Ayo pulang?

Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, dan Shiren masih menulis di kelasnya, ada bagian yang nanggung untuk ditinggal, ah dia memang anak rajin.

"Shi ayo pulang...!" Alma sudah merengek manja menarik lengan Shiren, setelah tadi Lilia pulang lebih dulu.

"Gue bentar lagi, nanggung nih sedikit lagi." Shiren masih fokus menatap kalimat-kalimat yang familiar untuk anak sekolah.

Saat ini dikelas hanya ada dirinya, Alma, Nanta dan Bryan, teman-teman mereka yang lain sudah pulang semua.

"Nan, urus dong." Bryan melirik ke arah Alma. Nanta mengerti maksud dari sahabatnya, menyingkirkan Alma saat ini.

Nanta menghela napasnya, dia harus mengambil resiko adu mulut dengan ratu berisik satu ini. Nanta berdiri, berjalan ke sebelah Alma. "Yuk pulang." Dengan santainya cowok itu menarik kerah baju Alma.

"Apa sih cowok rese! Gue mau balik sama Shiren!" Ronta Alma seketika.

"Udah ayo, rese amat. Lo ga liat mukanya Bryan udah kusut, dia pengen berduaan sama Shiren. Peka dikit dong." Nanta masih tidak melepas kerah baju gadis manis itu.

"Sahabat lo doang yang mau, sahabat gue kagak, liat tuh." Alma tak mau kalah, dia menunjuk Shiren dengan dagunya yang memang hanya fokus pada tulisannya saja.

"Iya, masa gitu sayang?" Suara Bryan begitu lembut, membuat Shiren kembali berdebar. Sayangnya walau dia tidak mau, hatinya berdebar dan pipinya juga merona.

"Bryan! Kaget tau!" Pekik Shiren seketika, saat dia sendiri sudah merasakan hembusan nafas Bryan dari mulutnya.

"Oh? Kayaknya gitu, ayo pulang Nan."

"Kan dah gue bilang, ga asik disini, kita jadi penonton doang." Nanta melanjutkan jalannya dengan masih memegang kerah baju Alma. Betah amat bang?

"Tapi lepasin dong, gue bukan kucing tau!"

"Lo kucing!"

"Lo monyet!"

"Lha lo kucing maong-maong!"

"Lha lo monyet, k--" Alma menoleh ke arah Shiren. "Suara monyet gimana Shi?"

"Bukannya barusan lo denger ya? Pas sebelum gue ngomong." Sahut Nanta enteng.

"Lha sebelum lo ngomong, itu kan gue!"

"Ya udah, berarti lo monyet." Astaga, Nanta memang tidak punya hati. Bagaimana dia bisa mengatakan hal sejahat itu pada gadis secantik Alma.

"Ish gue bukan monyet! Kan lo sendiri yang bilang gue kucing, gimana sih?!"

"Terus lo apa?"

"Kucing!" Astaga! Alma polos sekali saudara-saudara.

Kelas diramaikan dengan suara Nanta yang tertawa terbahak-bahak, perutnya sakit melihat gadis lugu yang paling sering dia ganggu.

"Tolonglah, lo polos banget sih bocil manja."

"Keluar atau lo gue keluarin dari geng?" Bryan sudah panas saat ini, niatnya kan dia yang mau uwu-uwuan, kenapa malah dua umat itu.

"Kalian berdua ngeselin!" Alma menghentakkan kakinya, dia berjalan cepat meninggalkan kelasnya. Diikuti Nanta dari belakang, jika dia masih disana, jelas nantinya akan ada lebam biru hadiah dari Bryan.

"Puas ngusir sahabat gue?" Shiren melirik tidak suka pada pria yang baru duduk disebelahnya, tepat di bangku Alma tadi.

"Puas banget," Sahut Bryan enteng, dia masih menatap lekat Shiren, dengan senyumannya yang tak memudar. Satu tangannya dia gunakan untuk menopang dagunya, mengambil posisi paling sempurna menatap gadisnya.

"Hari ini lo gak tawuran?" Wah, Shiren tau sekali jadwal harian sang badboy.

"Hari ini gak ada tawuran sih, cuma bentar lagi ada adu futsal sama tim sekolah lain. Pertandingan persahabatan,"

"Terus lo ngapain masih disini? Enggak siap-siap? Toh lo gak bakal anterin gue sampai rumah kan?"

"Enggak bisa sampai rumah, tapi kan masih bisa sampai gerbang depan."

"Gerbang depan doang buat apa dianterin? Ya kali gue di begal di sekolah."

