Setelah mengantarkan Rona pulang ke kosannya, aku langsung melanjutkan perjalanan menuju rumah ku. Butuh waktu hampir satu jam sebelum akhirnya aku tiba di rumah.
Begitu tiba, aku langsung masuk dan duduk selonjoran di ruang tamu.
"Baru pulang, Mel?" Tanya Emak yang sedang mengangkat bak berisi baju yang baru diangkat dari jemuran.
Kemudian Emak meletakkan bak itu tepat di depan ku.
"Nanti bajunya lipetin ya, Mel?" Titah Emak.
"Iya, Mak..habis Meli mandi nanti ya.." jawab ku masih bersandar ke punggung sofa.
"Iya. Emak mau ngelayat dulu ya. Wa Ijo meninggal. Baru aja pengumumannya tadi di mushola,"
"Hah?! Wa Ijo? Wa Ijo tukang gorengan yang biasa lewat itu, Mak?!" Aku bertanya kaget.
"Iya. Wa Ijo itu,"
"Ya ampun! Padahal kayaknya kemarin masih sempet beli gorengan di Wa Ijo. Koo bisa ya Wa Ijo meninggal? Kayaknya kemarin sehat-sehat aja, Mak?" Aku masih sulit untuk mempercayai informasi ini.
"Namanya juga maut, Mel. Gak ada yang tahu kapan dia datang menjemput. Udah ya. Emak mau ke sana dulu nih. Ditungguin Bibi-bibi kamu tuh di depan rumah! Jangan lupa dilipetin baju nya ya, Mel!" Pamit Emak yang kemudian pergi meninggalkan ku sendiri.
Aku adalah anak semata wayang dari Emak dan Bapak. Emak ku hanyalah ibu rumah tangga biasa yang menjaga warung kelontong kecil-kecilan di depan rumah. Sementara Bapak adalah pegawai pabrik yang biasa berangkat pagi dan pulang lewat maghrib.
Saat ini Bapak belum pulang dari bekerja. Jadilah akhirnya aku hanya sendirian saja di rumah.
Masih rebahan di sofa ruang tamu, tanpa sadar aku malah jatuh tertidur. Saat tertidur itu, aku bermimpi seram sekali.
...
Aku dikejar-kejar oleh sesosok bayangan hitam yang ukurannya dua kali lebih besar dan tinggi dari ku. Yang paling menyeramkan adalah sepasang mata merah menatap ku dari balik bayangan itu.
Apalagi bayangan itu bisa melesat terbang begitu cepat. Sementara aku ketar-ketir berlari cepat untuk menghindar dari tertangkap olehnya.
"Syaahhhhh...."
Bayangan hitam itu mende sah keras. Membuat bulu kuduk ku meremang seketika. Di saat aku merasa tungkai kakiku tak lagi mampu untuk berlari. Sehingga pada akhirnya bayangan itu berhasil mencapai ku jua.
Aku tersungkur jatuh dengan suara berdebum kencang.
Gedebug!
Dan begitu ku balikkan badan, tahu-tahu bayangan hitam itu sudah melayang tak sampai sepuluh senti jauhnya di atas ku.
Aku melotot ngeri. Tubuh ku membeku tak bisa ku gerakkan lagi.
"Syaaahhhh.." bayangan hitam itu kian turun mendekati wajah ku. Dan keringat dingin pun semakin deras mengucur di sekujur tubuh ku.
Tapi kemudian, secara tiba-tiba..
...
"Mel! Meli!"
Aku tersentak kaget dan terbangun seketika.
"Hah! Hah! Hah! Hah!"
"Ehh, kok ngos ngosan gitu sih? Kamu mimpi apa, Mel?"
Ku tatap wajah Emak yang menatap sebal ke arah ku.
"E.. emak? Emak belum berangkat melayat?" Tanya ku tergagap.
"Kamu ngelindur! Emak baru pulang ini, dari melayat. Ditinggal sebentar, malah tidur. Jangan tidur sore-sore Mel.. pamali!" Omel Emak menegur ku.
"Iya, Mak.." aku menunduk merasa bersalah.
"Sudah sana, cepat mandi! Habis itu, lipatin baju di bak ya! Emak mau nyapu halaman dulu. Tadi rumah udah disapu. Kamu tinggal ngepel aja ya, Mel!" Titah Emak terus berlanjut.
"Iya. mak. Hoaahhmm!"
Aku tak bisa menahan diri dari menguap. Dan Emak kembali menegur ku.
"Imelda! Ayo buruan mandi! Udah sore, Mel!" Tegur Emak mengingatkan lagi.
"Iya. Iya, Mak. Meli bangun nih.. tapi Mel mau ngepel dulu lah, Mak. Baru deh mandi. Jadi sekalian kan gerahnya.." aku menyampaikan rencana ku.
