"Ngemis maaf sahabatnya lo. Bilang dong, gue salah, gue minta maaf." Bryan hanya bisa mengatakan maaf, untuk saat ini.
Alma terus memperhatikan wajah Bryan, sepertinya dia benar-benar serius dalam meminta maafnya Shiren.
"Shi, tadi kan lo bilang lo mau ngerengek minta putus dari dia. Nah, ini dia kesempatannya. Kalau pun kalian putus, tolong putus dengan damai dan baik-baik." Alma membisikkan hal itu pada sahabatnya, dia mengambil tas dan pindah ke belakang, duduk tepat di sebelah Nanta.
"Lha, lo ngapain ke sini?!" Tentu saja Nanta memekik, dia tidak akan bisa menyambut baik kehadiran gadis itu.
"Gue lagi mau nolongin temen lo noh. Bukannya bilang makasih, malah marah-marah."
Meskipun Alma sudah pindah dari tempatnya, Bryan juga tak beranjak dari duduknya. Dia masih setia bersandar di bangku Shiren. Tidak akan pergi apapun yang terjadi, kecuali Shiren benar-benar memaafkannya.
Hening, kala itu suasana di kelas sepi untuk beberapa menit, tak ada yang berani membuka mulut, termasuk Nanta dan Alma.
Agak aneh memang kalau mengingat tabiat IPA lima yang menjadikan kebisingan sebagai jati diri dan simbol kelas malah diam seperti itu. Shiren tidak enak pada teman-temannya yang lain, karna bisik-bisik gosip saja tidak terdengar.
"Gue mau ngomong sama lo, gak di sini." Shiren langsung bangkit berdiri, dia menarik tangan Bryan pergi. Senyuman smirk bisa satu kelas lihat muncul di wajah Bryan. Pertanda suasana hati orang membaik, dan dia cukup senang.
-
-
-
Shiren pada akhirnya membawa Bryan ke halaman belakang, di dalam gudang kosong yang terbengkelai dan tak terpakai.
"Gue mau putus!"
Sudah Bryan duga Shiren akan mengatakan itu, dan Bryan tentu sudah berencana untuk menolaknya.
Bryan menggeleng. "Gue gak mau."
"Tapi gue udah gak tahan!"
"Lo harus bertahan."
"Please Bry, lepasin gue! Gue gak bisa gini terus! Gue cape! Udahan aja deh mendingan, ngertiin posisi gue!"
"Gue gak mau putus, apapun alasannya."
"Sekarang gini deh, lo coba liat dan pandang waktu ada di posisi gue! Gak enak Bry! Lo gak pernah ada! Lo cu--"
*Cup!
Bryan mengecup kening Shiren, namun Shiren malah mendorongnya kasar, mengusap kasar bekas yang Bryam tinggalkan.
Deg!
Jangan tanyakan betapa perihnya hati Bryan saat ini, sesak yang menyakitkan sudah memenuhi hatinya. Shiren memang sudah berulang kali meminta putus padanya, tapi Shiren tidak pernah menolak jejak sayangnya se kasar ini.
"Gue mohon, jangan lakuin itu lagi. Jangan pernah nolak keberadaan gue di sisi lo Shi, jangan pernah."
"Kalau gitu gue juga mohon ... Gue mohon banget kita udahan, please, lepasin gue."
Bryan menarik napasnya dalam-dalam, dia mengacak rambutnya frustasi, sang badboy sudah tidak paham lagi bagaimana cara mencegah putusnya hubungan mereka.
"Dua hari lagi, kita jalan, oke? Sampai hari itu, kita masih jadian, dua hari lagi." Bryan menggenggam tangan Shiren lembut, pandangan matanya sangat menyayat hati. Shiren tau dan sadar dengan benar, bahwa kata cinta yang selalu Bryan lontarkan untuk dirinya itu tulus, dan sangat besar.
Jika di gali dalam hati lagi, Shiren juga sadar bahwa dia sangat menyayangi Bryan, mencintainya setulus hati. Mungkin saja sama besar dengan rasa cinta yang Bryan miliki untuknya.
"Apa dua hari lagi yang lo maksud itu hari pasti putus kita? Lo udah mastiin bakal nerima putusnya hubungan ini?" Ada sesuatu yang sakit yang berdesir di hati Shiren.
"Gak bakal putus, tapi dua hari lagi, gue bakal yakinin lo buat tetep sama gue." Bryan ingin mengecup kening Shiren namun dia berhenti di tengah-tengah. Getaran kecil di tangan Bryan bisa Shiren lihat, dia takut---akan penolakan keras sang gadis dari jejak sayang yang ia tinggalkan.
Shiren sedikit mengangkat kepalanya, menutup matanya seolah memberi Bryan kesempatan melancarkan aksinya.
Bryan tersentak halus, kebahagiaan langsung menyapa hatinya, dia menyandarkan kepalanya pada bahu Shiren.
Shiren membuka matanya saat sadar tak ada kecupan di kening, tapi terganti oleh tetesan air hangat dibahunya. Ah lelaki hebat itu sedang menangis lemah dibahunya.
"Gue gak bakal bisa kalau harus putus dari lo, ngerti itu Shi. Tolong bertahan sebentar lagi."
"Apa maksudnya bertahan sebentar lagi?"
Untuk sesaat suasana hening, mengundang kecurigaan Shiren lagi.
"Maksudnya bertahan dalam posisi ini." Entah Bryan jujur atau dalih untuk menyembunyikan sesuatu, tidak ada yang tau.
Setelah lebih lega, Bryan berdiri tegak, memegang kedua pipi Shiren, menatap lurus pada retina sang gadis.
*Cup
Kali ini tak ada dorongan untuk Bryan saat dia meninggalkan kecupan sayangnya. Dan tidak ada penolakan dari Shiren.
-
-
-
Shiren dan Bryan berjalan beriringan kembali ke kelas, namun mereka harus berhenti di pintu karna sudah ada Alma dan Nanta yang menggosip ria disana.
Terkadang Alma dan Nanta memang bertengkar, tapi kalau sudah ngomongi koleksi dosa orang lain, keduanya sangat akur.
"Kesimpulannya, kalian jadi putus?" Tanya Alma ceplos begitu saja. Hingga membuat Nanta geram, nyaris menyumbat mulut sang gadis.
"Enggak." Shiren menggeleng.
"Udah gue bilang, gak akan pernah putus." Timpal Bryan. Percaya diri sekali dia, masa depan kan gak ada yang tau.
"Pede amat, kali aja sang penentu takdir kita gak mau kalian bersama, bisa aja kan? Takdir gak ada yang tau."
"Ngomong sekali lagi gue tendang pindah negara lo."
"Tendang ke Korsel, gue mau ketemu bias!"
Bryan tidak ingin menanggapi ocehan Alma yang tak ada habisnya, dia menarik tangan Shiren dan duduk berdua di satu meja yang sama.
"Lo ngapain disini? Pindah."
"Gak mau."
Entah harus dengan cara apa Shiren mengusirnya, dia juga tidak tau. Pertengakaran dan perdebatan kecil mengisi waktu kosong mereka.
-
-
-
Rapat telah usai, dan luar biasanya, Bryan masih menetap di sebelah Shiren sampai jam pelajaran terakhir, padahal biasanya, cuma satu atau dua jam Bryan disana.
Tidak ada kata bosan bagi Bryan, mendengarkan penjelasan sang guru fisika, karena ada Shiren di sebelahnya, yang tangannya sedang ia genggam di bawah laci. Beberapa kali Shiren ingin melepasnya, tentu saja Bryan menahannya.
"Hukum kekekalan energi berbunyi energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan, tapi energi masih bisa berubah ke bentuk energi yang lain. Apa kalian paham gimana maksudnya?" Bu Ajeng, Guru Fisika di depan sudah menjelaskan dengan sangat baik.
"Paham bu!!" Jawab satu kelas kompak. Entah sebenarnya mereka paham atau tidak, yang penting jawab aja dulu biar guru itu puas.
Shiren melirik ke arah Bryan. Shiren pikir Bryan tidak mengerti, karna sedari tadi Bryan hanya fokus menatap dirinya dan mengusap punggung tangannya.
"Gue tau maksudnya, santai aja. Sama lah kayak cinta gue gak bisa dimusnahkan, gak peduli seberapa drastis gue berubah, pada akhirnya gue tetap cinta ke lo."
"Gak nyambung." Shiren tidak salah, Bryan melantur sekarang. Tapi, gombalan aneh itu masih bisa mengundang senyuman tipis Shiren. Dan Bryan juga menyadari senyuman tipis yang kala itu terlukis di wajah sang gadis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments