mewah.

Ia kemudian membuka koper yang diletakkan Rayhan di samping bawah meja rias itu. Perlahan merapikan dan menata pakaiannya juga pakaian Rayhan dalam lemari kaca itu.

Kemudian ia berjongkok dan menangis, menangis sejadi-jadinya. Ia teringat kehidupannya bersama Maryam yang dia rasa cukup berat. Dulu yang hanya memegang uang bensin, sekarang bisa memegang dua kartu debit dengan isi yang tidak sedikit, dulu yang tinggal di kontrakan tiga petak, sekarang bisa tinggal di rumah yang megah. Dulu hanya bisa memakai lemari plastik yang berlubang, sekarang bajunya tertata rapi di lemari kaca yang besar. Dulu hanya bisa mengayuh sepeda, sekarang ia bisa menaiki motor juga mobil yang bagus.

"Zi...Zi..." panggil Rayhan. Ia baru saja masuk ke ruang ganti, hanya membalut bagian bawah tubuhnya dengan handuk, rupanya dia baru mandi.

Rayhan melihat Zia menangis, dan segera menghampirinya.

"Kamu kenapa Zi?" tanya Rayhan yang ikut berjongkok.

"Eh..maaf Mas," ucap Zia yang segera menghapus air matanya.

"Kamu nangis? Kenapa? Kamu ga nyaman bersamaku?" tanya Rayhan yang merangkul pundak Zia.

"Bukan Mas, bukan itu, ini air mata bahagia, Mas tahu kan kesulitan aku sebelum ini? Dan sekarang Mas Rayhan beri aku yang seperti ini, aku ga pernah membayangkan bisa dapat rumah, mobil, uang belanja," ucap Zia.

"Iya, aku paham, sekarang kamu tinggal bersyukur, dengan merawat sebaik mungkin apa yang sekarang kamu punya," ucap Rayhan. Zia mengangguk.

"Mas baru mandi? Mandi dimana? Tadi aku ke kamar mandi Mas Rayhan ga ada," tanya Zia.

"Mandi di kamar mandi luar, itu di depan kamar Maryam, sekalian nyobain kran air dan pemanasnya juga, udah oke semua Alhamdulillah, sekarang minta tolong siapkan baju aku untuk sholat, habis itu kamu mandi ya, aku tunggu untuk sholat Sunnah dulu,"

"Baik Mas," ucap Zia kemudian dengan segera menyiapkan pakaian ganti untuk Rayhan sebagai tugasnya yang pertama semenjak menjadi istri Rayhan. Rahyan berdiri dan bersandar pada pintu menunggu Zia menyiapkan pakaiannya.

"Ini Mas," ucap Zia. Dan Rayhan segera menerima seperangkat pakaian ganti untuknya.

"Jazaakillaahu khayran Zi, kamu mandi ya, aku tunggu, kita sholat bersama," ucap Rayhan.

"Baik Mas," dengan segera, Zia kabur ke kamar mandi, menutup pintu, dan bersandar di balik pintu, grogi... sangat grogi Zia, apalagi melihat Rayhan hanya memakai handuk di bagian bawah tubuhnya.

"Badannya kekar banget, perutnya ada roti sobeknya, oh ma syaa Allah, mimpi apa aku dapat suami ganteng dan gagah seperti itu, ma syaa Allah, sampe gemetar," gumam Zia melihat tangannya bergetar sendiri saking gugupnya.

Dan Zia segera mandi di bawah pancuran shower air hangat.

'Dulu harus masak air dulu kalau pengen mandi air hangat, sekarang langsung nyalain kran sudah hangat sendiri airnya...' batin Zia.

Setelah mandi dia menutup tubuhnya dengan bathrobe, membuka pintu sedikit, mengintip, dan rupanya Rayhan sedang duduk membaca Al Qur'an membelakanginya, pumpung Rayhan tidak melihat, ia segera keluar berlari ke kamar ganti.

Rayhan menoleh ke belakang, belum sempat ia melihat Zia karena bertepatan dengan Zia menutup pintu kamar ganti.

"Aku pakai baju apa ya..." gumam Zia. Melihat lihat isi lemarinya.

"Masa iya aku pakai daster," ucapnya ketika memegang daster yang biasa ia pakai ketika tidur dulu.

"Baju apa ini? Kenapa banyak banget lingerie menggantung di sini?" Zia bertanya-tanya sendiri karena ia tidak merasa memiliki baju-baju itu.

"Ah ini aja, ga terlihat terlalu sexy," ucap Zia setelah menemukan gaun tidur semata kaki warna hitam berbahan satin dengan kimono sehingga terlihat elegan. Zia memakai mukena sekalian karena mereka akan sholat Sunnah.

Zia keluar dari kamar ganti sudah memakai mukena sutra warna putih tulang seserahan dari Rayhan. Dia menggelar sajadah di belakang Rayhan. Kemudian mereka sholat sunnah.

Setelah sholat, Zia mencium tangan Rayhan, dan Rayhan mengecup pucuk kepala Zia. Tentu saja mereka berdua sangat gugup.

"Kamu bereskan sajadahnya ya, aku turun dulu ngecek pintu dan ambil minum," ucap Rayhan. Zia hanya mengangguk mengiyakan.

Sesuai dengan perintah suaminya, Zia melipat sajadah dan menyimpan kembali ke ruang ganti, dia juga melepas mukenanya. Menyisir rambut panjang sepinggangnya, dan memakai losion juga parfum di tubuhnya. Dia hanya bersiap jika malam ini juga Rayhan menginginkannya, namun dia tidak berharap banyak jika malam ini akan bersama, takutnya Rayhan juga masih enggan bersamanya, dan meminta mereka pelan-pelan saja pendekatannya.

Rayhan kembali ke kamar membawa teko air juga gelas untuk minum, supaya tidak naik turun jika kehausan. Ia tidak melihat Zia, namun pintu kamar ganti tertutup, Rayhan mengerti bahwa istri mudanya masih di dalam sana.

Zia keluar dari kamar ganti, ia melihat Rayhan duduk di sofa memandang tablet di tangannya, memeriksa pekerjaannya mungkin.

'Mas Rayhan ngapain itu, dia ga lihat aku, duh aku harus ngapain ini, masa iya langsung duduk di sebelahnya, ambil minum aja kali ya,' batin Zia, lali ia menuang air dari teko pada gelas, dan membawanya duduk di sofa dekat Rayhan, namun tidak terlalu dekat, masih ada jarak.

"Mas, mau minum?" tanya Zia menyodorkan gelas pada Rayhan. Rayhan menoleh ke arah Zia, dan ia beberapa saat tidak berkedip.

'Ma syaa Allah cantiknya Zia, baru kali ini ia membuka hijab di depanku, ah Alfina memang pintar memilih istri untukku,' batin Rayhan.

"Mas!" panggil Zia membuyarkan lamunan Rayhan.

"Ha..apa?"

"Mas Ray mau minum?" Zia mengulang pertanyaannya lagi karena Rayhan terlihat tidak fokus.

"Ah iya, aku minum," ucap Rayhan yang mengambil gelas dari tangan Zia, kemudian menenggak isinya hingga habis. Namun pandangan Rayhan masih tetap pada Zia.

Zia yang sadar dipandangi Rayhan hanya bisa menunduk malu.

"Zi, kamu cantik sekali, ma syaa Allah," ucap Rayhan seraya mendekati Zia, membelai rambut panjang Zia, kemudian mencium kening Zia.

"Kamu sudah siap?" tanya Rayhan. Zia memandang Rayhan, dan mengangguk pelan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!