"Terserah. Yang penting jangan tidur lagi ya, Mel!" Ucap Emak mengingatkan.
"Iya, Mak!"
Setelahnya. Aku pun langsung mengepel dilanjut membersihkan badan ku sendiri. Sisa hari itu berlalu dengan baik. Dan aku sudah langsung melupakan mimpi buruk yang sempat ku alami sewaktu sore tadi.
***
Keesokan harinya..
Aku sedang berjalan menuju kompleks keluarga besar yang terletak sekitar 200 meter dari rumah. Hari ini rencananya akan ada pesta hajatan keluarga. Salah seorang sepupu ku akan menikah dengan wanita pujaan nya.
Di sana aku menemui uwak, bibi, juga sepupu-sepupuku. Semuanya sibuk dan ramai berhias diri untuk merayakan hajatan keluarga. Aku pun diminta oleh Ceu Euis untuk berhias juga.
Mak Ida kemudian menawarkan sebuah kamar untuk tempatku berganti. Dan aku pun segera melangkah ke sana. Ke dalam kamar.
Memasuki kamar seorang diri, entah kenapa aku merasa tak benar-benar seorang diri. Seketika pula kudukku berdiri. Membuatku langsung teringat pada mimpi buruk ku kemarin sore.
Refleks, ku tengokkan pandangan ke segala sisi kamar. Kehampaan ruangan saja yang terekam di mata. Tapi kudukku tak kunjung mereda, justru kian menjadi-jadi.
Maka segera, meski aku belum memakai kerudung, kubuka saja pintu kamar agar segera hengkang dari kesunyian mencekam ini. Namun...
"Aaargh!"
Sebuah tangan entah dari mana sepintas saja memeluk pinggang ku saat langkah ku belum sempurna keluar dari kamar itu.
Aku pun berteriak. Mengagetkan saudara-saudaraku yang tengah menunggu di luar kamar. Mereka terkejut ketika mendapatiku keluar dari kamar dengan wajah pucat dan keringat dingin.
Segera kupeluk Bi Hana yang berdiri paling dekat denganku. Dan aku tak kuasa menahan tangis akibat dicekam horor beberapa saat lalu.
Saat tangisku telah mereda, barulah Bi Hana menanyakan hal apa yang sebenarnya telah terjadi padaku tadi.
Dengan terbata-bata, di bawah pandangan beberapa pasang mata yang ingin mendengarkan penuturanku, aku pun menceritakan segalanya.
Bahwa aku merasakan horor dalam ruangan tadi.
Selama sejenak, suasana hening. Semua pandangan mata mengarah lurus padaku. Mungkin ingin menanyakan kesungguhan ucapanku barusan.
Aku pun mengangguk mantap. Bahkan tak kukedipkan mataku untuk meyakinkan mereka bahwa aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku barusan.
Keheningan masih mengisi udara di sekitar kami. Sampai akhirnya pecahlah tawa garing dari mulut Mang Harlan.
"Mel ngelindur ya? Capek habis jalan-jalan kali, Mel?" ucapnya dengan nada garing.
Aku sempat kesal karena dianggap melindur. Akhirnya kukatakanlah bahwa aku benar-benar merasakannya. Merasakan sebuah pelukan di pinggang kiri.
Mang Harlan kembali menjawab ucapanku dengan guyonan.
" Di kamar gak ada siapa-siapa, Mel.. Angin kali yang tadi meluk.... Nih lihat.. Tuh kan, gak ada orang, kan?" ucap Mang Harlan sembari membuka pintu kamar berhias.
Dan kami dapati ruangan tanpa seseorang pun di sana.
"Tuh kan.. Meli ngelindur itu.. Dah tidur aja dulu, Mel." ucap Mang Harlan lagi.
"Enggak, Mang! Meli beneran ngerasa dipeluk tadi!" ucapku geram bercampur kesal.
"Coba, atuh lihat. Kali aja ada bekasnya, Mel".
Kesal karena ketakutanku tak dianggap serius, aku pun langsung menyingkap bajuku sedikit ke atas untuk menunjukkan bagian pinggang yang kurasakan bekas horor tadi.
Dan semua orang yang berada di ruang tamu itu (bahkan termasuk juga aku sendiri) sangat terkejut ketika menyaksikan sebuah bekas pelukan tangan berwarna kehitaman berada di bagian pinggang yang kutunjukkan.
Ya. Pelukan dari sosok ghaib itu memang benar adanya. Ia telah meninggalkan jejak tanda tangan nya.
Kini, semua mata mengarah kembali padaku. Kali ini, ku temukan pula horor yang kurasakan telah membayang di setiap mata yang kutatap.
Nampaknya semua orang kini telah percaya pada ucapanku. Dan mereka kian percaya ketika sebuah ketukan terdengar di pintu kamar berhias yang tadi kami dapati tak ada orangnya.
Tok! Tok!
Tok! Tok!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments