"Bentar Mas, aku siapkan makan malam dulu di dapur," ucap Alfina.
"Tunggu Al, kamu sini aja, biar aku yang siapkan makan buat semuanya," ucap Rayhan yang mendahului Alfina pergi ke dapur.
Alfina kembali duduk bersama adik madunya menemani anak-anak bermain.
"Nanti malam, Mas Rayhan bakal ngajak kamu ke hotel Dek, siap-siap ya," ucap Alfina.
"Maryam aku bawa juga Mba?" tanya Zia.
"Heeh, kalau bawa bocah, gimana nanti bisa bulan madu kalian? Maryam biar di sini sama aku, besok juga libur sekolahnya kan, kamu tenang aja, banyak temannya di sini, pasti senang," jawab Alfina.
"Ah iya Mba," ucap Zia. Zia terdiam, ia gugup memikirkan malam ini bersama orang yang masih asing baginya, bingung juga harus bicara bagaimana, takut yang dibicarakan pada akhirnya menyakiti hati kakak madunya. Ia paham betul bahwa Alfina dari luar terlihat kuat, namun hatinya pasti menangis saat hati dan raga suaminya terbagi untuk perempuan lain.
Di dapur, Rayhan menyiapkan dua nampan besar nasi kebuli sisa prasmanan tadi. Di atasnya dia beri potongan ayam goreng untuk lauknya.
"Drrt ...drrtt..." ponsel Rayhan bergetar dalam saku gamisnya.
"Halo Assalamualaikum," ucap Rayhan.
"Oh, begitu, baik terima kasih ya," ucapnya kemudian dan mengakhiri panggilan telepon itu.
Rayhan menyimpan kembali benda pipih itu ke dalam saku gamisnya. Kemudian membawa dua nampan nasi kebuli ke ruang tengah dimana kedua istri dan anak-anaknya menunggu.
"Makan malam datang...." ucap Rayhan.
Anak-anak segera cuci tangan dan duduk bersila di karpet. Begitu juga Alfina dan Zia.
"Satu nampan yang besar ini untuk anak-anak Abi yang Sholih Sholihah, yang agak kecil ini untuk ummi dan Ummanya, yuk makan yuk," ucap Rayhan.
Setelah membaca bismillah mereka makan dengan lahap, mungkin hanya Zia yang merasa canggung di sini, makan senampan bertiga dengan dua orang asing yang sudah menjadi pasangan terlebih dahulu, dia tak lebih hanya sebagai orang ketiga.
"Makan yang banyak dek Zia, kamu pasti lelah nanti," ucap Alfina yang melihat Zia hanya makan sedikit dan mengunyah dengan lama, seperti tahu bahwa Zia sedang merasa tidak enak bersamanya juga Rayhan.
"Iya Mba Al," sahut Zia.
"Nih, aaa..." Rayhan menyuapkan nasi pada Alfina, Alfina segera memakan suapan itu.
"Kamu juga Zi, aa.." Rayhan juga menyuapi Zia, dengan sedikit ragu Zia membuka mulutnya dan menerima suapan pertama dari lelaki yang baru mengucap akad menikahinya tadi sore.
"Kamu jangan merasa tidak enak, atau bagaimana, kamu bukan pelakor, kamu aku nikahi dengan ma'ruf/ cara yang baik, hak kamu dan Alfina itu sama, kalian berdua adalah istri sahku," tutur Rayhan yang melihat Zia masih canggung dan merasa tidak enak bersama mereka.
Mendengar hal itu, hati Alfina seakan teriris, perhatian dan cinta suaminya benar-benar terbagi, namun ia bisa apa, ia sendiri yang meminta Rayhan menikah lagi, ia hanya bisa tersenyum, sangat berusaha untuk tegar di depan mereka.
"Iya dek Zia, benar apa yang dikatakan mas Rayhan, di sini kamu dan aku sama hak dan kewajibannya, mungkin dek Zia belum terbiasa Mas," ucap Alfina.
"Iya Mas, Mba Al, aku hanya takut menyakiti hati Mba Al, tapi demi Allah sedikitpun aku tidak berniat menyakiti hati Mba Al," ucap Zia.
