Zia tentu saja mengizinkan Rayhan untuk pergi mengantar Khadijah kembali ke pondok pesantren.
Dan setelah sarapan pagi, Rayhan meninggalkan rumah Zia untuk mengantar putri sulungnya kembali menuntut ilmu agama di pondok pesantren.
"Aku pergi dulu, in syaa Allah aku segera pulang, ku usahakan sebelum dhuhur, kamu di rumah saja ya Zi," pamit Rayhan ketika keluar pintu rumah ditemani Zia.
"Baik Mas," sahut Zia.
"Kamu baik-baik saja kan di rumah sendirian?" tanya Rayhan.
'Jelas aku bakal kesepian Mas, di rumah sebesar ini ga ada teman,' batin Zia, tapi dia ga mungkin bilang seperti itu, yang jadi nanti Rayhan malah ga berangkat, dia juga jadi ga enak hati sama kakak madunya, ntar dibilang dia manja.
"Iya, in syaa Allah aku baik-baik saja, salam buat Mba Al, dan anak-anak," ucap Zia.
"Itu Arman dah datang, aku pergi dulu ya, assalamualaikum," ucap Rayhan setelah melihat asistennya datang mengendarai mobilnya.
"Waalaikumussalam," sahut Zia, kemudian ia mencium punggung tangan Rayhan dan Rayhan membalasnya dengan kecupan di dahinya.
Rayhan pun pergi, Zia menutup pagar, dan masuk ke dalam rumah lagi.
Di dalam mobil, Rayhan duduk di kursi penumpang, Arman yang menyetir.
"Tumben banget minta anter bos," ucap Arman.
"Aku begadang semalam," sahut Rayhan.
"Et dah pengantin baru, berapa ronde bos? Rasanya gimana? Bedakah dengan yang pertama," tanya Arman penasaran.
"Diam atau bonusmu bulan ini hangus," ucap Rayhan yang mulai memejamkan mata.
"Ah bos, ga asyik, ya udahlah aku diam, ini ke rumah Bu Alfina?" tanya Arman.
"Hmm," sahut Rayhan, yang tetap merem matanya. Arman pun melajukan mobil Rayhan ke rumah istri pertamanya untuk menjemput Khadijah.
Rayhan terbangun ketika memasuki halaman rumah Alfina. Di sana sudah ada Khadijah yang duduk di bangku taman menemani keempat adiknya termasuk Maryam.
"Assalamualaikum," sapa Rayhan.
"Waalaikumussalam, Abiiii!!!!" seru mereka yang menghambur ke pelukan Rayhan. Baru semalam tidak bertemu tidak mengurangi kegirangan mereka bertemu orang yang dicintai.
"Kalian lagi ngapain?" tanya Rayhan yang menggendong si bungsu Fatimah.
"Main Bi!" seru Sulaiman satu-satunya anak lelakinya saat ini.
"Sama Maryam juga? Maryam senang di sini?" tanya Rayhan yang saat ini menjadi ayah sambungnya.
"Iya Abi, senang sekali, banyak temannya di sini, Umma mana?" tanya Maryam yang tidak melihat ibunya datang juga.
"Umma di rumah sayang, nanti kalau sudah mendekati hari masuk sekolah in syaa Allah Abi akan mengantar Maryam ke rumah Umma Zia," jawab Rayhan.
"Iya Bi," sahut Maryam.
"Khadijah sudah siap semua, apa-apa yang mau dibawa ke pondok pesantren?" tanya Rayhan.
"Sudah Bi," jawab Khadijah yang lebih pendiam dari adik-adiknya.
"Oke, siip," Rayhan mengacungkan jempolnya.
"Ummi mana? Lagi pergi kah?" tanya Rayhan yang tidak melihat keberadaan istri pertamanya.
"Di dalam Bi, tadi ke kamar mandi katanya," jawab Aisyah.
"Oh, di dalam, Fatimah turun dulu ya, Abi mau ketemu Ummi dulu," ucap Rayhan yang menurunkan Fatimah dari gendongannya.
Fatimah pun bermain kembali dengan kakak-kakaknya.
Rayhan menuju kamarnya, ia tahu betul bahwa Alfina tidak suka memakai kamar mandi lain selain yang ada di kamarnya, kecuali jika berada di luar lingkungan rumahnya.
