"Iya ayo, tidur dulu." Shiren menuntun Bryan untuk berbaring di kasurnya.
Bryan melepas topi dan jaketnya, dia dengan cepat berbaring di tempat yang disediakan. Dia juga menuntun tangan Shiren untuk menyentuh keningnya.
"Jangan marah oke, bentar doang." Bryan mulai memejamkan matanya, dia sungguh-sungguh lelah sekarang.
"Iya." Shiren mengusap kepalanya perlahan, jujur saja Shiren juga deg-degan saat ini. Dia benar-benar takut bakal ketahuan orang rumah. Bryan memang sudah dapat restu, tapi belum ada lampu hijau untuk keduanya berada di kamar tidur apalagi malam hari.
Shiren menunggu dan menanti, dia hanya iseng terus mengusap rambut Bryan, hingga setengah jam berlalu. Namun, tidak ada tanda-tanda Bryan akan bangun juga.
Shiren menatap Bryan, dia memang sangat ingin jalan-jalan dengan sang kekasih, tapi dia juga tak ingin memaksa. Sadar, kesehatan Bryan tidak mendukung saat ini.
Ya udahlah, biarin aja.
-
-
-
Kebosanan Shiren menuntunnya untuk tidur bersama, dia juga sudah terlelap bersandar di kepala kasurnya. Keduanya tertidur lelap saling menghangatkan.
Jam sudah menunjukkan pukul 11.25 malam, dan salah satu dari mereka tidak ada yang bangun.
"He, bocah tengil. Bangun...!"
Goyangan di bahu serta suara menyebalkan itu, memaksa Bryan untuk bangun. Dia mengucek matanya, mencoba memperjelas pandangannya.
"Arfen? Lo ngapain di sini?" Entah karna masih belum sadar, atau masih menyimpan kekesalan karna mempersulit hubungannya dan Shiren dulu, Bryan bisa tidak sopan pada calon kakak iparnya sendiri.
"Belagu amat si bocil, bangun hey bajingann kecil!"
Ah, Bryan akhirnya ingat setelah menatap wajah Shiren yang sangat manis dalam keadaan tertidur. Dia sadar, dia tertidur di pangkuan sang gadis. "Lha, gue ketiduran. Gak jadi jalan, ck!"
Arfen tau, decakan kesal itu sangat mengekspresikan perasaan Bryan saat ini. "Makanya, kalau mau jalan tuh, pakai persiapan."
Bryan masih diam, dia mencoba membangunkan indranya dulu.
"Bangun dan pergi sekarang deh, sebelum mama papa tau, restu yang kau dapat, bisa hilang mendadak."
Bryan menghela napasnya, apa yang Arfen katakan ada benarnya. Dia bangkit berdiri, menggendong Shiren, memperbaiki posisi tidurnya, dari duduk menjadi berbaring. Tak lupa, dia juga meninggalkan jejak sayang di pucuk kepala gadis itu.
"Gue pulang ya, good night."
"Mobil mu udah dipindahkan ke depan gerbang."
"Makasih Kak, gue balik dulu, sekali lagi thanks."
Pada akhirnya, keduanya tidak jadi jalan bersama. Ah kasihan sekali gadis itu, dia sudah dandan cantik-cantik, dan membayangkan bermain bersama. Namun harapannya pupus sudah.
...***...
Bryan baru saja tiba di parkiran sekolah dengan motornya, sudah ada Nanta disana yang menantinya.
"Lo kemana aja kemarin malam? Tadi malam kita kalah tiga pertandingan! Untung balik modal doang, gak parah-parah amat kerugian!" Tentu saja Bryan yang bolos tanpa kabar dari kehidupan malamnya, mendapat ocehan dari Nanta.
Bryan masih diam, dia memperbaiki rambutnya yang sedikit acak karna helm.
"Bry! Gue ngomong aelah, ini orang bukan patung! Tadi malam Arga udah ke rumah lo, kata bokap lo, lo udah keluar dari jam tujuh. Lo kemana aja?! Bokap lo juga marah karna lo gak ikut balapan!" Nanta kembali mengomel.
"Oh? Dia marah? Baguslah, andai gue disana, pasti seru liatnya." Bryan meninggalkan Nanta seketika.
Nanta tentu tau hubungan yang tidak baik antara Bryan dan ayahnya, yah mau bagaimana lagi. "Jadi kemarin malam lo dimana?"
"Kamar Shiren." Bryan tidak bohong kan?
Nanta diam terpaku seketika. "Lo ngapain sama dia anjir, gila Lo ya?"
Bukh!
Mampus Nanta, makanya kalau ngomong tuh dijaga. Satu pukulan Bryan hadiahkan untuk mulut lemes sahabatnya.
"Jangankan begitu, ciuman bibir juga gak pernah. Gak usah mikir macam-macam!"
"Mana ada muda-mudi yang berdua di kamar tapi cuma tidur, gak usah bohong Bry."
Bryan meninggalkan Nanta begitu saja, faktanya kan dia memang hanya tidur di kamar Shiren.
"Kalau anak-anak yang kenal Bryan di kehidupan malam, pasti bakal beneran kaget, kalau tau dia memperlakukan Shiren kayak gitu. Jangankan ngomong, di tatap sama Bryan udah merupakan keberuntungan bagi cewek-cewek disana. Dan Shiren disini, dia yang nyuekin."
...***...
Hari ini adalah jam pelajaran terkahir, sial memang untuk mereka, di siang panas ini harus keluar untuk berolahraga. Padahal paling enak tuh pagi, kalau siang gini enaknya pelajaran agama, adem ayem gitu bawaannya.
"Woy yang merasa punya kelamin jantan, keluar dong. Kita cewek-cewek mau ganti baju." Teriak Alma yang sudah memegangi pakaian olahraga berwarna biru dan bergaris hitam.
"Lah, kan ada kamar mandi, sono lah. Enak aja main ngusir." Sahut Nanta enteng. Memang hobinya gangguin Alma.
Bryan melirik ke arah Shiren, dia hanya menunduk, wajahnya lesu, ini sudah panas pasti enggan baginya untuk berjalan lagi.
"Keluar pakai kaki sendiri? Atau mau gue seret?" Bryan sudah mengedarkan pandangan tajamnya pada seisi kelas.
"Keluar sendiri!!!" Teriak mereka bersamaan, saat sadar Bryan itu siapa dan perkataannya bukanlah omong kosong belaka.
"Ganti baju yang nyaman, gue jaga depan." Bryan mengusap kepala Shiren, lalu mengambil posisinya di pintu depan.
"Kadang ada gunanya juga dia jadi badboy." Celetuk Alma yang langsung mendapat tatapan tajam dari Shiren.
Namun, harus Shiren akui, dia memang merasa nyaman, tidak lagi takut pada orang yang akan mencuri pandang.
-
-
-
"Woah! Kalian cocok deh jadi satpam! Menjaga dengan aman!" Alma sudah membuka pintunya, setelah memastikan seluruh cewek udah ganti baju.
Berterima kasih pada tiga cowok di depan.
"Sekarang gantian, kalian jaga depan, kita mau ganti pakaian." Nanta langsung menerobos masuk, dan mendorong Alma keluar. Tentu saja itu awal mula pertengkaran keduanya.
"Masih ada minum?" Bryan bertanya pada Shiren.
"Masih, dia tas sebelah kanan." Shiren ingat, botol minumnya masih ada setengah isinya.
"Okay." Bryan berjalan ke meja Shiren, dengan santai meminum air di dalam botol itu. Itu memang bukan yang pertama kali, tapi Shiren selalu senang ketika Bryan melakukan itu. Shiren tersenyum tipis menatap Bryan, sebelum Nanta benar-benar menutup pintunya.
"Kalian masih pacaran Shi? Lama juga ya." Tanya Lilia yang sadar akan senyuman Shiren.
"Lha? Gue mikirnya mereka sampai pelaminan. Walau sering ribut, tapi Bryan itu romantis loh. Dan dia juga tulus sama Shiren." Timpal Alma jujur. Dia tidak keberatan kalau akhirnya dua insan itu sampai menikah.
"Sorry Shi, entah kenapa gue agak gak suka sama Bryan yang sekarang. Anaknya berlebihan, ekstrem banget. Gue takut kalau kalian sampai nikah, dia ntar malah main tangan." Lilia sungguh tulus mengkhawatirkan Shiren.
"Gue masih 17 tahun loh, belum mikir sampai kesana." Meski begitu, Shiren juga memikirkan perkataan Lilia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments