Keesokan siang nya, setelah mata kuliah selesai..
"Kita berangkat sekarang yuk, Mel!" Ajak Rona kemudian.
"Ayuk. Tapi nanti mampir dulu sebentar ya tuk beli sekoteng? Biar perut anget, gitu.. agak kembung nih soalnya..."
"Iya. Yuk lah, cabut sekarang!"
Setengah jam kemudian, motor yang ku kendarai berhenti di sebuah rumah sederhana yang berada di gang sempit.
"Benar rumah Pak Ustadz nya di sini, Na?"
"Iya, beneran! Tuh, lihat! Rumah nya juga sama kan kayak yang ada di foto ini?" Ujar Rona seraya menunjukkan foto rumah bercat hijau di ponsel nya.
"Hmm.. iya sih.."
"Udah! Yuk datangin aja dulu yuk ke dalam. Daripada duduk aja di jok motor? Mulai panas nih, Mel!" Ajak Rona meyakinkan ku.
"Ya udah deh, yuk!"
Sesaat kemudian aku dan Rona langsung mendekati teras rumah bercat hijau itu.
"Assalamu'alaikum!" Sapa kami bersamaan.
"Wa'alaikum salam..! Ya, ada apa ya, Dek?"
Seorang wanita paruh baya dengan pakaian kebaya jadul kembang merah muncul tiba-tiba dari dalam rumah. Mulut wanita itu tampak kemerahan karena sedang menyirih.
(Catatan: Menyirih adalah kegiatan mengunyah daun sirih. Ini dilakukan para orang tua jaman dulu demi memperkuat gigi mereka.)
Kemudian aku menyikut Rona yang berada di samping ku. Isyarat agar ia yang mengatakan maksudkedatangan kami pada ibu tersebut.
"Kami mau bertemu Ustadz Untung, Mak. Pak Ustadz nya ada?"
"Oo.. ada. Masuk! Masuk ke sini, Dek! Tunggu sebentar ya! Abah nya lagi belanja dulu ke pasar!"
Aku dan Rona saling bertukar pandang.
Dalam hati aku berujar. 'Pak Ustadz ke pasar? Siang-siang begini? Rajin banget!' komentar ku dalam hati.
"Iya, Mak!" Ucap Rona dan aku secara bersamaan.
Selanjutnya kami berdua duduk menunggu di bangku panjang yang ada di depan rumah. Sementara sang pemilik rumah lalu pamit masuk ke dalam untuk lanjut memasak kembali.
Selama setengah jam lamanya kami menunggu. Sampai perut ku mulai keruyukan karena rasa lapar yang mulai menyiksa.
Kuruyuk...
"Na, apa kita balik aja yuk? Pak Ustadz nya lama banget pulang nya!" Keluh ku berbisik ke dekat telinga Rona.
"Tanggung banget, Mel. Kita udah sampai sini, kan? Masa iya mau balik tanpa ketemu Pak Ustadz nya? tunggu sebentar lagi aja, ya? Kali bentar lagi pulang..?" Bujuk Rona kemudian.
"Hh.. ya udah deh. Semoga aja sebentar lagi pulang, ya.."
Dan penantian kami terus berlanjut hingga setengah jam berikutnya. Perut ku mulai sering mengaum kelaparan.
Akjirnya setelah menunggu lima belas menit lagi, aku langsung berdiri dan mengajak Rona untuk pulang saja. Saat itu, jam sudah menunjukkan waktu zuhur. Waktu nya perut ku untuk diisi.
"Na! Pulang aja yuk! Udah lapar banget nih! Kamu kan tahu aku punya magh. Kalau magh ku kambuh gimana coba?!" Aku merajuk kembali pada kawan ku itu.
"Maaf, membuat adik-adik menunggu lama.."
Aku terkejut setengah mati saat mendengar suara barito menyapa kami. Langsung saja ku balikkan badan ke arah pintu. Dan di sana ku lihat telah berdiri seorang pria paruh baya dengan penampilan sederhana dan kepala yang ditutupi peci putih.
Ku duga lelaki itu adalah Ustadz Untung. Kepada siapa tujuan perjalanan ku dan Rona bermuara hari ini.
"Assalamu'alaikum Pak Ustadz!"
Rona mendahului ku menyapa Pak Ustadz. Dan aku mengikuti langkah kawan ku itu untuk menghampiri Sang ustadz dan menyalami tangan nya.
"Wa'alaikum salam warohmatullah..Jangan panggil saya Ustadz. Cukup Abah saja. tak apa-apa. Duduk saja dulu, Dek! Silahkan! Silahkan duduk!" Ujar Sang Ustadz yang selanjutnya kami panggil dengan sebutan "Abah" itu.
Dengan canggung, aku dan Rona akhirnya kembali duduk di balai.
"Jadi, kedatangan adik-adik ke sini sebenarnya ada apa ya?" Tanya Pak Ustadz kemudian.
Rona langsung memberi kode mata pada ku. Akhirnya dengan sikap hormat, aku pun menceritakan keluhan mistis yang ku alami selama ini.
...
"...Jadi begitu, Bah. Saya harap Abah bisa membantu saya agar tak lagi diganggu oleh hal-hal ghaib itu, Bah!" Aku menutup cerita ku.
"Hmm.. baiklah. Tolong tunggu sebentar ya. Saya mau persiapkan beberapa hal terlebih dulu,"
Setelah menunggu kembali selama sepuluh menit, kemudian aku dan Rona diajak duduk di ruang tamu. Kemudian Abah Untung tampak seperti sedang wirid selama beberapa saat.
Sesekali beliau menanyakan sesuatu kepada ku. Seperti siapa nama ku, di mana alamat tinggal ku, dan beberapa aktivitas keseharian ku. Selanjutnya ku lihat Abah Untung mengucapkan sesuatu pada segelas air putih. Lalu diberikannya air putih tersebut kepada ku untuk diminum.
"Nah. Sudah. Sekarang jin yang sudah mengikuti Dek Meli sudah saya minta pergi ya. Dia ini arwah yang memiliki dendam sama seseorang. Tapi karena suatu hal. Arwah ini ikut marah juga sama Dek Meli. Barangkali Dek Meli pernah menyinggungnya secara tak sengaja di suatu tempat?" Tutur Abah Untung menyimpulkan tentang makhluk ghaib yang telah menguntit ku selama ini.
Aku dan Rona langsung saling berpandangan. Mencoba memikirkan di mana kiranya aku telah menyinggung si Penguntit ghaib tersebut.
"Sudah. Saya sarankan Dek Meli agar lebih berhati-hati lagi dalam bersikap ya. Setiap datang ke mana-mana, selalu ucapkan salam. Mau itu ada atau tak ada orang nya. Ucapkan salam saja!"
"Selain itu. Dijaga juga etika nya ya, Dek Mel. Dan kalau sedang datang tamu bulanan nya, dicuci bersih mohon maaf, itu bekas nya. Sampai tak ada lagi jejak darah nya di bekas nya itu. Dek Rona juga ya..."
Sampai kalimat itu, aku dan Rona langsung menundukkan pandangan karena merasa malu. Malu nya disebabkan karena kami harus menerima nasihat seperti itu dari lelaki sepuh seperti Abah Untung.
"Kebersihan diri sendiri itu harus selalu diutamakan. Kan kebersihan itu sebagian dari iman ya. Kalau secara bahasa, itu berarti orang yang tidak menjaga kebersihan, berarti separuh iman nya harus dipertanyakan. Paham kan Adik-adik?"
"Paham, Bah.." koor Rona dan aku secara bersamaan.
"Bagus..bagus.. sekarang, silahkan dimakan kue nya. Mohon maaf hanya ada seadanya saja,"
"Iya, Bah. Gak apa-apa. Terima kasih.."
Tak berlama-lama berada di sana, aku dan rona pun akhirnya segera berpamitan.
"Terima kasih ya, Bah. Untuk doa dan bantuannya.. mohon diterima. Ini ada sedikit rejeki untuk Abah.." pamit ku sambil menyelipkan amplop berisi uang kepada Abah Untung.
"Alhamdulillah.. terima kasih ya, Dek. Abah doakan rejeki adek semuanya lancar dan berkah. Pergiat juga ibadah nya ya. Semoga Adek semua dijauhkan dari gangguan jahat jin dan sejenisnya," tutur Abah mendoakan kami berdua.
"Aamin.. terima kasih, Bah. Assalamu'alaikum!" Pamit Rona dan aku bersamaan.
"Wa'alaikum salam warohmatullah.."
Dan kami pun kemudian pulang akhirnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Dhevirra Syafitri
halo aku mampir lagi nih
2023-03-27
1