Ternyata, hujan terus mengguyur tempat tinggal ku bahkan hingga keesokan harinya. Padahal tadinya aku audah berharap bisa pergi ke rumah sepupu ku di hari libur ku ini. Namun rencana itu seketika harus ku batalkan karena cuaca yang kurnag mendukung.
Nyatanya hujan terus turun mulai sejak pagi hingga sore. Hanya sebentar hujan mereda. Karena secara tiba-tiba hujan deras mengguyur tiba-tiba. Jadilah akhirnya aku mager di rumah.
Dalam cuaca yang hujan sepanjang hari begini, aku biasanya menyibukkan diri dengan mendengarkan musik di ponsel ku.
Sebelum mendengarkan musik, aku telah lebih dulu mengaktifkan mode pesawat di ponsel ku. Demi alasan keamanan.
Ada banyak berita yang menjelaskan tentang peristiwa seseorang tersambar petir karena bermain ponsel sewaktu hujan petir sedang berlangsung. Dan aku jelas tak ingin menjadi salah satu dari korban nya.
"Mel, tolong gantiin Emak jaga warung sebentar ya. Emak mau ke rumah Uwak mu dulu. Mau ambil payung buat jemput pulang Bapak nanti malam.."
"Kenapa enggak ditutup aja dulu sih Mak warung nya? Lagian hujan-hujan begini kan jarang ada yang mau belanja. Udah sore banget juga, lagi!" Aku menyampaikan argumentasi ku kepada Emak.
"Jangan ditutup dulu, Mel. Baru juga jam lima. Nanti aja tutupnya jam enam kurang seperempat. Kasihan kan kalau ada pembeli yang mau belanja, eh. Lihat warungnya tutup malah gak jadi belanja.."
Dalam hati aku menyahut,
'lha terus Emak gak kasihan apa sama Mel yang harus jagain warung yang belum tentu ada orang yang mau belanja di waktu sore hujan gelap begini??'
Tapi tentu saja. Aku tak akan berani mengucapkan kalimat itu. Karena itu adalah kalimat yang tak patut untuk ku katakan kepada orang tua. Aka. Emak ku.
Akhirnya aku hanya menyahut tentang topik yang berbeda.
"Lagian Emak romantis banget sih. Pakai acara jemput Bapak segala pakai payung. Bikin Meli jadi baper deh..kapan ya Meli punya pacar.." aku coba menggoda Emak.
"Jangan pacar-pacaran, Mel! fokus aja sama kuliah kamu! semisal ada lelaki baik yang kamu suka atau suka kamu, suruh datang langsung ke rumah! biar nanti Bapak dan Emak nilai dulu anaknya gimana!" tutur Emak yang malah jadi menasihati ku.
Aku pun langsung menyahut singkat.
"Iya, Mak..."
Memang, aku merasa sedikit iri kala menyaksikan sendiri keromantisan Emak dan Bapak dalam berumah tangga. Terkadang juga aku malah jadi merasa seperti anak yang tak dianggap di rumah ini. Bagaimana bisa?
Karena sering kali aku diabaikan oleh Emak dan Bapak. Jika keduanya sudah mengobrol, aku seringkali tersisihkan. Keduanya asyik membincangkan hal yang tak ku mengerti.
Itulah sebabnya sejak dulu aku sering mengompori kedua orang tua ku untuk menambah anak lagi. Maksud ku adalah agar aku memiliki teman untuk bertukar aspirasi di rumah ini.
Orang-orang di luar selama ini menganggap anak semata wayang adalah anak emas. Anak yang paling disayang dan dielu-elukan. Padahal kenyataannya itu tidak berlaku bagi ku.
Tapi aku tetap bersyukur saja sih. Karena melihat Emak dan Bapak yang tetap romantis di usia pernikahan mereka yang hampir mendekati usia perak itu, jauh lebih baik dibandingkan hubungan suami istri yang terjadi di kehidupan tetangga sekitar rumah ku.
Entah ada yang berselingkuh lah.. cek cok lah.. KDRT lah.. macam-macan permasalahan yang sempat ku dengar dan dialami oleh para tetangga di sekitar rumah ku itu.
