Nada menepuk dahinya pelan, menyadari hal bodoh yang baru saja ia lakukan. Bisa-bisanya ia mengatakan hal memalukan seperti tadi, menyuruh lelaki itu mandi dengan alasan konyol hanya karena rambut halus yang tumbuh di dagunya.
Sungguh, bukan sifatnya yang seperti itu. Memperhatikan setiap detail wajah seseorang. Malu! Ya, Nada malu karena tidak dapat menutupi perasaan hatinya yang bergemuruh hebat karena kedekatannya dengan Arga.
Please, calm down Nada! Dia tunangan Najwa, dia milik wanita lain!
Tak lama kemudian Arga kembali ke ruang tamu dimana Nada berada, dengan penampilan baru yang terlihat lebih segar. Wangi sabun menyeruak menyentuh penciuman Nada. Baju kaos lengan pendek dan celana berbahan selutut yang dikenakan Arga tidak dapat menyembunyikan otot kekar tubuhnya.
Nada mengangkat kepalanya, matanya kembali terpaku pada bagian dagu Arga yang kini sudah tampak licin dan berwarna samar kehijauan.
Senyum mengembang di wajah Arga saat menyadari tatapan mata Nada padanya. Timbul niat di hatinya untuk menggoda Nada, Ia menyentuh dagunya kembali dan mengusapnya berulang 😅
Nada tersipu malu tak dapat membayangkan bagaimana rupanya saat ini. Mungkin seperti tomat merah yang terlalu matang atau bahkan seperti kepiting rebus, bukan merah merona tapi merah darah 🤧
Ingin rasanya segera menghilang dan masuk ke dalam perut bumi untuk menghindar dari rasa malu yang kini menderanya. Senyum lebar Arga seolah mengejeknya.
Saat ini hanya tinggal mereka berdua saja yang ada di ruangan itu, Azka sudah pergi terlebih dahulu setelah mendapat telepon dari Rumah Sakit karena ada pasien yang butuh penanganannya segera.
"Berhenti menatapku seperti itu!" Sungut Nada tak suka.
"Apa yang salah dengan mataku. Aku hanya sedang menatap mahluk cantik ciptaan Tuhan. Dan itu adalah salah satu bentuk rasa syukurku atas nikmat mata yang Tuhan berikan padaku," sahut Arga dengan sinar mata menggoda.
"Nggak lucu tau!"
"Memang nggak lucu. Aku kan bukan Kang sule?" Arga tertawa.
Ya Allah, kenapa senyum itu begitu menggoda. Kemana hilangnya lekuk angkuh di bibirnya tadi. Nada meletakkan tangannya di dada, mencoba meredakan degup jantungnya yang berdetak kencang. Atmosfer dalam ruangan itu terasa menyesakkan.
Nada menarik nafas dalam-dalam. Kalau berlama-lama dekat dengan laki-laki itu, Nada tak yakin akan mampu bertahan untuk bersikap seperti biasanya. Mungkin yang ada malah semakin membuat Nada masuk dalam pusaran pesona Arga yang tak lagi mampu dibendungnya.
"Aku pamit pulang dulu, sudah sore. Aku masuk kamar nenek ya? Mau pamitan dulu dengan beliau." Nada beranjak berdiri meninggalkan Arga yang masih duduk di sofa panjang dan terus saja menatapnya dengan intens.
Nada membuka pintu kamar nenek yang tertutup rapat, melangkah masuk dan duduk di kursi kecil persegi dekat dengan ranjang besar.
Nenek ternyata sudah bangun dari tidurnya, saat ini beliau sedang duduk dengan punggung bersandar di bantal. Nenek tersenyum ramah dan menyambut tangan Nada yang terulur padanya hendak bersalaman.
"Nada pamit ya Nek, sudah sore." Nada mencium punggung tangan nenek.
"Besok main kesini lagi, ya? Ada yang mau Nenek bicarakan dengan kamu, Nada?"
"Ada yang mau Nenek sampaikan? Kalau memang penting, kenapa nggak sekarang aja Nek. Kenapa harus nunggu besok, Nek? Nggak sampe satu jam, kan?" Tanya Nada beruntun membuat nenek terkekeh senang melihat Nada yang begitu antusias.
Nada masih memegang tangan nenek enggan melepaskan. Rasa penasaran karena berita yang akan disampaikan oleh Nenek padanya membuat Nada harus menunda kepulangannya.
"Tapi, janji dulu Kamu nggak akan marah dan menolak keinginan Nenek?" Nenek berkata sambil menepuk-nepuk tangan Nada pelan.
"Astoge Nenek, jangan buat Nada makin penasaran deh!" Nada pura-pura marah.
