Bab 3 (REVISI)

Setelah mereka sampai di rumah, Fichia sangat tertegun dengan bangunan nya.

"Rumah nya indah" gumam nya

"apa kamu akan betah tinggal disini?" tanya Amran yang sedang menurunkan koper mereka

"hemm, sepertinya aku akan betah mas"

"syukurlah kalau begitu. ayo masuk"

Dirumah ini terdapat satu lantai dengan berisikan furniture yang sudah lengkap tersusun dengan rapih.

ada 2 kamar tidur , ruang tamu dan ruang tv yang di gabung , dapur beserta ruang makan dan terdapat halaman belakang yang sangat luas dengan di tanami pepohonan rindang.

"apa ada perlengkapan masak mas?"

"hanya ada kompor dan beberapa panci saja. nanti kita beli dulu perlengkapan masak yang kamu butuhkan"

"Hmm, baiklah"

Fichia segera menata baju nya dan milik suaminya ke dalam almari yang tersedia di kamar utama.

Fichia dengan telaten membersihkan setiap sudut kamar nya, mengganti seprai dengan yang baru dan tidak lupa dia membersihkan seluruh rumah ini

.

.

"kamu mau makan apa fichia? aku akan ke depan cari makanan"

"apa aku boleh ikut mas?"

"Hmm, boleh. segeralah berganti pakaian, aku tunggu di mobil"

"iya mas, sebentar"

Mereka memutuskan untuk makan di tempat warung makan sederhana.

"mang saya seperti biasanya ya" ucap Amran seperti dirinya sering kali kesini

"oke siap bos. nggak keliatan kemana aja ini?" tanya pedagang tersebut

"nggak kemana-mana mang"

"kamu mau makan apa fichia?"

"pacar baru ini? yang lama di kemanain?"

"ini istri mang"

"eoh istri. maaf ya neng , amang nggak tau"

"iya tidak papa mang"

'pacar? jadi mas Amran pernah mempunyai pacar?'

Setelah acara makan tersebut selesai, mereka memutuskan untuk pergi ke salah satu supermarket sekalian belanja perlengkapan dapur dan bahan pokok.

***

"Fichia, bolehkan aku meminta hakku sebagai suami?" tanya Amran lirih saat berada di belakang tubuh Fichia

Fichia bukan anak kecil yang tidak maksud kata-kata tersebut.

tapi, dia juga tidak tau harus menjawab seperti apa.

Fichia mengangguk...

Dan terjadilah malam itu, malam bersejarah untuk Fichia..

***

'badanku sakit sekali' keluh Fichia saat bangun tidur.

entahlah, dirinya tidak tau berapa lama waktu yang ia lalui bersama sang suami malam tadi.

"mas, tangan nya. aku masu ke kamar mandi" ucap Fichia pelan, Karna dirinya tidak bisa melepaskan belatan tangan suami nya ini.

"mas"

"eunggh"

"bangun sebentar. ini aku nggak bisa bangun"

"eoh, iya maaf. mau kemana?"

"ke kamar mandi"

"sini aku bantu"

Amran dengan sigap nya menggendong Fichia dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun.

Setelah mereka menyelesaikan mandi, tidak lupa mereka melakukan ibadah. meskipun waktu nya sangat terlambat.

***

7 bulan pernikahan mereka berjalan, semakin hari Fichia semakin di buat mabuk kepayang oleh sang suami.

bagaimana tidak, sang suami benar-benar meratukan dirinya di dalam pernikahan ini.

"Fichia, apa kamu belum merasakan tanda-tanda kehamilan?" tanya Amran dengan mendadak.

"heum? belum mas, ada apa?"

"tidak papa"

'apa mas amran benar-benar ingin segera memiliki anak?' batin Fichia

***

Pernikahan sudah memasuki tahun pertama dan hal yang paling Amran tunggu akhirnya ia dengar juga.

Fichia dinyatakan positif hamil..

"akhirnya, jaga anak kita baik-baik ya. aku benar-benar menginginkan anak ini Fichia" ucap Amran dengan memeluk Fichia

"iya mas, bantu aku juga untuk menjaganya"

seluruh keluarga menyambut berita gembira ini dengan riang.

apalagi keluarga pradikta akan memiliki cucu kedua .

Ya Sabrina sang kakak sudah melahirkan bayi laki-laki yang sangat lucu dan sehat.

Amran menitipkan Fichia ke kediaman pradikta, karna tidak memungkinkan jika Fichia akan ikut serta dengan dirinya yang bekerja di kota seperti sebelumnya.

berat memang, tapi inilah jalan yang harus mereka lalui.

"mas, apa aku benar-benar tidak bisa ikut dengan mu saja?"

