"Maryam!!" panggil seorang bocah kecil yang keluar dari ruko di belakang kedai ayam goreng itu.
"Sulaiman," sahut Maryam. Zia menoleh ke arah anak lelaki itu yang keluar bersama ayahnya. Zia terpesona dengan lelaki gagah dan tinggi itu, berjenggot, memakai kurta, dan sirwal di atas mata kaki, idaman dia banget.
'Eh... astaghfirullah Ziaaa.... itu suami orang...," batinnya kemudian menunduk.
Sang ayah kemudian masuk ke kedai, membantu istrinya menggoreng ayam. Dan sang istri keluar menyapa Zia, ibu dari teman putranya.
"Ini teman Sulaiman? Namanya siapa?" tanya Ummu Sulaiman pada Maryam.
"Maryam," sahutnya.
"Ma syaa Allah nama yang cantik, boleh kok main sama Sulaiman dulu sambil nunggu ayamnya digoreng," ucap sang ibu.
Maryam mengangguk, kemudian mengikuti Sulaiman bermain di teras ruko, di belakang mobil.
Sedangkan Zia duduk di bangku dekat kedai menunggu pesanannya siap. Dan ibunya Sulaiman menemaninya dengan duduk di sebelahnya. Kedai itu memang tidak menyediakan tempat makan, hanya khusus melayani pesanan yang dibawa pulang, jadi tidak ada meja kursi untuk makan.
"Anty namanya siapa?" tanya ibunya Sulaiman.
"Ana Zia, Risqo Fauziah, kalau anty siapa?" tanya Zia kembali.
"Alfina, panggil aja Al, anty usia berapa? Sepertinya lebih muda dari saya,"
"Saya dua tujuh," sahut Zia.
"Tuh kan bener, saya tiga puluh, anty tinggal dimana? Deket ya pake sepeda?"
"Di perumahan sebelah, Mba tinggal di sini juga?" tanya Zia balik.
"Oh, nggak, kami juga sewa di ruko ini, rumah kami di daerah pinggiran kota, aga jauh, jadi tiap hari antar jemput anak sekolah, kan lumayan ya, jadi kami sewa ruko buat istirahat, dan dari pada saya diam aja pagi sampai sore, jadi sengaja jualan ayam goreng buat ngisi waktu, suami kan juga ada bisnis properti, itu pengembang perumahan, jam kerja juga bebas, karena kantornya sendiri, makanya sering di sini juga temenin saya, kalau anty ada kesibukan apa? Suami kerja juga?" tanya Al.
"Saya menjahit di rumah, kalau suami sudah meninggal setahun lalu," jawab Zia.
"Ah maaf, ana ga tau.." ucap Al.
"Ga papa Mba, eh boleh ya saya panggil Mba," ucap Zia.
"Iya ga papa, malah lebih enak aja, eh iya Dek, eh jadi panggil dek,"
"Ga papa Mba, saya senang malahan, berasa punya saudara, saya anak tunggal," ujar Zia.
"Ah iya, sebentar ya, sepertinya sudah selesai pesanannya," ucap Alfina kemudian menuju dalam kedai.
Alfina mengambil beberapa potong ayam goreng dan memasukkannya dalam box.
"Mas, es nya tambahin satu cup lagi buat umminya," kata Alfina pada suaminya.
"Nambah pesanannya?" tanya sang suami sambil mengerjakan apa yang diminta sang istri.
"Aku pengen kasih aja, ternyata Maryam teman Sulaiman itu anak yatim," sahut Alfina.
"Ehm, tapi hati-hati memberikannya, jangan sampai menyinggung," pesan sang suami seraya memberikan pesanan
"Iya Mas," Alfina kemudian membawa pesanan Zia ditambah satu kotak ayam goreng dan ekstra satu cup es teh kepada Zia.
"Ini pesanannya Dek Zia," ucap Alfina. Zia terkejut dengan apa yang ada di tangan Alfina, terlihat banyak sekali isi dari plastik bening itu.
"Mba, aku cuma pesan satu paket aja," kata Zia.
"Iya, sengaja aku lebihin biar kalian bisa makan berdua," ucap Alfina.
"Tapi Mba,"
"Udah kamu ambil, ini rezeki dari Allah," tukas Alfina.
"Oh Alhamdulillah, jazaakillaahu khayran Mba," ucap Zia.
"Wa jazaakillaahu khayran Dek Zia," jawab Alfina.
"Ini uangnya yang tadi aku pesan, sepuluh ribu ya," ucap Zia sambil menyerahkan sepuluh ribuan terakhir dari dompet kecilnya.
Alfina hendak menolak uang Zia, namun ragu karena takut Zia merasa tidak enak hati. Kemudian ia menerimanya. Dan ia punya cara lain untuk memberi sesuatu pada Zia.
"Iya, sepuluh ribu," sahut Alfina.
Setelah melakukan pembayaran dan bertukar nomor ponsel dengan Alfina, Zia pun pamit pulang bersama Maryam.
.
.
Sore harinya setelah putri kedua mereka Aisyah pulang sekolah, Alfina dan suaminya juga anak-anak pulang ke rumah mereka, sebelumnya Alfina minta mampir dulu ke rumah kontrakan Zia dan Maryam.
"Mau ngapain sih?" tanya sang suami ketika mendengar Alfina minta mampir rumah Zia.
"Ini mau jahitin gamis buat kamu Mas, udah lama beli kain, belum sempat jahitin, kan umminya Maryam tukang jahit, pumpung ingat, dan sekalian membantu mereka," sahut Alfina.
"Ah iya,"
Setibanya di rumah Zia, Alfina turun sendiri, karena Aisyah dan Sulaiman, serta si bungsu Fatimah, mulai mengantuk dan memilih untuk istirahat di mobil ditemani ayah mereka.
"Tok...tok...tok ..." Alfina mengetuk pintu rumah Zia.
"Assalamualaikum Dek Zia," ucapnya kemudian menunggu dibukakan pintu.
"Waalaikumussalam," sahut Zia dari dalam.
"Kreek.." suara decitan pintu dibuka, Zia membuka sedikit pintunya agar Alfina bisa masuk.
"Masuk Mba," ucap Zia.
Alfina masuk dan terperangah melihat Zia yang tidak memakai cadar. 'Ma syaa Allah cantik juga dek Zia ini,' batin Alfina.
"Saya tutup lagi ya Mba," ucap Zia kemudian menutup pintu.
"Duduk Mba, tapi maaf ga ada kursi, lesehan aja di karpet ya," ucap Zia mempersilahkan Alfina duduk.
"Ga papa aku cuma sebentar kok," ucap Alfina sambil membuka cadarnya juga, ia juga ingin Zia melihat wajahnya.
"Oh Mba, ma syaa Allah cantiknya," puji Zia.
"Kamu juga cantik, ma syaa Allah," balas Alfina.
"Ada apa nih Mba? Ada yang bisa dibantu?" tanya Zia.
"Ini tadi pumpung ingat, aku punya kain udah lama, minta tolong jahitin ya, yang ini buat gamis mas Rayhan," tutur Alfina.
"Mas Rayhan?" tanya Zia karena tidak tahu Rayhan itu siapa.
"Ah maaf kamu belum tahu, mas Rayhan itu abinya Sulaiman," sahut Alfina.
"Ah iya...,"
"Ini contoh gamisnya, dan ini ada kain juga buat gamisku, tapi ukurannya pakai ukuran kamu aja Dek, sepertinya ukuran kita sama, lalu minta tolong belikan kain untuk Khimar dan cadarnya sekalian, terserah kamu aja model dan kainnya,"
"Iya Mba," sahut Zia, namun ada kekhawatiran di hatinya, sekarang dia belum memiliki uang untuk membeli kain, namun sungkan meminta bayaran terlebih dahulu.
"Dan ini ongkos jahit, beli kain dan buat naik taksi ke toko kain," ucap Alfina menyerahkan beberapa lembar uang merah.
Zia menerimanya, dan lagi-lagi terkejut dengan apa yang diberikan Alfina. Ada tujuh lembar uang berwarna merah itu.
"Mba ini banyak sekali, kelebihan banyak," ucap Zia merasa sungkan.
"Iya ga papa, kalau ada lebihnya buat Maryam, tolong diterima, ini rezeki dari Allah," lagi-lagi Alfina mencoba meyakinkan Zia.
"Baiklah Mba, jazaakillaahu khayran," tidak ada yang bisa Zia ucapkan lagi, kecuali berharap biar Allah yang membalasnya dengan kebaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
emang tdk mudah kehidupan yg zia jalani... tp dia punya keyakinan yg kuat pd Robb nya ...
2023-05-01
1