Sosok dibalik senyum itu

"Apa? Apa yang terjadi? Kenapa hari ini si brengsek itu sangat berbeda? Dia beneran mengerikan."

Bisik-bisik bahwa Bryan sudah melebihi batas anak remaja dan tawuran biasa terdengar di sebelah kiri. Pertengkaran itu menjadi tempat amukan paling sempurna bagi Bryan saat ini. Wajah Shiren yang terbasahi oleh darah masih terngiang jelas di kepalanya.

Bryan berhasil membantai sisi sebelah kiri, dia luar biasa berhasil menidurkan banyak remaja dengan dirinya yang tanpa luka. Ah, pertengkaran ini tak kan berakhir dengan mudah begitu saja, karna ada Galaksi di sisi sebelah kanan yang juga berhasil membantai tim Bryan, bahkan Arga juga menderita beberapa luka menghadapi Galaksi.

Gue gak boleh kotor, habis ini gue masih harus meluk dan nenangin Shiren. Dia pasti bakal meluk dan nangis dalam pelukan gue.

Gak boleh kotor,

Gak boleh bau darah,

Gak boleh banyak keringat.

Bryan berusaha keras agar bajunya tidak ternoda.

"Wah, lagi-lagi lo ribut tanpa luka? Btw, lo kenapa hari ini? Badmood? Habis di skors?! Ngamuknya ngeri banget, lebih dari biasanya." Seperti biasa,  Galaksi membuka pembicaraan. Mungkin dia akan stress kalau menutup mulutnya sehari saja. Tidak peduli kondisi dan situasi, mengoceh adalah hobi cowok tengil ini.

Akhirnya Galaksi berhadapan dengan Bryan satu lawan satu. Biasanya Bryan akan menanggapi ocehan Galaksi hanya dengan wajah datar. Tapi kali ini, tatapan tajam itu tak pernah memudar dari musuh-musuhnya, Bryan sepuluh kali lipat lebih mengerikan dari biasanya.

"Siapa yang ngide buat lemparin batu?"

"Apa? Lo marah motor lo rusak, baperan amat sih. Bukannya bokap lo kaya ya? Motor gue yang hancur hari itu gegara lo gue juga gak sensian amat." Ah, itu membuat Galaksi ingat motornya yang harus menginap di bengkel selama beberapa minggu.

"Ide siapa lempar batu?"

"Hey! Gue-"

"Sat!" Bryan tidak banyak omong kosong lagi, dia langsung menghajar Galaksi.

Pertengkaran antara keduanya berlangsung seri, dua-duanya sama-sama hebat, keduanya sama-sama tampan. Dan keduanya sama-sama pemimpin yang hebat.

"Gal! Mundur! Kita kalah jumlah!" Teriak Adit memberitahu informasi soal kondisi regunya.

Galaksi melihat rekan satu regunya yang sudah banyak terkapar dan babak belur.

"Ck! Sial!"

Dia tidak menyangka Bryan akan semarah ini hari ini, hingga membuat anggotanya banyak terkapar tak berdaya.

"Mundur!!" Perintah Galaksi membuat geng berjaket merah mundur teratur, bukan Galaksi yang kalah, hanya saja bawahannya terlalu payah.

Bryan ingin mengejarnya namun langsung di tahan oleh Arga.

"Kalo lo masih sadar, gak kesetanan dan punya kewarasan, stop, temen kita juga banyak yang luka, jangan dipaksain. Dibanding waktu lo, lo buat nguber mereka, mending balik, cek keadaan Shiren, dia pasti takut banget."

Bryan tersentak halus, dia dengan cepat kembali ke basecamp yang sudah cukup rusak. Dikepalanya hanya terbayang Shirennya.

-

-

-

"Gimana? Masih ada yang sakit? Lo mau minum dulu gitu?"

Ini sudah kesekian kalinya Nanta bertanya keadaan Shiren, dan Shiren hanya diam dan menggeleng saja.

Sudah jelas, dia masih tergoncang saat ini. Kejam sekali memang, ekstrem sekali bocah-bocah berusia 18 tahun ini. Masih muda jiwanya memang beda.

Shiren tau bahwa Bryan sang badboy suka tawuran, tapi dia tidak menyangka bahwa ada di tengah-tengahnya menjadi semengerikan itu.

