Mentari sudah naik, dan Shiren dengan sendirinya sudah bangun, dia menatap ponselnya, sudah ada balasan pesan dari yang ia tunggu-tunggu kemarin malam.
"Good night Shi, sorry ya."
Suara sapaan pagi itu menyegarkan telinga Shiren, sekaligus mengundang senyuman pagi hari ini. Shiren menyalakan suara itu berulang kali, menikmatinya selama yang dia bisa.
"Ren!" Pekikan Arfen pagi ini sukses mengacaukan pagi Shiren yang cerah.
"Ya kak?"
"Buruan bangun, jagain Devan dulu bentar. Thifa lagi masak sarapan, Kakak pengen makan masakan Thifa."
Shiren menghela napasnya. Dia menutup ponselnya, sengaja tidak membalas pesan dari pria itu. Mungkin Shiren ingin balas dendam? Dia berjalan gontai, membuka pintu kamarnya.
"Terus kakak ngapain?"
"Kakak jagain Reya, kamu jagain Devan. Nih, bentaran doang, sampai Mama bangun." Arfen yang sudah menggendong Devan kecil ditangannya, memberikannya pada Shiren.
"Oke, untung Devan anaknya pendiam, kalau mewarisi gen kak Arfen, celaka nusantara." Shiren menggendong Devan kecil yang tampak kalem, anteng ayem. Kakak dan kakak iparnya memiliki anak kembar bernama Devan dan Alreya, kakaknya adalah Alreya.
-
-
Shiren sudah bersiap didalam mobilnya, dia mengecek ponselnya, tapi tidak ada pesan dari kekasihnya pagi itu. Cukup kesal, Shiren memutuskan mengabaikannya saja. Dia kembali menyimpan ponselnya.
"Jalan pak Won." Kata Shiren, akhirnya mobilnya sudah jalan. Dan tangan Shiren sudah gatal untuk mengecek kembali ponselnya. Dia menyerah, Shiren kalah, hatinya lemah, dia mengirim pesan lebih dulu kepada Bryan.
Udah pagi
Begitulah isi pesannya.
Dret... Drett...
Belum lima menit sejak pesan itu terkirim, tapi ponsel Shiren sudah bergetar, dan pelaku si pemanggil adalah Bryan.
"Berangkat bareng gue ya? Gue udah otw ke rumah lu." Pinta Bryan dengan rengekan manjanya yang sudah jarang terdengar.
Shiren baru saja melewati gerbang rumahnya.
"Ntar di tengah jalan, gue ditinggal lagi?" Ulang Shiren, akhir-akhir ini Bryan memang tampak sering meninggalkan gadis ini sendirian lagi.
"Enggak, janji! Gue jemput ya?" Pinta Bryan lagi, kali ini dengan janji yang Shiren harap bisa pemuda itu tepati.
Shiren lagi-lagi kalah, hatinya melemah. Dia mengiyakan saja. Dia juga ingin berangkat sekolah bersama Bryan lagi.
"Iya." Shiren segera mematikan ponselnya.
"Pak, berhenti disini aja." Kata Shiren menyentuh bahu sang supir.
"Dijemput Mas Bryan Non?" tanya Pak supir yang sudah kenal jelas siapa itu Bryan. Dia adalah pacar Shiren yang dulu sering main ke rumah, ya itu dulu.
"Iya, makanya berhenti disini aja."
Pak supir menghentikan mobilnya. Dan Shiren segera turun dari sana. Tidak lama setelah supir kembali, tampak mobil hitam mewah datang menghampiri Shiren yang berdiri di tepi jalan. Semenjak Bryan sudah memiliki ktp dan Sim, dia sudah membawa mobil sendiri ke sekolah.
"Sorry, kemarin udah tidur ya?" Bryan dengan cepat turun dari mobilnya, menghampiri gadis kesayangannya. Merekatkan senyuman yang ia harap bisa melemahkan hari Shiren.
"Lo gak maksud nyuruh gue begadang kan? Semaleman cuma demi nungguin pesan lo?" Shiren menaikkan sebelah alisnya, dia badmood semalaman karna masalah itu. Tapi bahkan saat dia bertemu dengan Bryan saat ini, dia tidak lagi bisa marah.
"Iya lah, gak usah! Ngapain lu kurangin jatah tidur buat gue, jangan deh, gak usah. Kalau kira-kira gue gak online, lu tidur aja."
