Delapan Belas

Rayhan kembali ke rumah Zia pukul sembilan malam. Ia memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Zia di dalam garasi rumah itu, kemudian menutup pintu pagar dan memastikan pintunya terkunci.

Kemudian Rayhan masuk lewat pintu dalam garasi yang langsung membawanya ke dapur dan ruang makan.

"Assalamualaikum," sapa Rayhan, namun tidak ada jawaban terdengar. Rayhan menengok ke ruang tengah dan melihat Zia tertidur di sofa depan tv yang masih menyala, rupanya Zia menyetel saluran kajian ustadz.

Rayhan meraih remote tv dan mematikannya. Kemudian menggendong Zia seperti bridal style.

"Mas Ray," ucap Zia yang mulai terjaga.

"Diamlah Zi," ucap Rayhan.

"Turunkan aku Mas, aku jalan sendiri saja," Zia merasa malu digendong oleh Rayhan, karena dia memakai baju tidur yang sangat pendek.

"Ssst... Kita pengantin baru, bolehlah ada sesuatu yang romantis gini," ucap Rayhan dengan senyuman hangat yang membuat Zia meleleh. Padahal setiap mereka bersama, Rayhan selalu romantis menurut Zia.

"Kamu tunggu di sini ya, aku mau mandi dulu," ucap Rayhan setelah mendudukkan Zia di atas tempat tidur mereka.

Saat ini Zia masih belum percaya dengan apa yang terjadi di hidupnya. Mengalami kembali perasaan bahagia, bersyukur, dan hati yang kembali berdebar untuk seorang lelaki. Masih belum percaya, lelaki yang bersamanya di rumah itu telah menikahinya, memberikan banyak harta dan kebahagiaan untuknya. Masih belum percaya, bahwa kini ia tidak sendiri lagi. Namun ia tersadar, dan hatinya terasa sakit mengingat dia hanya jadi yang kedua, ada wanita lain yang tengah menantinya, ada hati lain yang dicintai suaminya.

Sejenak ia membayangkan bagaimana bila ia menjadi satu-satunya untuk lelaki itu, bila hanya dia yang menjadi istri sah Rayhan.

"Astaghfirullah...." gumamnya saat kembali sadar.

'Jangan serakah Zia, Alfina telah berbaik hati berbagi suami denganmu, sehingga kamu dapat bahagia seperti sekarang, ini sudah jadi resiko untuk pilihan hidupmu, setelah menerima Rayhan menjadi suamimu,' batin Zia menguatkan diri.

"Zi.." panggil Rayhan setelah selesai mandi.

"Kamu nglamunin apa?" tanya Rayhan yang hanya menutup bagian bawah tubuhnya dengan handuk, dan duduk di samping Zia membuyarkan lamunannya.

"Ah... Mas Ray sudah selesai mandi, a...aku belum siapkan baju, maaf, aku ambilkan dulu Mas," Zia segera berdiri, namun tangan Zia ditarik oleh Rayhan sehingga dia terjatuh di pangkuan Rayhan.

"Mas," ucap Zia.

"Kamu sini aja, aku tidak butuh baju malam ini," ucap Rayhan kemudian memadamkan lampu kamar itu.

.

.

.

Pukul empat pagi Zia terbangun, namun badannya tidak bisa bergerak karena Rayhan memeluknya bagai guling di dalam selimut yang menutupi tubuh mereka. Zia memandang wajah tampan suaminya yang tengah terlelap, mungkin kecapaian, entah berapa kali sudah Rayhan mendatangi Zia. Zia tersenyum mengingat kesenangan mereka semalam, namun Zia memalingkan wajahnya dan mulai terisak menahan tangis.

Ternyata Rayhan mendengar isak tangis Zia dan badan Zia yang bergetar. Kemudian ia terbangun.

"Zi, kamu kenapa? Apa aku membuatmu sakit?" Tanya Rayhan yang sedikit mengangkat kepalanya agar bisa melihat wajah Zia.

Zia segera mengusap air matanya mendengar Rayhan bertanya kepadanya.

"Zi, maaf kalau sakit, semalam aku..."

"Bukan itu mas Ray," Zia lalu memutar tubuhnya menghadap Rayhan dan menenggelamkan kepalanya dalam pelukan Rayhan.

"Kenapa nangis? Apa masih kurang? Hmm" ucap Rayhan seraya membelai rambut panjang Zia.

Zia tersenyum, "Bukan itu Mas, sudah pas, aku suka,"

"Lalu kenapa nangis?" tanya Rayhan.

Zia mendongakkan kepalanya hingga bisa menatap mata Rayhan.

"Karena aku sudah jatuh cinta pada Mas Rayhan," ucap Zia.

"Jatuh cinta, itu kan hal bagus Zi, kenapa kamu malah nangis?" tanya Rayhan mengerutkan dahinya.

"Aku...aku jadi ga rela kalau harus berbagi dengan Mba Al," ucap Zia kemudian memeluk Rayhan semakin erat.

Rayhan terdiam sejenak mendengar perkataan Zia. Ia bingung harus berkata apa. Tidak mungkin Rayhan akan mengucap dia akan meninggalkan Alfina, karena dia juga sangat mencintai Alfina.

"Aku pikir kamu sudah siap dengan konsekuensi menikah dengan lelaki beristri," ucap Rayhan.

"Iya, aku tahu, aku harus siap merasakan sakit ini, tapi aku ga tahu kalau rasanya sesakit ini Mas, apa yang harus aku lakukan ketika Mas di sana, bagaimana aku mengisi hariku yang mulai terbiasa dengan Mas Ray..." ucap Zia.

"Hmm... kita bicara lagi nanti, kita mandi dulu, yuk," ajak Rayhan.

.

.

.

Pagi hari, seperti biasa Zia menunggu Rayhan yang sedang ke masjid. Pagi ini Zia tidak memasak karena Rayhan akan membawanya ke suatu tempat.

"Assalamualaikum," ucap Rayhan ketika masuk rumah Zia.

"Waalaikumussalam Mas," sahut Zia yang sedang duduk di sofa ruang tengah.

"Kamu sudah siap?" tanya Rayhan melihat Zia sudah berganti baju dengan gamis dan khimar warna hijau emerald.

"Hmm.." sahut Zia hanya tersenyum.

"Aku ambil ponsel dulu," ucap Rayhan segera beranjak, namun dicegah oleh Zia.

"Udah aku bawain Mas," Zia memberikan benda pipih persegi panjang itu kepada Rayhan.

"Iya, makasih," ucap Rayhan.

"Yuk, naik mobil kamu ya, yang naik juga cuma kita berdua," ucap Rayhan yang menyambar kunci mobil Zia yang ada di atas meja konsol dekat pintu.

"Kita mau kemana sih Mas?" tanya Zia setelah duduk di dalam mobil di samping Rayhan.

"Nyari sarapan," sahut Rayhan.

"Kamu kenapa? Masih mikirin hal tadi pagi?" tanya Rayhan yang melihat Zia masih tidak secerah di hari sebelumnya.

"Nggak, nanti perlahan juga bisa tahan Mas, sebenarnya aku tadi telpon Mba Al," ucap Zia.

"Ngapain?" tanya Rayhan yang sedang mengemudi. Dia penasaran apa yang dikatakan Zia, jangan-jangan istri barunya ini berulah, karena mereka belum begitu saling mengenal, wajar jika Rayhan merasa khawatir.

"Bukan apa-apa, aku cuma kangen Maryam, aku juga bicara sama Maryam, aku tanya gimana kalau aku jemput dia, eh dia bilang senang di sana, banyak teman," jawab Zia.

Rayhan bernafas lega mendengar itu, kekhawatirannya sirna.

"Oh, itu, sebentar lagi ya, aku masih ingin berdua saja denganmu," ucap Rayhan.

"Hmm, iya Mas," sahut Zia.

"Kemana ini Mas? Kok keluar kota?" tanya Zia setelah melewati perbatasan kotanya dengan kota sebelah.

"Iya, aku pengen sarapan di rumah ibu," sahut Rayhan.

"Apa? Kenapa Mas ga bilang dari tadi?"

"Emangnya kenapa?"

"Ya, aku...aku ga siapin apa-apa Mas, masa mau ketemu mertua ga siapin apa-apa," sahut Zia.

"Zi... Aku semalam sudah beli kurma dan madu, ada di belakang,"

"Oh... Tapi Mas, aku takut," cicit Zia.

"Kenapa? Ibuku baik kok, ayah juga, aku ingin kalian bertemu, di akad nikah kemarin kan kalian belum berkenalan dengan benar, kamu juga istriku, aku ingin kamu dekat juga dengan keluargaku,"

Terpopuler

Comments

🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪

🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪

zia coba posisikan dirimu pd alfina... kamu akan merasakan hal lbh sakit tp alfina berusaha menerimamu dg baik so jan kamu balas dg rasa ingin memeliki ray seutuhnaya.... jan nurutin hawa nap su.

2023-07-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!