Dua Puluh

Zia hendak kembali ke dapur, ingin membantu memasak untuk makan siang, sebenarnya tidak nyaman dengan si asisten rumah tangga tadi. Namun ini adalah rumah mertuanya, ia tidak enak hanya berpangku tangan atau berdiam di kamar.

"Kamu kalau enggan keluar, di kamar aja ga pa pa," ucap Rayhan saat Zia pamit ke dapur.

"Ga enak sama mama Mas," sahut Zia.

"Kamu ga pa pa disewotin Mba Santi kaya tadi?" tanya Rayhan. Zia mengernyitkan keningnya, dari mana mas Ray tahu...batinnya.

"Mas tahu dari mana kalau Mba Santi itu sewotin aku?" tanya Zia balik.

"Tadi aku dengar pas mau masuk dapur, dia jutek banget pas jawab pertanyaan kamu," sahut Rayhan.

"Apa orangnya memang wataknya seperti itu, atau hanya denganku sih dia seperti itu Mas?" tanya Zia.

"Biasanya baik sih Zi, belum kenal kamu aja kali," jawab Rayhan.

"Ya udahlah tebalin kuping aja, yang penting niatku berbakti kepada mertua, bantuin Mama masak di dapur," ucap Zia sambil tersenyum lebar dan meninggalkan kamar itu.

Rayhan juga ikut tersenyum dan memejamkan matanya, rupanya dia benar-benar lelah menyetir tadi setelah setiap malam berperang bersama istri barunya.

"Ma, masak apa? Boleh Zia bantu?" tanya Zia kepada mama Hasna yang sibuk di dapur bersama Mba Santi.

"Ini, mama bikin makanan kesukaan Rayhan, sayur asem dan pepes tahu dan ikan bakar," jawab mama Hasna.

"San, ini Zia mau bantu, kamu bawa sayuran yang sudah dicuci tadi, biar Zia potongkan," pinta mama Hasna.

Dengan muka manyun, Mba Santi memberikan baskom berisi sayuran yang telah dicuci, memberikan talenan dan pisau dengan setengah dibanting pada Zia.

 Mama Hasna yang melihat hal itu jadi terkejut.

"Kamu ini kenapa sih San, sewot banget sama Zia," ucap mama Hasna yang masih heran.

"Ga suka aja sama pelakor," gerutu Mba Santi, kemudian pergi ke belakang, memilih untuk mencuci baju.

Zia dibikin meradang sekali lagi, namun ia hanya tersenyum mendengarnya.

"Jangan dimasukin hati ucapan anak itu, dia ga paham agama dengan mendalam, hanya bisa sholat dan membaca Al Qur'an saja, jadi ya kalau tentang poligami dia juga ga paham, jadi begitu reaksinya mendengar sepupunya menikah lagi, Santi itu masih keponakanku," tutur mama Hasna. Lagi-lagi Zia hanya tersenyum.

"Atas nama Santi, mama minta maaf ya Zia, nanti akan aku nasihati dia," ucap Mama Hasna.

"Iya Ma, ndak pa pa," sahut Zia. Dia mulai terbiasa mencuekkan diri dengan omongan miring tentangnya, baginya penilaian orang tidaklah penting, yang penting dia menjalankan tugasnya dengan baik sebagai hamba, istri, ibu, dan anak juga menantu.

"Mungkin sudah jadi resiko kalau jadi istri kedua Ma, dan saya sudah mempersiapkan diri untuk hal semacam ini," ucap Zia.

"Mama dan papa, juga saudara-saudara Rayhan sebenarnya terkejut dengan keputusannya untuk berpoligami, tapi Rayhan juga sudah dewasa, berhak menentukan hidupnya, kalau dia dan Alfina memutuskan hal semacam ini, kami juga hanya bisa mendoakan dan merestui,"

"Iya Ma,"

"Tapi satu pesan mama, jangan sampai kamu melukai hati kakak madumu, seperti juga mama pesan pada Alfina, agar tidak menyakiti hatimu, kalau kamu terbesit ingin menguasai Rayhan sepenuhnya, posisikan dirimu juga sebagai Alfina, dia sudah rela hati membagi suaminya denganmu, apa iya kamu tega mencurinya," lanjut mama Hasna.

Zia seakan tertampar, baru semalam ia terbesit menahan Rayhan untuk dirinya, namun ucapan mama Hasna benar-benar menyadarkannya.

"Baik Ma," ucapnya sambil terus memotong sayuran yang ada di depannya.

Setelah selesai membantu mama mertuanya memasak, Zia kembali ke kamar dan mandi, bajunya bau asap sehabis membuat ikan bakar.

Zia berjalan mengendap menuju kamar mandi di dalam kamar Rayhan, karena Rayhan sedang terlelap.

"Kunci pintunya rusak," gumam Zia ketika mencoba mengunci pintu kamar mandi.

"Ah sudahlah, ga bisa dikunci," ia akhirnya menyerah dan tidak mengunci pintu itu dan mandi begitu saja.

Zia mandi di bawah pancuran shower sekaligus mencuci rambutnya yang ikutan bau asap. Selesai mandi dia melilitkan handuk di tubuhnya dan membungkus rambut basahnya dengan handuk kecil. Tanpa diduga, Rayhan masuk ke dalam kamar mandi, melihat Zia yang seperti itu, Rayhan langsung hendak menerkam Zia.

"Mas aku udah mandi," cicit Zia yang kini telah ada dalam rengkuhan Rayhan.

"Emang kenapa? Aku malah suka, seger Zi," Rayhan tidak menghiraukan penolakan Zia yang malu-malu mau.

"Beneran mau nolak suami?" tanya Rayhan yang masih menggoda Zia.

"Ndak Mas, aku takut malaikat melaknatku karena menolak ajakanmu," cicit Zia.

"Terus...kenapa tadi nolak?"

"Tadi siapa yang bilang tidak akan menyentuh aku selama di rumah mama papa Mas Ray atau rumah bapak ibuku..."

"Pokoknya kamu diam, jangan teriak, kalau teriak yang ada mama malah masuk ke sini," ucap Rayhan menakuti Zia.

"Gimana?" tanya Rayhan.

"Iya, aku akan diam saja," Zia tak ingin berdebat lagi dan memilih pasrah.

Sudah pukul dua siang, tapi Rayhan dan Zia belum keluar kamar juga. Sang mama gelisah mondar-mandir di depan pintu kamar, hendak mengetuk namun ragu karena takut mengganggu pengantin baru ini.

"Ketok aja Bu," ucap Mba Santi yang sedang menyapu di sekitar depan kamar Rayhan dan Zia.

"Nanti ganggu," sahut mama Hasna setengah berbisik.

Namun Mba Santi dengan ide jahilnya mengetuk pintu kamar Rayhan.

"Tok...tok ..tok..."

"Eh kamu ini San," ucap mama Hasna yang terkejut Mba Santi tiba-tiba mengetuk pintu dan berlari ke belakang.

"Cekreek..." pintu terbuka dengan Rayhan yang mengucek mata seperti bangun tidur.

"Maaf, mama ganggu ya?" tanya mama Hasna.

"Ngga Ma, ada apa?" tanya Rayhan.

"Itu tadi Zia mama suruh panggil kamu buat makan siang, kok ga kembali-kembali, ternyata kalian ketiduran," jawab mama Hasna.

"Eh iya Ma, biasalah," sahut Rayhan yang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Melihat rambut putranya setengah basah, mama Hasna paham akan maksud Rayhan itu.

"Sudah jam dua, kamu sudah sholat?" tanya Mama Hasna.

"Sudah tadi, bentar aku bangunin Zia," ucap Rayhan hendak masuk kamar kembali.

"Iya, mama ke belakang dulu," sahut mama Hasna meninggalkan tempat itu.

Rayhan menutup pintu kembali menghampiri Zia yang masih terlelap di balik selimut.

"Zi, bangun Zi," panggil Rayhan dengan lembut seraya membelai rambut lembut Zia.

"Hmm...Mas Ray," Zia mengeriyip matanya.

"Makan yuk," ajak Rayhan.

"Mas, aku pusing," ucap Zia yang memegangi pangkal hidungnya.

"Oke kamu istirahat aja, aku ambilkan makan dan bawa kemari," ucap Rayhan. Tak ada sahutan dari Zia, Rayhan segera keluar dari kamar itu.

Terpopuler

Comments

🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪

🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪

syafaakillah zi. laa ba'sa thohurun in syaa Alloh 🤲🏻
semangaat zi kalo sakitnya ringan mending keluar kamar makan sm suami ga enak lg dirumah.mertua... ntar kata santi ...manjaa

2023-09-27

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!