Jadi bila dibandingkan dengan hidup di lingkungan negatif seperti itu, jelas aku lebih memilih untuk tetap hidup dengan kondisi ku yang sekarang ini. Meski aku merasa sedikit terabaikan dan dinomor duakan.
Kembali ke saat ini, kala ku lihat Emak bergegas pergi ke rumah Bibi dengan mengenakan jas hujan hijau miliknya.
Aku akhirnya bergegas bangkit dan membawa ponsel serta headset menuju warung sembako nya Emak. Meski diawali dengan protes yang tak berujung, pada akhirnya aku akan selalu menuruti perintah Emak. Seperti juga yang terjadi saat ini.
Ku lanjutkan kembali kegiatan mendengarkan musik. Namun tempatnya berganti jadi di warung nya Emak.
Sambil mendengarkan musik, aku sesekali juga ikut bernyanyi.
Keasikan bernyanyi, aku tak sadar kalau langit kian menggelap. Hujan masih terus deras mengguyur wilayah tempat tinggal ku berada. Dengan disertai petir sesekali dan juga angin kencang yang menimbulkan suara riuh.
Sekitar lima belas menit setelah Emak pergi ke rumah Bibi, ada seorang pembeli yang datang.
Pembeli itu memakai baju gelap yang telah basah hampir di sekujur tubuh nya. Dan ku lihat wajahnya juga agak sedikit pucat.
"Mau beli apa, Kak?" Aku bertanya dengan ramah.
"Kopi pahit ada, Neng?" Tanya lelaki yang usianya ku taksir tak lebih dari kepala tiga itu.
"Ada, Kak. Kopi hitam kan?"
"Diseduh ya, Neng. Saya kedinginan.." ucap lelaki itu lagi.
"Ee.."
Aku sempat kebingungan. Karena biasanya jika ada yang minta kopi seduh maka itu akan dilayani oleh Emak. Tapi karena sekarang Emak sedang tak ada. Dan melihat pembeli di depan ku yang memang sudah pucat dan kedinginan, akhirnya aku mengiyakan permintaannya itu.
"Ada, Kak. Tunggu sebentar ya.."
Selanjutnya, aku menyeduh kopi hitam non gula pada segelas cangkir yang memang sudah tersedia di warung. Berikut juga termos yang masih berisi air panas. Setelah itu, aku menghidangkan kopi seduhan pertama ku itu kepada sang pembeli.
"Ini, Kak, kopinya,"
"Terima kasih, Neng.."
Kemudian, aku kembali meraih gawai ku. Namun karena masih ada pelanggan di depan warung, aku jadi merasa tak enak hati untuk kembali memakai headset. Jadilah akhirnya aku beralih dengan memainkan game cacing saja. Dengan mode suara yang ku non aktifkan.
Beberapa saat kemudian, ku dengar pembeli di depan warung ku itu berkata.
"Sendirian aja, Neng? Emak nya ke mana?"
"Huh? Emak ke rumah Bibi, Kak.."
"Bapak belum pulang juga ya?" Tanya lelaki itu kembali.
"I.."
Aku menahan diri dari melanjutkan ucapan ku. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa was-was.
'Bohong sedikit gak apa-apa lah. Lagian juga aku gak kenal ni orang. Mungkin aja dia pendatang yang baru tinggal di wilayah sini. Tapi bisa juga kan dia tuh penjahat yang pakai modus jadi pembeli di tengah hujan begini?' pikir ku cepat dalam hati.
"Ee.. ada. Bapak ada kok di dalam!" Ucap ku berdusta. Dengan seulas senyum tipis yang palsu pula.
Selama beberapa detik aku dan lelaki itu saling beradu tatap. Aku sungguh merasa nervous. Khawatir jika benar orang di depan ku memiliki niat yang jahat. Maka aku harus bersiap-siap untuk melayangkan segala benda berat yang ada di dekat ku demi pertahanan diri dari bahaya yang bisa sewaktu-waktu terjadi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments