Siapa yang Buka Pintu?

"Mel! Meli!"

Aku terperanjat kaget. Saat indera ku perlahan mengenali identitas pemilik suara yang menyapa ku barusan.

"O..Om Edi?" Tanya ku terbata-bata. Masih dicekam oleh perasaan takut yang sama.

"Kamu kenapa teriak-teriak? Ada ular kah?" Tanya Om Edi terlihat khawatir.

Aku melirik ke belakang Om Edi, dan melihat motor beat miliknya terparkir hidup di pinggir jalan.

"Bu.. bukan ular, Om.." jawab ku dengan suara tergagap.

"Terus Meli ketakutan kenapa?" Tanya Om Edi mencecar ku terus.

Aku tak bisa menjawab. Mulut ku seolah terkunci rapat untuk menceritakan pengalaman horor yang baru saja ku alami sesaat tadi.

Lama menunggu ku hanya terdiam, akhirnya Om Edi pun berkata lagi.

"Ya sudah, ayo cepat bangun, Mel. Om anterin kamu pulang ya? Om sekalian lewat rumah kamu, kok. Mau ke pasar depan," ujar Om Edi menawarkan tumpangan.

"I..iya, Om! Mel ikut Om ya!" seru ku dengan hati yang dipenuhi rasa syukur dan juga lega.

Mendengar tawaran itu, kaki ku langsung saja menemukan kekuatannya untuk berdiri lagi. Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung saja membonceng di belakang Om Edi.

"Udah?" tanya Om Edi, memastikan bahwa aku telah duduk ajeg di atas boncengan nya.

"Udah, Om!" Sahut ku terburu-buru.

Aku tak berani memandang ke samping. Karena tanpa menoleh pun sudut mata ku masih bisa menangkap kain merah terbang melayang di atas pepohonan di samping jalan.

Aku ingin bertanya, apa Om Edi melihat penampakan di samping kami. Tapi mulut ku lagi-lagi terkunci. Tak mampu berkata apa-apa lagi.

Pada akhirnya ku putuskan untuk memejamkan mata ku erat-erat. Walau hembusan hawa dingin terus mengusik bagian tengkuk di belakang ku.

Hanya satu saja keinginan ku saat ini. Bahwa aku ingin segera pergi dari tempat ini secepat-cepatnya!

Tak sampai dua menit kemudian, motor Om Edi sudah berhenti lagi tepat di depan halaman rumah ku.

"Makasih ya, Om. Udah anterin Mel.." ucap ku berterima kasih, sambil menahan hawa dingin yang menusuk kulit.

"Iya, sama-sama. Udah sana istirahat. Besok kuliah kan?" Tanya Om Edi berbasa-basi.

"Iya, Om.. Mel ada kuliah pagi besok."

"Nah. Berarti harus langsung tidur ya, Mel! Kalau gitu. Om duluan ya!"

Dan Om Edi pun berlalu pergi. Sementara kemudian aku langsung lari terbirit-birit ke depan pintu rumah ku. Aku begitu takut, bila jejak hawa dingin yang sempat ku rasakan di area perkebunan tadi akan mengikuti ku masuk hingga ke dalam rumah nantinya.

'hii.. ngeri!' lagi-lagi aku bergumam sendiri dalam hati.

Tok. Tok. Tok.

Tok. Tok. Tok.!

Aku tak bisa menahan godaan untuk menggedor pintu rumah sesering mungkin. Bagaimana tidak? Jika hawa dingin yang ku rasakan sejak tadi masih juga mengikuti ku hingga detik ini.

"Mak! Mak! Meli pulang, Mak!" Ucap ku agak berteriak.

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Dan tampaklah Emak dengan pandangan mata yang sayu.

Tanpa berkata apa-apa lagi, aku langsung masuk ke dalam rumah. Ku tinggalkan Emak di belakang ku. Saat ini ia mungkin memandang ku heran karena lari terbirit-birit.

'Ah, biarlah! Besok aja ceritanya ke Emak! Lebih baik sekarang aku tidur aja!' gumam ku dalam hati.

***

Keesokan pagi nya, saat aku sedang sarapan. Emak ikut duduk di samping ku dan melihat tayangan berita di TV. Emak juga baru sarapan, setelah mengantar Bapak bernagkat kerja beberapa menit yang lalu.

Sambil sarapan nasi goreng, aku pun menceritakan pengalaman horor ku semalam tadi kepada Emak.

"Mak! Semalam Meli ketemu hantu di jalan pulang. Serem banget! Hii!" Aku mengawali cerita.

"Ah! Jaman sekarang mana ada hantu, Mel?" Sanggah Emak tak percaya dengan cerita ku tentang hantu.

"Ehh.. apa hubungannya zaman sama hantu, Mak? Hantu mah sampai kapan pun juga bakal tetap eksis kan?" Sanggah ku balik.

"Kata siapa kamu, Mel?"

"Kata Pak Ustadz kan?"

"Memang nya begitu?"

"Iya, Mak. Kan katanya waktu iblis diusir dari syurga, Allah akan menangguhkan anak keturunan nya tetap ada sampai hari kiamat tiba kan? Iya kan, Mak?"

"Yee.. malah balik nanya! Emak gak tahu. Yang Emak tahu, kamu gak usah ngeributin soal hantu. Mereka memang ada. Tapi mereka juga punya kesibukan masing-masing. Udah. Kamu fokus aja sama kuliah. Cepat lulus. Cepat jadi sarjana. Emak udah pingin lihat kamu diwisuda pakai topi yoga, Mel!" Seloroh Emak ceplas ceplos.

"Topi toga, Mak.. bukan topi Yoga!" Aku mengoreksi.

"Ehh? Sejak kapan namanya diganti? Kok gak bilang-bilang sih?" Sahut Emak dengan ekspresi setengah serius.

Aku tak menyahut. Hanya langsung berdiri dan menaruh piring bekas sarapan di wastafel. Mencoba menghindar dari topik nasihat Emak yang pasti akan berbuntut panjang bin lebar nantinya.

Saat aku baru akan melangkah menjauh dari wastafel, tiba-tiba ku dengar suara Emak berkata lagi.

"Langsung dicuci piringnya, Mel! Biasain cuci piring sendiri bisa, kan?" Tegur Emak mengingatkan.

"Iya, Mak.."

Dan aku pun kembali berbalik menghadap wastafel untuk mencuci piring bekas makan ku tadi.

Setelah selesai, aku segera mengambil tas ransel ku di atas sofa.

"Meli berangkat kuliah dulu ya, Mak.." aku berpamitan kepada Emak.

"Iya. Hati-hati di jalan. Oh ya, Mel. Lain kali kalau pulang, biasain pintu rumah langsung dikunci. Tadi pagi Emak bangun, pintu rumah kondisinya terbuka, gak dikunci. Kamu kan yang terakhir pulang, waktu semalam?" Tegur Emak kembali.

"Eehh? Tapi kan, ada Emak yang bukain pintu.. jadi Mel pikir Emak juga yang sekalian kunciin pintunya.." kilah ku membela diri.

"Hah? Kapan Emak bukain pintu?" Tanya Emak kebingungan.

"Semalam kan, Mak.. pas Meli pulang.." jawab ku sudah siap untuk langsung berangkat pergi.

Tapi pernyataan Emak berikutnya berhasil menghentikan langkah kaki ku.

"Apaan, sih? Orang Emak semalam pulas tidur. Siapa juga yang bukain pintu buat kamu, Mel.. Mel.. ngelindur kali. Kamu kan pulang malam? Jam delapan kan Emak udah tidur. Kepala Emak migrain habis seharian bantu masak di hajatan, kemarin!"

"Hah?!! Te..terus yang semalam bukain pintu buat Meli siapa dong, Mak?! Bapak kah? Ta..tapi..! Meli yakin banget kok, semalam tuh Emak yang bukain pintu!" Aku bersikukuh dengan argumentasi ku sendiri.

"Ngelindur kamu, Mel! Ngantuk berat kali. Kamu sendiri yang buka pintu juga. Bapak tuh sakit pinggang. Jadi barengan tidur awal kayak Emak. Udah sana buruan! Katanya mau berangkat? Nanti telat lho!" Tegur Emak mengingatkan.

Akhirnya aku pun melanjutkan langkah kaki ku lagi. Sementara benak ku mencoba mengingat kembali memori semalam tadi saat aku pulang ke rumah.

"Kalau bukan Emak dan Bapak.. terus siapa dong yang bukain pintu rumah semalam tadi?!" Gumam ku bergidik ngeri di atas jok motor ku sendiri.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!