Sepuluh

Rayhan tidak langsung kembali ke kantornya, ia mampir dahulu ke kedai menemui Alfina.

"Assalamualaikum Al," ucap Rayhan.

"Waalaikumussalam," jawab Alfina.

"Kita bicara, aku tunggu di atas ya," ucap Rayhan yang kemudian naik ke lantai dua ruko itu yang mereka pakai sebagai tempat istirahat.

"Mala, terusin ya, kalau ada yang beli ya kamu layani seperti yang tadi lah, tapi kalau ada kesulitan, kamu telpon aja, jangan ditinggal kemana-mana ya," pesan Alfina pada Amala.

"Baik Tante Al," sahut Mala. Dan Alfina segera menyusul suaminya di lantai dua.

"Gimana Mas?" tanya Alfina.

"Sini duduk sini Al," ucap Rayhan meminta Alfina duduk di sampingnya.

"Orang tua Zia pada dasarnya menyambut baik rencana pernikahan ini, tapi aku yang ga bisa melihat mereka seperti itu,"

"Seperti itu bagaimana Mas?" tanya Alfina.

"Kamu pasti tahu sendiri keadaan rumah itu Al, kamu pernah masuk ke dalam juga kan?"

"Iya Mas, aku paham, paham sekali maksud mas Rayhan,"

"Maka dari itu, aku minta izin kamu agar aku juga memberi dia rumah dan mobil seperti kamu Al,"

"Iya Mas, baiklah berikan juga yang menjadi hak dia," ucap Alfina.

"Rumah yang terlalu besar seperti rumah kamu mungkin nanti Zia merasa tidak nyaman dan aku belum punya rumah yang seperti itu lagi, tapi ada rumah di perumahan sebelah ini, yang sebelahnya kemarin laku, bagaimana kalau yang itu Al?" tanya Rayhan.

"Iya, yang mana saja boleh, asalkan dekat dari sini biar bisa nitip anak-anak sepulang sekolah," sahut Alfina.

"Oke baiklah, nanti sore kamu temani Zia belanja ya, perabot rumah dan keperluan lamaran dan akad nikah," ucap Rayhan seraya memberi kartu debitnya pada Alfina.

"Iya Mas, biar setelah akad langsung bisa ditinggali rumah itu," sahut Alfina.

"Ya udah aku tinggal dulu, ada rapat dengan klien lagi, nanti sore in syaa Allah aku jemput, jazaakillaahu khayran zaujaty," ucap Rayhan sembari mengecup kening Alfina.

"Wa jazaakallaahu khayran zaujy," ucap Alfina. Ketika Rayhan telah menghilang dari pandangan, air mata menetes di pipi Alfina. Tidak bisa dipungkiri rasa sakit menghujam jantungnya.

Sore harinya setelah tutup kedai, Rayhan dan Alfina, bersama Aisyah menjemput Fatimah dan Sulaiman.

Terlihat Maryam, Sulaiman, dan Fatimah sedang bermain di teras rumah kontrakan Zia, ditemani kakek Maryam.

"Assalamualaikum," sapa Rayhan dan Alfina.

"Waalaikumussalam," sahut bapak.

"Ummi...!" seru si kecil Fatimah yang langsung berlari memeluk Alfina.

"Hey sayang, suka di rumah Mba Maryam?" tanya Alfina.

"Suka, Uda mandi," celoteh bocil itu.

"Wah udah mandi, ma syaa Allah, siapa yang mandiin?" tanya Alfina.

"Umma mandiin," sahut Fatimah.

"Aku mandi sendiri ummi," ucap Sulaiman.

"Ah iya pintar ma syaa Allah," ucap Alfina.

"Pak perkenalkan ini istri pertama saya, Alfina," ucap Rayhan. Alfina mengangguk. Kemudian Zia dan ibu keluar dari rumah.

"Mba Al," ucap Zia, mereka segera bersalaman dan berpelukan.

"Bu, kenalkan ini Mba Alfina," ucap Zia mengenalkan calon kakak madunya kepada ibu. Ibu dan Alfina bersalaman.

"Oh iya, kami mau minta izin mau mengajak dek Zia dan Maryam untuk berbelanja, atau kalau bapak ibu berkenan bisa ikut juga sekalian jalan-jalan pak, sudah sampai sini kita jalan-jalan," ajak Rayhan.

"Mau kemana?" tanya bapak.

"Begini Pak, Bu, saya dan mas Rayhan berniat memberikan rumah untuk ditinggali dek Zia dan Maryam, dan biar nantinya siap ditempati setelah akad, kita belanja perabotan dan sebagainya hari ini juga," tutur Alfina.

"Rumah, dimana nanti rumahnya? Jauh ya?" tanya bapak.

"Oh Ndak pak, dekat sini kok, itu dari sini kelihatan, rumah pojok perempatan itu, cat putih pagar hitam itu," sahut Rayhan sambil menunjuk rumah yang dimaksud. Dan semuanya melongkok ke arah sana.

Bapak dan ibu saling berpandangan, masih tidak menyangka putrinya akan mendapat rumah baru.

"Mba, apa ga berlebihan?" tanya Zia berbisik pada Alfina.

"Sebenarnya Mas Rayhan juga ga keberatan tinggal di sini, tapi kamar kalian cuma satu, pasti ga nyaman kan, mas Rayhan mau tidur dimana coba, dan lagi itu punya mas Rayhan sendiri kok, dari pada kosong, ditempati aja," jawab Alfina. Zia hanya mengangguk.

Akhirnya mereka semua ikut ke dalam mobil Rayhan. Bapak dan Ibu sangat senang diajak berkeliling kota, begitu juga Maryam yang sangat jarang diajak keluar oleh Ummanya. Saat Maghrib tiba, mereka singgah di masjid kota di alun-alun untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib berjamaah.

Selepas sholat, Rayhan membawa bapak, ibu dan anak-anak ke alun-alun kota, duduk bersantai menemani anak-anak bermain di play ground. Sedangkan Alfina mengajak Zia ke toko elektronik dan perabot rumah yang tak jauh dari sana.

Alfina memilihkan barang elektronik yang hampir sama dengan miliknya, namun berulang kali Zia menolak dan memilih yang harganya paling murah, dan berulang kali juga Alfina memberikan pengertian.

"Ini aja Mba mesin cucinya, kan cuma tiga orang," ucap Zia.

"Ih kamu, apa ga pengen punya anak lagi Zia, dan siapa tahu anakmu nantinya lebih banyak dari aku, udah beli yang ini aja," saran Alfina

"Tapi itu mahal Mba Al..." sanggah Zia.

"Selisihnya ga seberapa Zia, merk yang ini in syaa Allah lebih awet, ga pa pa, ini aja ya,"

"Baik Mba Al," Zia akhirnya menurut juga.

Alfina dan Zia beristirahat di food court selesai belanja. Mereka minum ice latte.

"Capek juga ya pilih-pilih perabot, kamu yakin ga makan?" tanya Alfina.

"Masakan di rumah masih Mba, aku makan di rumah aja," sahut Zia.

"Oh begitu, baiklah kita minum saja,"

Zia masih tidak menyangka, dia akan segera tinggal di rumah yang jauh lebih baik dari tempat tinggalnya yang sekarang. Dahulu boleh dibilang ibu mertuanya yang memegang kendali rumah tangganya, setengah gaji suaminya diberikan kepada ibu mertuanya, Zia hanya diberi seperlunya untuk membeli bensin dan pegangan bila sewaktu-waktu Maryam ingin beli jajan. Maka dari itu tabungan Zia hanya sedikit ketika ditinggal suaminya meninggal, hanya cukup untuk menyewa rumah tiga petak.

Zia hanya bisa bersabar, karena ada ibu mertua yang harus didahulukan oleh suami. Membantu suami menjadi anak berbakti, tentu saja hal itu tidak mudah bagi Zia. Dan Zia selalu berdoa semoga pintu hati ibu mertuanya terbuka untuk lebih bijaksana dan lebih lembut kepada anak dan menantunya, namun sebelum doa Zia dikabulkan, Allah lebih dulu memanggil suaminya.

Ketika asyik berbincang dengan Alfina, ada seseorang yang mendekati mereka.

"Zia!!! Ini benar kamu Zia? Sedang apa kamu di sini? Mana Maryam?"

Terpopuler

Comments

🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪

🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪

emang ikhlas itu suliiit... tak semudaj membalikkan telapak tangan...
diawal alfina semangat mau jadiin zia madu... blm jg resmi udah berasa sakit 😇😇😇

2023-05-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!