Shiren tidak bisa berkata-kata, apa pria didepannya ini tidak mengerti kalau kemarin malam Shiren mencoba menahan kantuknya demi menunggu kabar dari cowok ini. Tapi Bryan bahkan mengatakan itu?
Shiren memilih untuk diam, selama beberapa bulan terakhir dia lelah bertengkar dengan Bryan yang ujung-ujungnya membuat Shiren minta putus. Gadis manis itu, hanya melangkah mendekati mobil dan masuk kesana.
Bryan tau dia salah, dia juga tidak bisa berkata apa-apa kecuali maaf.
"Marah sih marah, tapi jangan membahayakan diri bisa kan?" Bryan memakaikan sabuk pengaman pada Shiren, membuatnya bisa menghirup aroma rambut Shiren yang berbeda.
"Lu ganti shampo?"
Shiren menggeleng. "Gak ganti shampo, cuma gak mandi aja tadi pagi." sahutnya jujur dan enteng.
"Lu masih nganut ideologi cewek cantik gak usah mandi pagi masih cantik?"
Shiren melirik ke arah Bryan. "Kenapa? Lo gak suka? Gak nyaman? Mau jauhin gue?"
Bryan mengambil sebagian rambut Shiren, menciumnya seolah sangat menikmatinya, seperti rambut itu adalah bunga terharum. Membuat sang pemilik rambut tidak tahan untuk tidak berdebar.
"Yang buat gue gak nyaman, ya waktu gue jauh dari lu."
Shiren mendadak diam, debarannya yang menggebu, memelan, dan perlahan menjadi normal. "Gak mau jauh dari gue tapi selalu ninggalin gue?"
"Sorry Shi, itu salah gue emang." Tidak ada lagi yang bisa Bryan katakan, karna itu memang salahnya.
"Muak gue denger permintaan maaf lo, cape tau gak?"
"Gue bahkan gak bisa ngebantah karna yang lo bilang itu bener."
Shiren hanya menghela napasnya, dia tidak tau harus menyindir Bryan dibagian mana lagi. Dan dengan cara apalagi agar pria itu berubah kembali. Sulit menjauh, lebih sulit lagi kalau tidak bertemu, hubungan menyakitkan yang Shiren jalani sekarang.
"Kemarin gue balapan tiga kali, dan gue menangin semuanya. Tapi pas di pertandingan awal, gue cuma beda tipis sama dia." Bryan membuka cerita seperti biasa, saat dia punya waktu senggang dengan Shiren.
"Ya, terus gue harus apa? Ucapin selamat?" Shiren memutar bola matanya jengah, dia muak mendengar cerita yang seputar itu-itu aja. Kalau bukan geng motor, tawuran, maka balapan mobil, apa tidak ada topik pembicaraan lain yang lebih normal? misalnya membicarakan sebuah film yang baru mereka tonton? mustahil! Bryan bahkan tidak ada waktu.
"Gak perlu ucapin selamat, doain gue baik-baik aja." Bryan mengacak rambut Shiren gemas.
Shiren tersentak halus. "Kalau emang takut, ya gak usah balapan, gak ada yang maksa juga kan?"
"Sayangnya gue harus lakuin itu. Soalnya kalau bukan gue yang main gak bakal menang."
"Jadi kemarin pesan gue juga telat balasnya karna lo balapan?" Shiren melirik pria disebelahnya, dengan nada yang penuh dengan sindiran.
"Itu si Arga! Padahal udah gue bilang siniin hpnya, biar gue bisa balas pesan lo. Dianya merengkel, malah di tahan hp gue."
"Bryan!!!" Suara Shiren memekik, menyakiti telinganya sendiri. Berteriak di ruangan kecil seperti itu? Sepertinya Shiren cukup kesal saat ini.
"Tunggu, ap--"
"Jangan main hp kalau lo balapan! Kalau emang mau main hape, jangan balapan! Kalau lo kenapa-napa gimana? Gak mikir apa?!" Shiren sudah meneteskan satu bulir hangatnya. Dia yakin dan setuju bahwa apa yang Arga katakan itu benar.
Bryan tersentak halus. Dia tidak menyangka bahwa gadisnya akan meneteskan air mata pagi-pagi begini karena dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
sya-sha
ponakannya udah gede udah nikah . sekarang
2023-03-28
0