"Aku yang mau minta maaf ke kalian berdua," ucap Rayhan. Alfina dan Zia menghentikan makan dan bicaranya lalu mendengarkan apa yang disampaikan Rayhan.
"Aku berjanji selama hidupku akan berusaha adil pada kalian berdua untuk materi dan kasih sayang, tapi aku hanya manusia biasa, mungkin ada kata atau perbuatan ku yang tidak sengaja menyakiti kalian, aku mohon maafkan dan ikhlaskan, juga tanggung jawab suami bukan hanya menafkahi istri, tapi yang paling berat adalah membawa istri dan anak menuju surga Allah, karena itu mudahkanlah aku, jangan kalian tuntut aku jika aku tidak sengaja menyakiti kalian, dan jangan pernah minta cerai dariku, ya Al, Zi..." ucap Rayhan.
"Iya Mas, in syaa Allah," ucap Zia juga Alfina hampir bersamaan.
Setelah makan, adzan isya berkumandang. Rayhan dan Sulaiman putra mereka satu-satunya pergi ke masjid untuk sholat berjamaah. Sedangkan Alfina dan Zia sholat berjamaah di rumah bersama anak-anak putri mereka.
Selepas sholat, Zia masuk ke kamar Aisyah dimana tas bajunya juga Maryam berada, rencananya selama Zia pergi Maryam akan tidur bersama Aisyah dan Fatimah.
"Maryam bajunya ada di tas ini ya, nanti Umma mau pergi sama Abi, Maryam baik-baik di sini ya, nurut sama ummi Sulaiman, ga boleh bertengkar sama saudaranya," ucap Zia pada Maryam yang menemaninya menata pakaian untuk dibawa pergi bersama Rayhan.
"Iya, Umma, emang Maryam punya saudara?" tanya Maryam pada Zia.
"Kan Abinya Sulaiman sudah menikahi Umma, jadi, Sulaiman, adik Fatimah, Mba Aisyah dan Mba Khadijah jadi saudara Maryam semua nak," sahut Zia.
"Ah begitu," ucap Maryam.
Sementara Rayhan berada di kamarnya bersama Alfina, itu adalah kamar utama yang memiliki ruangan paling besar di antara kamar yang lain di rumah itu, dan peraturan di rumah itu, tidak ada yang boleh masuk ke kamar itu kecuali Rayhan dan Alfina.
"Al, nanti aku bawa Zia ke rumah yang baru," ucap Rayhan pada Alfina yang tengah menata kembali koper Rayhan, Alfina sendiri yang memilihkan pakaian dan perlengkapan untuk di bawa ke rumah Zia.
"Bukannya masih di renovasi Mas,"
"Tadi aku dapat telpon dari tukangnya, sudah selesai katanya, malam ini juga bisa ditempati, aku ingin bisa segera terbiasa juga dengan tempat baru, aku akan berada di sana selama satu pekan, lalu aku akan kembali ke sini, setelah itu bergantian setiap tiga hari aku akan pulang ke sana dan ke sini, setiap paginya aku akan jemput anak-anak sekolah, dan mengantar mereka sore harinya, kamu bisa santai di rumah bersama Fatimah, biar siangnya Zia yang menjaga Sulaiman dan Maryam sembari menunggu Aisyah pulang sekolah sore," tutur Rayhan.
"Ah, baik Mas," penjelasan Rayhan seakan menjawab semua pertanyaan yang muncul dalam benaknya.
"Aku berangkat ya," ucap Rayhan setelah Alfina menutup koper, dan berdiri di hadapan Rayhan, Rayhan mengusap kedua pundak Alfina, lalu Alfina memeluk Rayhan.
"Sebentar Mas, sebentaar saja, biarkan seperti ini, sebelum Mas Rayhan benar-benar menjadi milik dek Zia juga," ucap Alfina menenggelamkan kepalanya dalam pelukan Rayhan. Ingin rasanya ia menangis, tapi jika Rayhan melihat air matanya pasti tidak jadi pergi, dan Zia pasti kecewa malam pengantin mereka tertunda, sehingga sedapat mungkin Alfina menahan diri agar tidak menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments