Ketika asyik berbincang dengan Alfina, ada seseorang yang mendekati mereka.
"Zia!!! Ini benar kamu Zia? Sedang apa kamu di sini? Mana Maryam?" tanya wanita itu.
"Mama..." ucap Zia yang juga terkejut.
"Ini mamanya babanya Maryam Mba Al," ucap Zia memperkenalkan Alfina pada wanita itu.
"Oh Bu, saya Alfina," ucap Alfina memperkenalkan diri.
"Iya," sahut ibunya Ilyas.
"Mba, kita pindah private room yuk, tolong panggilkan mas Rayhan, saya sekalian mau minta izin sama mamanya mas Ilyas ini," bisik Zia pada Alfina. Alfina mengangguk dan mengambil ponselnya untuk menghubungi Rayhan.
"Alhamdulillah kita ketemu Ma, maaf belum bisa sowan ke rumah, mama apa kabar?" tanya Zia.
"Iya baik, mana Maryam, kok kamu enak-enakan jalan-jalan sama temanmu," ucap mama Ilyas dengan gaya bicaranya yang memang seperti itu.
"Ada kok, Ma, kita pindah ke ruangan itu yuk, ada yang mau saya sampaikan, sekalian kita makan atau minum teh," bujuk Zia. Mama Ilyas pun setuju untuk pindah ke private room kafe itu.
"Mama ke sini sama siapa?" tanya Zia.
"Sama Rizki, tapi masih belanja, mama capek makanya pilih nunggu di kafe ini, ga taunya ketemu kamu," sahut mama Ilyas.
"Iya Ma, diminum dulu Ma," ucap Zia setelah pelayanan mengantar beberapa cangkir teh melati ke ruangan itu.
"Sebenarnya kamu mau ngomong apa sih, kok ngajak pindah ke sini segala?" tanya Mama Ilyas setelah menyeruput tehnya dan menaruh kembali cangkir di depannya.
"Ehm, begini Ma, sebenarnya saya mau ada yang melamar," ucap Zia mencoba setenang mungkin, karena jujur saja dia sangat ketakutan dengan ibu mertuanya itu, sudah lama mereka tinggal bersama, dan selama itu pula Zia selalu patuh dan tunduk kepada ibu mertuanya.
Sementara itu di play ground...
"Pak, Bu, saya mau nyusul Alfina dan Zia dulu, ada perlu dengan saya, saya minta maaf tapi bisakah saya titip anak-anak sebentar?" tanya Rayhan pada calon mertuanya itu.
"Oh iya, ga pa pa, mungkin mereka butuh bantuan, selesaikan dulu urusan kalian, biar bapak ibu yang jaga anak-anak di sini, tenang aja," ucap bapak.
Rayhan segera menyeberang ke tempat belanja Alfina dan Zia, dan menuju kafe di food court yang dimaksud.
"Melamar? Siapa? Duda atau perjaka?" tanya mama Ilyas, tentu saja beliau sangat terkejut dengan apa yang dikatakan Zia, menurutnya setahun itu terlalu cepat jika Zia melupakan Ilyas anaknya yang telah lebih dulu meninggal.
"Ada, seseorang ehm..." Zia nampak terbata dan ragu menceritakan yang sebenarnya, ia tahu bahwa akan begini tanggapan mertuanya itu.
"Suami saya Bu yang akan melamar dek Zia," kata Alfina tiba-tiba, pikirnya ia harus membantu Zia menjelaskan semuanya. Zia ternganga melihat ke arah Alfina, kenapa Mba Al bilang duluan, nanti mama pasti marah, namun sejenak kemudian ia sadar, bahwa cepat atau lambat kebenaran akan terungkap, kabar dirinya menikah menjadi istri kedua akan sampai juga ke telinga mama Ilyas.
"Kamu mau dijadikan istri kedua? Mau jadi pelakor kamu? Dasar wanita murahan! Belum lama ditinggal meninggal suaminya, sudah gegatelan cari laki-laki lain! Dasar gak tahu diri, mau ditaruh mana mukaku kalau tetangga tahu kamu secepat ini menikah lagi, dengan suami orang pula!!" Zia dan Alfina hanya terbelalak melihat mama Ilyas berteriak memaki-maki Zia.