"tidak Fichia. disana kamu tidak ada yang menjaga, kalau dirumah kan ada ibu yang menjaga mu"

"hahh..baiklah. tapi mas Amran sering-sering pulang ya"

"iya Fichia, itu pasti. yang harus selalu kamu ingat. jaga anak kita. mengerti?"

"iya mas"

Sebulan berlalu..

Dua bulan berlalu..

Hingga kini usia kehamilan Fichia memasuki usia 9 bulan.

"ibuuu ibu ini kenapa?" teriak fichia dari dalam kamarnya

"ada apa nak? astaga, ayo kita segera kerumah sakit"

Bu ayu membawa Fichia ke rumah sakit bersama Herman, suami Sabrina.

Sesampainya dirumah sakit, pihak rumah sakit meminta untuk segera menandatangani surat operasi dan mereka harus melakukan tindakan sesar sesegera mungkin. karna takut akan terjadi hal buruk yang akan terjadi kepada sang jabang bayi yang ada di dalam kandungan Fichia.

tidak menunggu lama, Bu ayu selaku ibu kandungnya menandatangani surat tersebut supaya sang putri segera mendapatkan tindakan sesuai prosedur RS.

Herman menelfon Amran selaku suami nya dan ayah Dikta supaya segera kerumah sakit.

Waktu berselang 2 jam , hingga terdengar suara..

oekk..oekkk..oekkk

"Alhamdulillah" ucap Bu ayu, Herman dan ayah Dikta secara bersamaan.

Bayi mungil tersebut mendapat tindakan intensif karena kesehatan sang anak menurun.

Belum sempat Amran mengAdzani sang putri. bayi mungil tersebut pergi meninggalkan dunia yang kejam ini.

"inalillahi, ayahh gimana nanti dengan putri kita" tangis Bu ayu pecah setelah mendengar kabar tersebut dari sang dokter.

Saat ayah Dikta menenangkan Bu ayu, mertua dari Fichia datang dan menanyakan keberadaan sang cucu.

"dimana cucu saya pak dikta?"

pak dikta yang ditanya oleh ayah Amran hanya diam dengan sesekali mengusap air mata yang meleleh.

"jawab Dikta, dimana cucuku!!" teriak ibu Amran

"duduk dulu..."

"aku tidak mau berlama-lama, dimana cucuku Dikta?" tanya tajam pak Joko, ayah Amran

"cucu kita meninggal Joko , baru saja dokter memberikan kabar ini"

"Jangan bercanda kamu Dikta?! jangan-jangan kamu yang ingin menyembunyikan keberadaan cucuku ? iya?!"

"tidak joko, tanyalah dokter yang menangani kelahiran putriku"

"memang dasarnya putri mu tidak bisa menjaga anak Dikta!!" cecar bu asih,ibu Amran

"jangan seenaknya mengatai anakku yang tidak-tidak Bu asih!" ucap Bu ayu di sela tangisan nya.

"ayah ibu, dimana Fichia dan anakku?" ucap Amran tiba-tiba

"anakmu sudah meninggal Amran. istri mu benar-benar tidak becus menjaga anakmu dengan baik" ucap Bu asih dengan nada emosi

"apa? tidak mungkin kan Bu, ayah?"

"benar nak, ini semua sudah takdir. anak kalian memang sudah meninggal"

Amran yang mendengar hal tersebut lunglai.

Terasa tidak ada kekuatan apa-apa yang ia punya.

"Amran ayo kita pulang" Bu asih menarik tangan anaknya.

"Bu, biarkan Amran disini. Putri saya masih terbaring di brangkar rumah sakit" teriak Bu ayu yang sudah sangat jengah dengan sikap besan nya ini.

"itu kan putri kamu, urusi saja putri mu. aku akan mengurusi putraku, paham kamu ayu?"

Amran dengan badan yang lemas, dia berjalan mengikuti langkah kedua orangtuanya meninggal kan rumah sakit tersebut.

"ayah. bagaimana nanti jika Fichia tau akan hal ini?"

"tidak papa Bu, nanti kita jelaskan dengan perlahan"

"Herman, tolong kamu pulang dan ambilkan perlengkapan untuk saya , Bu ayu dan Fichia" ucap pak dikta

"baik ayah. saya pulang dulu, ayah ibu hati-hati disini"

"iya nak, kamu juga hati-hati"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Tinggalkan jejak berupa.

Like...

Vote...

Comment..

Follow...

dan jangan lupa tambahkan kedalam daftar favorit bacaan kalian yaa.. supaya tidak ketinggalan update ceritanya..

Terimakasih ❤️

Terpopuler

Comments

Wanti Suswanti

Wanti Suswanti

kesel banget sama si Amran tuh lihat ayahnya fichia masa jodohin anak sama laki2 gak bertanggung jawab kaya gitu..

2023-12-01

0

LISA

LISA

Sedih nih baca ceritanya

2023-03-28

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!