"Al...Alfina," panggil Rayhan ketika memasuki kamarnya. Alfina yang baru saja selesai dari kamar mandi terkejut, suaminya sudah ada di depannya lagi, pikirnya ia tidak akan melihat suaminya selama tujuh hari penuh.
"Mas," ucap Alfina kemudian memeluk Rayhan. Iya peluk sekuatnya, dengan senyuman yang selalu ia usahakan ketika bersama Rayhan.
"Kamu ga pa pa?" tanya Rayhan yang menciumi pucuk kepala Alfina.
"Ga pa pa, semalam udah (dengan Zia)?" tanya Alfina. Rayhan mengangguk.
"Mas senang?" tanya Alfina tetap tersenyum lebar.
"Hmm, berkat kamu," sahut Rayhan.
"Alhamdulillah," ucap Alfina.
"Kamu kok senyum-senyum sih?" tanya Rayhan.
"Ketemu Mas Rayhan ya aku harus senyum biar Mas bisa tenang dan senang, hehehe," jawab Alfina.
"Kamu girang banget aku ga ada," ucap Rayhan.
"Yaa paling gak satu pekan ini malam bisa istirahat bobok cantik dengan nyaman tanpa ada yang colek-colek," jawab Alfina.
"Hmm, ada-ada saja kamu," Rayhan terus memeluk Alfina, ia juga sangat rindu dengan wanita yang menemaninya selama tiga belas tahun terakhir.
"Udah Mas, nanti kesiangan nyampe pesantren," ucap Alfina melepaskan pelukan Rayhan.
"Baiklah, aku pergi dulu," ucap Rayhan.
"Oh iya Mas, aku habis belanja madu dan kurma, nitip buat dek Zia, sebentar aku ambilkan di dapur," ucap Alfina yang berlari menuju dapur, setelah mengambil apa yang dimaksud, halaman depan dimana Rayhan kembali bermain bersama anak-anak.
"Ini Mas, oh iya, aku pergi dulu, jaga anak-anak, jaga rumah, kalau ada apa-apa telpon saja," pesan Rayhan, Alfina mengangguk dan tersenyum.
Rayhan dan Khadijah masuk ke dalam mobil, mereka berdua duduk di bangku belakang, Arman menyetir di depan.
Rayhan memperhatikan Khadijah yang banyak diam dan memandang luar selama perjalanan.
"Dija, ada yang difikirkan?" tanya Rayhan pada putri sulungnya. Khadijah menggeleng, namun Rayhan tahu ada yang Khadijah sembunyikan.
"Dija, putri Abi, Abi minta maaf ya apabila mungkin Abi bersalah pada Dija, apa Dija keberatan dengan pernikahan Abi dengan Umma Zia?" tanya Rayhan seraya menggenggam tangan mungil Khadijah.
"Ndak Abi, bukan itu, kami senang dengan Umma Zia dan Maryam, tapi mengapa Abi pergi bersama Umma Zia lama sekali, tujuh hari ya, kasian Ummi, adik-adik juga," ucap Khadijah menumpahkan apa yang ada di hatinya.
"Ehm, begini Dija, Abi pergi bersama Umma Zia selama tujuh hari ada alasannya, karena sebelumnya kami tidak pernah mengenal satu sama lain, maka Abi minta tujuh hari itu untuk proses kami saling mengenal, setelah itu Abi akan kembali pada ummi dan bergantian ke Umma Zia setiap tiga hari, jadi tiga hari di rumah ummi, tiga hari di rumah Umma Zia," tutur Rayhan.
"Ah begitu, Abi juga masih sayang kan dengan Dija, Aisyah, Sulaiman dan Fatimah?" tanya Khadijah.
"Tentu saja, kalian anak-anak Abi, tentu akan selalu Abi sayangi, dan kalaupun nanti Allah berikan rezeki kita punya adik lagi, sampai kapanpun kalian semua akan tetap Abi sayangi seperti sekarang," jawab Rayhan.
"Iya Bi," ucap Khadijah.
"Dija, Abi harap Dija tidak terlalu banyak pikiran yang macam-macam, tugas Dija saat ini adalah belajar, fokus saja dengan pendidikan Dija di pondok pesantren, mengenai Ummi, Umma Zia, dan juga adik-adik, biar Abi yang menjaga mereka, Dija tenang saja ya," ucap Rayhan.
"Baik Abi," sahut Khadijah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Fenitri A.
suka sama tulisannya kakak, aku deg degan ya bacanya ya Allah 😁
2023-10-12
0