Brak!!!

Bryan membuka paksa pintunya, dia  dan pakaiannya yang agak lusuh  mendekati Shiren.

"Jangan deket sama gue!" Shiren memekik, menghentikan langkah Bryan yang ingin memeluknya.

"Lo masih sakit? Kita ke rumah sakit ya sayang?" Bryan tidak menyerah, dia mendekati Shiren secara perlahan, suaranya halus dan penuh kelembutan. Seratus delapan pulub derajat berbeda dengan dirinya yang sudah membantai-bantai anak orang.

"Sakit?! Lo pikir ini semua gara-gara siapa?!"

"Iya gue salah, harusnya gue gak bawa lo ke sini. Gue janji gak bakal bawa lo ke sini lagi, atau buat lo dalam keadaan bahaya, gue janji."

"Gue gak butuh janji lo!"

"Oke, yang penting kita ke rumah sakit dulu, ya?"

"Enggak! Gue gak mau ke rumah sakit! Gue mau pulang!"

Meskipun perlahan tapi pasti, akhirnya Bryan berhasil mendekat ke arah Shiren. "Oke, gue anter ya? Nan, kunci mobil."

"Gue ... Gak mau pulang sama lo!"

"Shi? Biar gue yang anter o--"

"Gak mau!"

"Shi?"

"Gue gak mau! Gue benci lo! Gue gak suka sama lo! Gue mau putus sama lo! Ayo putus Bry! Gue gak mau punya cowok berandal kayak lo!"

Jantung Bryan sudah sangat sakit, dia tidak lagi bisa mendengar lontaran kata-kata kasar Shiren, bersama dengan turunnya air mata sang gadis. Sesak memenuhi seluruh dadanya, dia selalu lemah jika itu berhadapan dengan Shiren, gadis yang paling dia cintai.

"Nan, tolong antar Shiren. Tolong antar dengan selamat sampai rumah." Bryan memilih sendiri dan tidak muncul  di hadapan Shiren untuk sementara, sebelum dia mendengar lebih banyak kata-kata yang akan menyengat hati dan meremukkan jiwanya.

"Oke, gue anterin dia, tenang aja, gue pastiin dia aman sampai rumah. Ayo shi, ikut gue."

Shiren berdiri mengikuti langkah Nanta, melewati Bryan yang sudah menunduk lesu.

"Kita putus, bukan ajakan lagi, tapi ini pernyataan gue. Kalau lo belum berubah, dan masih menjalani kehidupan berandal lo ini, jangan muncul di hadapan gue." Shiren mengatakan kalimat paling Bryam takutkan, tepat saat gadis itu berapapasan dengan cowok jangkung ini.

"Kita belum putus Shi, tolong ingat itu. Lo, masih cewek gue, dan selamanya tetap begitu." Bryan juga masih menolaknya, dia tidak akan pernah menerimanya. Shiren tidak lagi peduli, dia tidak ingin berdebat. Dia memilih untuk pulang saja.

-

-

-

"Thanks Nan." Shiren turun dari mobil Nanta. Dia dan Nanta sudah sampai di rumahnya. Dan Shiren ingin cepat-cepat masuk dan istirahat menenangkan pikirannya.

"Shi, Bryan itu--"

"Stop, gue emang makasih lo udah anterin gue. Tapi, gue gak butuh argumen pembelaan lo buat sahabat lo itu." Shiren dengan cepat memotong ucapan Nanta.

"Gue gak mau belain dia, gua cuma mau bilang. Dia cinta sama lo, tulus Shi, dan cinta itu lebih besar dari yang lo bayangin. Gue berani bertaruh, kalau bukan lo, dia gak bakal nikah. Gue cuma mau lo ingat itu, sebelum lo benaran minta putus sama Bryan. Oke, cuma itu, gue balik ya." Nanta menutup kaca mobilnya, dia berbelok melajukan mobilnya keluar dari rumah Arkasa itu.

Sakit, sesak, ingin menangis adalah hal yang Shiren rasakan saat ini. Sialnya, dia tau bahwa Bryan memang sangat mencintainya.

"Bry ..., bakal lebih bagus kalau seandainya lo gak cinta sebesar itu sama gue, mungkin gue bisa lebih ikhlas buat lepasin lo."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!