Setelah infus habis, Zia sudah merasa sehat kembali, dia juga menghabiskan makanan yang diberikan oleh petugas rumah sakit, maka ia diperbolehkan pulang, bisa beristirahat dan minum obat di rumah.
"Administrasinya sudah selesai Dek, kita pulang yuk," ajak Alfina yang baru kembali mengurus administrasi.
Zia mengangguk, ia bangun dan duduk, memakai kembali cadar yang tadi dia lepas. Kemudian berdiri dan memakai sandalnya.
"Mas Rayhan masih ambil mobil di ruko, kita tunggu sembari ngobrol di kantin depan yuk," ajak Alfina.
"Iya Mba, aku juga pengen ngomong sesuatu," ucap Zia. Mereka berdua berjalan beriringan menuju kantin di halaman depan rumah sakit.
"Kamu isi energi lagi ya, mau jus buah? Temani aku minum," ucap Alfina menawari Zia.
"Sebenarnya uda kenyang makan di IGD tadi, tapi gapapa Mba, aku temani minum, Mba pilihin aja, aku suka semua buah yang ga asam," sahut Zia.
Tak lama kemudian Alfina datang dengan dua gelas jus alpukat di tangannya.
"Ini punya kamu ga pakai susu coklat dan es batu, aku takut kamu mual, makanya tadi aku mintain yang ga pake es sama susu coklat," ucap Alfina sembari menaruh salah satu gelas di hadapan Zia.
"Iya Mba, makasih, jazaakillaahu khayran," ucap Zia.
"Waiyyaki, sebentar aku kirim pesan ke mas Rayhan dulu, bilang kalau kita di kantin depan," ucap Alfina sambil memencet benda pipih persegi panjang di tangannya.
"Udah, kamu mau ngomong apa?" tanya Alfina seraya menaruh ponselnya kembali ke dalam tas.
"Ehm, itu Mba, makasih banget sudah nolongin aku dan Maryam berkali-kali, semoga Allah membalas Mba Al sekeluarga dengan kebaikan," ucap Zia.
"Aamiin, kamu juga, Baarokallaahu fiik," ucap Alfina.
"Eh, Mba Al gimana bisa tahu aku di rumah sakit?" tanya Zia. Alfina kemudian menceritakan semuanya.
"Ah gitu, terus Mba nunggu aku lewat mau ngapain? Ada yang mau disampaikan kah?" tanya Zia.
"Begini Zia, aku harap kamu tidak tersinggung dengan apa yang akan aku sampaikan, dan demi Allah kami tidak ada maksud jahat atau sejenisnya," ucap Alfina. Zia dengan khidmat mendengarkan apa yang akan disampaikan Alfina.
"Maukah kamu menikah dengan Mas Rayhan dan menjadi adik maduku?" tanya Alfina. Zia terbelalak, masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Alfina, wanita sebaik ini, hatinya terbuat dari apa... dengan mulutnya sendiri menawarkan suaminya untuk menikah dengan wanita lain...
"Mba Al ... Mba yakin dengan yang Mba tanyakan itu?" tanya Zia memastikan.
Alfina tersenyum, wajar saja pertanyaan itu hadir di benak Zia, wanita mana yang dengan sendirinya ingin membagi suaminya dengan wanita lain, tapi ada juga kenyataannya, Alfina salah satunya.
"Jangan khawatir, tentu saja sebelum bertanya padamu, aku sudah membicarakan ini dengan Mas Rayhan, anak-anak, juga orang tua mas Rayhan, kalau orang tuaku sudah ga ada, jadi saudara-saudaraku, in syaa Allah semua sudah setuju jika mas Rayhan menikah lagi, dengan kamu sebagai calon istrinya," ucap Alfina dengan tenang. Zia terdiam kembali, masih mencerna apa yang didengarnya.
"Lalu Mba Al sendiri, apa alasannya meminta suami Mba menikah lagi, apakah maaf mba Al sudah tidak bisa melayani suami Mba dengan baik?" tanya Zia.
Lagi-lagi Alfina tersenyum.
"Alhamdulillah, saat ini aku masih sehat, masih mampu melayani suamiku, tapi kapan dulu itu ia meminta untuk menikah lagi, aku belum kasih izin karena belum menemukan calon yang cocok di hati aku," sahut Alfina.
"Kenapa harus aku?" tanya Zia.
"Aku minta maaf sebelumnya, aku mohon jangan tersinggung, aku tidak bermaksud merendahkan kamu atau Maryam, tapi aku tahu kamu sedang kesulitan hidup sendirian membesarkan Maryam, anggaplah ini solusi dari Allah untuk kamu, nantinya ada yang menafkahi kamu dan Maryam, menjaga kalian, menyayangi kalian, Maryam juga butuh sosok ayah dalam masa bertumbuhnya," jawab Alfina.
"Tapi Mba..."
"Gak perlu dijawab sekarang Zia, kami beri kamu waktu satu pekan untuk membicarakan ini dengan keluarga kamu, dan memikirkan semuanya, eh tuh lihat mereka datang, lihat sendiri bagaimana Maryam bersama mas Rayhan dan Fatimah," kata Al sambil menunjuk ke arah Rayhan yang sedang berjalan menggandeng Maryam, dan Fatimah ada di gendongannya.
Iya, Maryam terlihat berbinar matanya, senyumnya tak pernah lepas dari wajahnya.
"Yuk dek Zia," ucap Alfina menggandeng tangan Zia membawanya mendekati Rayhan dan anak-anak mereka.
"Umma sudah sembuh?" tanya Maryam.
"Iya, Alhamdulillah sayang," ucap Zia.
Mereka bersama-sama berjalan kembali menuju parkiran mobil.
"Ah ada telpon dari kantor, kalian masuk saja dulu, aku terima telpon sebentar," ucap Rayhan yang menurunkan Fatimah dari gendongannya dan mengambil ponsel di saku celananya.
Alfina membuka pintu depan, namun ia tidak masuk, dan dengan bijak menaikkan Maryam untuk duduk di kursi penumpang depan, dia memilih duduk di kursi belakang bersama Fatimah dan Zia.
Setelah selesai bertelepon, Rayhan masuk ke dalam mobil, agak terkejut, biasanya Alfina ada di sampingnya kini duduk di belakang. Rayhan tersenyum, menyukai apa yang dilakukan istrinya itu, tentunya agar bakal calon adik madunya merasa nyaman di tengah mereka.
"Al, kita mampir kantor ya, ada klien mau pelunasan," ucap Rayhan.
"Ah iya, ga papa kan dek Zia kita mampir ke kantor mas Rayhan dulu," ucap Alfina.
"Iya Mba gapapa," sahut Zia.
"Rumah yang mana Mas yang laku?" tanya Al.
"Itu, yang di jalan utama perumahan bumi mas," sahut Rayhan.
"Yang lantai dua itu?"
"Iya,"
"Berapa Mas?" tanya Alfina.
"Satu koma tiga," sahut Rayhan.
"Milyar?" tanya Alfina.
"Iyalah, rumah bagus itu,"
Untuk kota ini harga rumah segitu sudah cukup mahal.
Zia terbelalak matanya mendengar pembicaraan mereka, dirinya merasa semakin kecil di antara mereka, jangankan melihat, membayangkan punya uang segitu saja tidak pernah. Selanjutnya ia hanya memandang jauh ke luar jendela. Ia bimbang harus bagaimana. Kalau jadi istri kedua tentu tidak akan mudah, bagaimana keluarganya mau menerima, stigma orang-orang tentang istri kedua. Kalau dia tidak menerima tawaran ini, bagaimana Maryam kelak, sekolah dan biaya hidup tidak murah dan tidak mudah dicari. Sungguh Zia tidak pernah takut dirinya dan putri kecilnya itu kelaparan, karena Allah telah menjamin rezeki setiap hambaNya. Namun Maryam juga terlihat sangat menyukai Rayhan, Maryam sangat merindukan sosok ayah dalam hidupnya.
"Sudah sampai kantor, aku turun dulu, kalian tunggu di sini ya, aku usahakan cepat," pamit Rayhan kemudian turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam kantornya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Al_ayubi
dua wanita berhati malaikat,,,,,
2023-05-13
0
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
hatimu terbuat dari apa alfina ???
2023-05-13
1