"...Itu pasti kucing! Ya.. Pasti itu kucing kan? Atau.. mungkin si Beno. Anak itu kan sering berbuat jahil! Sudah pasti itu dia!" Seru Mang Harlan menuding Beno, salah satu sepupu ku yang memang terkenal jahil.
Mang Harlan pun lalu membuka kembali pintu kamar di hadapan kami. Kali ini ada juga Om Edi, salah satu sepupu ipar ku yang ikut mengecek ke dalam kamar. Aku sendiri tak berani masuk ke dalam kamar. Aku hanya berani mengintip saja dari luar.
Cklek.
Pintu terbuka lagi. Dan jantung ku sudah siap untuk ber sport lagi. Ku tengok sedikit ke dalam kamar. Namun tetap saja tak ada penampakan sosok makhluk hidup satu pun juga dari dalam sana.
Meski begitu, ada yang berbeda kali ini. Ku sadari, jendela kamar kini dalam kondisi terbuka. Mang Harlan pun sepertinya menyadari perbedaan itu. Sehingga Paman ku itu berjalan mendekati jendela.
Ditengoknya jendela itu oleh Mang Harlan. Sementara aku melirik takut-takut dari luar. Tak lama kemudian Mang Harlan kembali keluar kamar. Dan ia pun berkata.
"Pasti si Beno yang barusan ngerjain kamu, Mel. Itu buktinya jendela nya terbuka gitu. Tadi kan tertutup. Sudah. Ayo semuanya lanjut lagi aja siap-siapnya. Akad nikah nya sebentar lagi mau mulai!" Titah Mang Harlan menenangkan semua yang ada di sana.
Semua pun menghela napas lega. Terkecuali aku seorang tentunya. Aku masih saja menatap takut ke arah kamar. Tak menerima alasan Mang Harlan barusan.
'Jelas-jelas tadi itu aku gak lihat ada siapa-siapa di dalam kamar! Terus, tanda cakar hitam di perut ku ini bekas apaan dong?!' protes ku tanpa suara.
"Mel.. udah jangan kelamaan bengong. Kamu nanti bantu jadi pagar ayu kan? Cepat riasi muka kamu! Terus langsung tunggu di meja prasmanan!" Lanjut Mang Harlan memberikan titah nya.
Menyadari kalau tak ada gunanya jika aku parno sendirian, apalagi hari masihlah terlalu pagi. Jadilah akhirnya aku bergegas merias wajah ku, lalu kembali berganti baju di kamar yang tadi. Tapi dengan minta temani Ira, teman pagar ayu ku di meja prasmanan nanti.
Syukurlah, saat aku berganti baju, tak ada lagi insiden menyeramkan seperti tadi. Ataupun juga di sisa hari saat aku menjadi pagar ayu di pesta nikahan sepupu ku di hari ini.
***
Sekitar jam setengah sepuluh malam, aku berpamitan pulang dari acara pesta.
"Mau ditemani pulang gak, Mel?" Tawar Om Edi, salah seorang sepupu ipar ku.
"Gak perlu, Om. Dekat ini. lagian kan masih rame kok jam segini mah!" Aku menolak tawaran Om Edi.
Jika saja aku bisa meramal kejadian yang berikutnya akan ku alami, aku sudah pasti akan menerima tawaran dari Om Edi itu.
...
Jarak dari rumah keluarga besar ku ke rumah ku berkisar sekitar 200 meter jauhnya. Dan di sepanjang jarak itu aku harus melewati beberapa rumah tetangga serta lahan kebon yang panjang nya berkisar sekitar 70 meter.
Saat melewati rumah tetangga memang jalanan masih diterangi oleh lampu di depan rumah mereka. Namun begitu melewati area kebun, jalanan menjadi gelap gulita.
Biasanya aku sering melewati area perkebunan pisang dan juga mangga itu selepas Maghrib. Dan aku merasa baik-baik saja.
Akan tetapi malam ini, entah kenapa aku merasa tak nyaman sekali. Aku yakin, ada banyak pasang mata yang sedang melihat ke arah ku di antara dahan-dahan pepohonan yang gelap oleh karena rimbunnya dedaunan.
Hendak menoleh, bulu kuduk ku sudah meremang tak terkendali.
Kucoba menepis perasaan takut uang kini merasuki diri. Mengira kalau aku pasti masih merasakan efek ngeri setelah kejadian horor di kamar ganti tadi pagi.
"A'udzubillahi minasy syaithoonir rojimm.."