Bryan mengambil sebagian rambut Shiren yang terurai, memainkannya seolah itu sudah menjadi candu baginya.  "Satu detik bareng lo, itu berharga."

Shiren menatap Bryan, gadis itu tersentak halus, jelas sekali apa yang Bryan katakan saat ini bukan gombalan semata. Mata Bryan tulus, ekspresi wajahnya serius, Shiren tau, karna inilah dia benar-benar tidak bisa putus dari Bryan.

"Gue udah selesai, mau pulang." Shiren membereskan bukunya.

"Ayo pulang." Bryan merangkul gadis itu, tidak akan dilepas sebelum sampai gerbang.

Pembicaraan kecil, dan juga perdebatan kecil meramaikan suasana keduanya menuju ke gerbang sekolah.

"Nanti malam gue hubungin." Bryan meninggalkan kecupan manis di kening gadis itu.

"Nanti malam balapan lagi?"

"Sayangnya, iya." Bryan tersenyum, lalu berjalan ke parkiran dimana mobilnya berada.

Shiren tidak mengatakan apa-apa lagi, dia hanya terus memperhatikan langkah Bryan, dia tidak mengalihkan pandangannya bahkan sampai Bryan keluar gerbang dengan mobilnya.

"See you!" Bryan melambaikan tangannya dari mobilnya.

................

Sudah hampir setengah jam Shiren menunggu di gerbang, tapi supirnya belum menjemput juga.

Shiren kesal, dia baru ingin menelpon Arfen-Kakaknya. Tapi, dia melihat pesan dari supirnya.

"Maaf Non, bannya bocor. Hp saya mati, jadi saya bingung musti gimana. Ini baterainya dua persen, Tuan muda Arfen lagi di luar kota."

Shiren menghela napasnya setelah membaca pesan itu, dia tidak tau mau marah pada siapa, selain dirinya yang ketiban sial.

"Naik bus aja deh."

Shiren berjalan keluar gerbang, mencari tempat pemberhentian bus terdekat. Sayangnya, itu lebih jauh dari yang ia pikirkan.

Tepat saat dia melewati jalan gedung tua, tampak beberapa anak muda sedang tawuran, sepertinya mereka bukan anak sekolah, tapi entahlah, Shiren tidak tau pasti. Yang jelas menarik perhatiannya saat ini, ialah cowok yang motornya berhenti tak jauh dari sana.

Shiren bisa melihat ada orang asing yang dengan sengaja ingin memukul kepala cowok itu dari belakang.

"Hey minggir!" Shiren berteriak, namun tidak di dengar. Celakanya cowok itu! Shiren melepas sepatunya, lalu melemparkan pada arah cowok itu.

"Yes kena!" Shiren bangga pada dirinya yang berhasil.

Cowok itu maju dan agak menunduk mengambil sepatu hitam. "Woy! Siapa nih yang kurang ajar lempar sepa--"

Brakkk!!

Balok kayu yang harusnya mengenai kepala cowok itu, kini menghantam motornya. Hingga menimbulkan suara keras. Cowok itu berbalik, sadar ada orang yang ingin menghajarnya, dia langsung menghajar balik. Syukurlah dia jago bela diri, dan orang asing berbalok itu ko.

Cowok itu langsung menatap Shiren, dia tau Shiren yang baru saja menyelamatkannya dengan sepatu itu. Dia mengambil sepatunya, naik ke motor dan segera menghampiri Shiren.

"Buruan naik kalo lo gak mau terlibat tawuran gila ini!"

Shiren melihatnya, dia sadar kini mereka sudah menjadi pusat perhatian. Shiren langsung naik dengan cepat.

Setelah agak jauh dari tempat kericuhan itu, akhirnya Shiren bisa bernapas lega.

"Berhenti!" Pekik Shiren, membuat cowok itu menepikan motornya. Shiren juga segera turun.

"Hey...!" Cowok itu menatap lekat Shiren, tepat di retina hitam yang menawan itu. "Kenapa lo natap gue kayak gitu?"

Shiren mengernyit heran. "Bukannya gue yang harusnya nanya gitu ke lo? Ngapain lo natap gue gitu?"

"Harusnya lo kagum dan berbinar sekarang, juga tercengang heran." cowok itu bicara lebih ngaco.

"Lo ngomong apa sih? Kenapa gue harus kayak gitu?"

"Karna gue..., terlalu ganteng."

Bulu leher Shiren naik semua, dia begidik seketika. "Agak sakit keknya nih anak."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!