"Astoge kacang ijo!" Seru nenek latah.
Nada terbahak melihat nenek yang latah.
Bahunya naik turun, benar-benar tak dapat menahan tawanya hingga matanya berair.
Nenek terlihat kesal, tapi sejurus kemudian ikut tertawa sambil memukul bahu Nada gemas.
"Senang banget Kamu ya godain orang tua!" Nenek berkata masih dengan senyum di bibirnya. "Nenek mau ngomong serius, nih!"
Nada seketika menghentikan tawanya, matanya menatap lembut wajah nenek yang terlihat serius ingin memulai bicaranya.
Sementara itu, Arga yang memperhatikan kebersamaan Nada dan sang nenek dari balik pintu hanya bisa menahan tawanya melihat tingkah Nada yang suka sekali menggoda neneknya. Senang rasanya melihat keakraban antara keduanya. Nada yang selalu bisa membuat sang nenek tersenyum dan tertawa, semakin membuat Arga ingin mengenal gadis itu lebih dekat lagi.
🌹🌹🌹
Nada mengetuk-ngetuk meja dengan bolpoint di tangannya. Sekilas matanya melirik pada sosok lelaki yang duduk tepat di depannya, yang menatapnya tajam menunggu jawaban darinya.
"Bisa nggak kasih waktu Aku untuk berpikir," jawabnya kemudian. Tangannya mulai berkeringat, hal yang biasa dialami Nada saat dirinya tegang dan gelisah.
"Tentu saja Nada, Kamu harus benar-benar memikirkan masak-masak keputusan yang akan kamu ambil nantinya.
Tapi Aku berharap, apapun keputusanmu semoga tidak akan mengecewakan nenek," jawab Arga tegas.
"Ini bukan masalah yang mudah, ada hal lain yang jadi pertimbangan Aku. Dan semua itu nggak bisa Aku putuskan sendiri.
Ada hak orang lain yang juga harus aku pikirkan!" Nada berusaha bersikap wajar walaupun ketegangan melanda dirinya.
"Hak orang lain, apa maksudnya?" Arga mengernyitkan dahinya tak mengerti dengan ucapan Nada barusan.
"Para pasienku, Mas? Mereka yang membutuhkan pertolongan dan layanan kesehatan di klinik Aku. Tidak mungkin Aku mengabaikan mereka dan hanya mementingkan satu orang saja," jawab Nada gusar.
Bayangan warga yang berobat di kliniknya melintas di kepalanya. Mereka yang datang dengan suka cita dan penuh pengharapan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, benar-benar menyentuh relung hati Nada yang paling dalam.
Nada merasa sangat terharu, melihat warga yang datang dengan membawa hasil kebunnya untuk di berikan padanya sebagai imbalan atas apa yang telah Nada lakukan untuk mereka.
Nada tak pernah meminta tarif sepeser pun untuk biaya perobatan, Nada tulus melakukannya walau tanpa imbalan apapun.
"Jadi nenek tidak penting bagimu." Arga menekan nada bicaranya, berusaha menahan emosinya.
"Aku nggak bermaksud seperti itu. Jangan salah paham padaku. Aku tetap akan menjadi Dokter pribadi untuk nenek, tapi tidak dengan tinggal bersama dengan nenek!"
Hal itu yang ingin dia hindari, tinggal satu atap bersama nenek yang jelas-jelas ada Arga di dalamnya. Keinginan nenek menjadikan dirinya sebagai Dokter pribadi bisa ia kabulkan, walaupun pada akhirnya Nada harus merombak ulang semua jadwal kerjanya. Tapi keinginan nenek untuk bisa bersama dengan Nada, tinggal dan hidup satu atap dengan beliau dan Arga adalah hal yang tak bisa dia lakukan.
"Apa karena kehadiranku di rumah ini yang membuatmu menolak keinginan nenek untuk tinggal bersama beliau." Arga kembali bertanya.
Nada terdiam mendengar ucapan Arga. Di angkatnya kepalanya, sambil tersenyum kecil Nada menatap dalam mata Arga. Ada riak sedih dan kecewa terlihat jelas di matanya.
"Kalau itu alasanmu, Aku akan tinggal di apartemenku di kota. Nenek berharap banyak padamu, Nada. Nenek begitu menyayangimu. Aku harap kamu tak akan mengecewakannya."
🌹🌹🌹
Happy reading All 😘❤💖💙💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Lina Castano Thekelijie
keputusan yg berar ya nada 😔
2021-08-03
3
Tina
nenek bilang apa ya thor
2021-07-04
0
Salmy Amy Amy Ollshop
kok ceritanya kurang jelas ya,, bnyk yg dipotong!!
2021-06-26
0