Berbagai bacaan ku lafalkan dengan suara yang cukup keras. Demi bisa mengusir rasa takut yang melanda. Ku percepat pula langkah kaki demi bisa sampai ke rumah secepat-cepatnya. Anehnya, aku merasa jarak area perkebunan terasa lebih panjang dari biasanya.
"Sssshhhhhh..."
Suara angin sayup-sayup berdesir kencang melewati tengkuk ku. Membuat ku tak lagi bisa menahan rasa takut yang mencekam diri.
Aku langsung saja berlari.
"Ihihihihihii!!" Tawa kikik yang ku yakini berasal dari salah satu pepohonan pisang di kebun itu menjadi pecut otomatis yang membuat laju lari ku pun kian cepat setiap detik nya.
Ketakutan ini kian mencekam ku rasakan. Apalagi sesaat tadi, aku yakin benar. Ada sekelebat bayangan kain merah melesat terbang lewat di atas jalan yang ku tinggalkan.
'Aduh Mak! Kunti merah! Sial banget sih!' umpat ku sambil lari terpontang panting.
Tap. Tap. Tap. Tap. Tap!
Aku sudah ngos ngosan kecapekan berlari. Kerudungku juga mungkin sudah miring ke kanan dan ke kiri. Namun aku tak perduli.
Tawa kikik itu masih terngiang-ngiang di telinga ku. Dan bulu kuduk ku masih meremang berdiri tanpa bisa ku kendali.
Tak berapa lama, kaki ku terantuk sesuatu. Aku pun tersungkur jatuh ke depan dengan suara berdebum kencang.
Jdug!
"Aduh!"
Aku langsung berusaha berdiri lagi. Namun anehnya, pergelangan kaki kiri ku seolah tertahan oleh sesuatu.
Aku menoleh ke belakang. Namun aku tak bisa melihat jelas apa yang sudah menahan kaki ku saat ini. Karena situasi di sekitar ku memang sangat gelap.
Akhirnya aku mencoba meraba pergelangan kaki ku. Dan, sedetik kemudian aku hampir dibuat pingsan karenanya.
Bagaimana tidak? Karena segera setelah aku berhasil meraba sesuatu yang menahan kaki ku, pada detik itu juga aku bisa melihat sepasang mata merah yang menatap ku tajam.
Dan yang paling membuat ku ngeri adalah jarak mata merah itu tak lebih dari satu meter di depan ku. Itu berarti, ia berada sangat-sangat dekat dengan ku.
'Aaaaa!!!' teriakan ku tak bisa mengeluarkan suara.
Sesosok makhluk gelap bertubuh besar kini meneror ku dalam jarak samgat dekat. Aku tak bisa melihat jelas rupanya, karena kegelapan yang melingkupi area di sekitar kami. Namun aku tahu pasti, kalau makhluk itu memiliki niat jahat terhadap ku. Aku sungguh meyakini itu.
Aku pun berusaha mundur. Namun kaki ku tetap tak bisa ku ajak pergi. Aku memukul-mukul tangan sang makhluk yang kuyakini telah menahan kaki ku sejak tadi. Berharap pukulan ku bisa meninggalkan efek padanya. Padahal sudah jelas, usaha ku itu akan berakhir sia-sia.
"Emaakkk!!"
Ku temukan suara ku kembali. Jadi aku pun berteriak sekencang-kencang nya. Menangis sejadi-jadinya. Lalu meringkuk menyembunyikan wajah ku dari penampakan menyeramkan di depan mata. Berharap makhluk apapun itu akan membiarkan ku pergi.
Keringat ku telah mengucur deras. Dinginnya malam kian membekukan hawa gentar yang merajai benakku saat ini. Malang benar nasib ku ini. Duduk meringkuk sendirian di tengah jalan yang gelap. Padahal jarak rumah ku hanya tinggal beberapa puluh langkah lagi saja.
Kemudian, usapan pelan di kepala ku membuat ku hampir pingsan seketika. Belum lagi suara desa han berat dari makhluk itu yang kian terdengar dekat di telinga.
"Syaaahhhhh..."
Tubuh ku menggigil oleh rasa takut. Udara terasa kelewat dingin, hingga aku hampir-hampir tak bisa merasakan lagi hawa di sekitar ku saat ini.
Dan, usapan itu kembali menyapu kepala ku.. dan turun ke bagian leher.. dan akhirnya pundak ku. Saat itulah, aku kembali menjerit sekencang-kencang nya. Ku keluarkan semua ketakutan yang mencekam batin dan juga rasa.
"Aaaaaaargghhh!!" Jerit ku memecah keheningan malam yang ada.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Dhevirra Syafitri
bacanya nyicil wk
2023-03-21
0