"Lihat ibu, sudah sepuluh tahun ditinggal papanya Ilyas masih setia sendirian," lanjut mama Ilyas belum puas memakai Zia. Zia menitikkan air mata mengingat kembali setelah Ilyas meninggal, Ilyas tidak meninggalkan apapun untuknya dan Maryam, hanya cincin pernikahan yang kemudian ia jual untuk menyambung hidup.
"Ma, mama masih setia, karena papa meninggalkan rumah juga sawah yang luas untuk mama kelola, dan lagi mas Ilyas sudah dewasa, kalau ndak salah sudah tamat kuliah, " ucap Zia dengan nada begitu sedih.
"Mama tahu sendiri, saya dan Maryam keluar dari rumah itu hanya membawa baju kami, tidak ada tabungan, karena sebagian besar gaji mas Ilyas untuk mama dan Rizki, saya dan Maryam sangat sulit Ma," ucap Zia yang terus menangis. Tidak menjadi luluh karena ucapan dan tangisan Zia, mama Ilyas semakin marah dia menampar pipi Zia.
"Plakk!!" terdengar sangat keras. Bertepatan dengan itu Rayhan masuk ke dalam private room itu. Ia sangat terkejut dengan apa yang terjadi.
"Cukup!!" ucap Rayhan ketika mama Ilyas akan menampar Zia lagi.
"Siapa kamu? Ikut campur urusan orang saja," kata mama Ilyas pada Rayhan.
"Saya calon suami Zia," sahut Rayhan.
"Al.." ucap Rayhan memberi kode pada Alfina agar menenangkan Zia, Alfina pun memeluk Zia. Terlihat noda darah di cadar Zia, Alfina segera mengintip balik cadar Zia dan benar sudut bibir Zia berdarah, ia segera menyekanya dengan tissue dan membantu Zia mengganti cadarnya, untungnya Zia selalu membawa cadar dan kaos kaki ganti bila keluar rumah, takut kebasahan atau gimana.
"Oh kamu laki-laki itu, kok mau sih sama wanita murahan macam Zia," ucap mama Ilyas yang semakin panas di telinga yang mendengarkan.
"Dek Zia murahan? Murahan dari mana Bu? Justru karena dia sangat berharga, saya mau menikahinya, dan lagi apa ibu tahu kesulitan dek Zia dan Maryam hidup sendirian tanpa ada yang menafkahinya?"
"Ya murahan lah, buktinya mau jadi pelakor,"
"Di sini tidak ada yang namanya pelakor Bu, istri saya sudah setuju dengan rencana pernikahan saya dengan dek Zia, kami juga tidak berselingkuh atau apapun yang melanggar agama, kami hanya ingin menikah, " ucap Rayhan.
"Dengan atau tanpa persetujuan ibu, kami tetap akan menikah, dan satu hal lagi yang perlu ibu ingat, kami bisa saja atas nama Maryam menuntut hak waris rumah dan sawah peninggalan suami ibu yang diwariskan kepada kedua anak ibu, tentunya bagian Ilyas seharusnya bisa jadi milik Maryam sebagai ahli warisnya," ucap Rayhan.
Mendengar hal itu mama Ilyas menjadi gusar.
"Dan lagi, tamparan keras yang ibu lakukan pada dek Zia tadi sepertinya bisa juga kami laporkan sebagai penganiayaan, ibu bisa lihat bibirnya sampai berdarah," ucap Rayhan sambil menunjuk cadar Zia yang bernoda merah.
Mama Ilyas semakin bergidik, takut akan dilaporkan ke polisi.
"Hah sudahlah! Terserah kamu mau apa, kalau kamu menikah lagi, kalau makin susah jangan pernah kamu cari kami lagi!" ucap Mama Ilyas kemudian segera pergi keluar dari tempat panas itu.
Dan di depan pintu ada bapak Zia, mata bapak sangat merah menahan amarah, rupanya bapak mendengar semua keributan di dalam. Bapak memelototi mama Ilyas, seperti hendak memangsanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments