Di saat Paman Rian dan Elok pamit pulang, setelah berkunjung ke rumah Ajeng dan Abiyasa. Sebelum benar-benar pergi Rian memberikan uang sebesar 10 juta rupiah kepada Ajeng. Uang ini memang diberikan secara rutin untuk membantu Abiyasa dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari karena Abiyasa tidak dapat bekerja seperti laki-laki normal pada umumnya.
"Ajeng, ini uang untuk Abiyasa. Semoga bisa membantu untuk keperluan sehari-harinya." Rian menyerahkan amplop coklat yang isinya terlihat penuh pada Ajeng.
Ajeng menerimanya seperti biasa. "Terima kasih, Paman. Kami sangat berterima kasih atas bantuannya. Abiyasa tidak bisa bekerja, jadi uang ini sangat membantu."
"Tidak usah berterima kasih, Ajeng. Kami selalu siap membantu kalian sekeluarga. Jika kurang, kamu bisa menghubungi paman."
Rian memang memberikan kebebasan kepada Ajeng untuk meminta uang seandainya keperluan Abiyasa memerlukan uang yang banyak. Tapi selama ini Ajeng tidak pernah meminta uang, meskipun kurang. Justru Endang yang kadang-kadang menghubunginya, mengatakan jika kekurangan uang.
"Kami berharap Abiyasa bisa cepat sembuh." Elok tersenyum ke arah Abiyasa, sebelum ikutan pamit.
Ajeng mengangguk dengan tersenyum tipis, meskipun hatinya panas. "Terima kasih, Mbak Elok. Saya juga berharap demikian. Terima kasih sudah berkunjung dan memberikan perhatian kepada kami."
"Baiklah, kalau begitu kami pamit dulu. Sampai jumpa lagi, Ajeng dan Abiyasa. Jangan merepotkan, ya!" Abiyasa hanya mengangguk-angguk saja sedari tadi, saat Rian maupun Elok berbicara.
"Sampai jumpa, Mas Abi. Besok-besok aku akan ikut datang berkunjung bersama dengan Pak Rian," pamit Elok tanpa mengalihkan perhatiannya pada Abiyasa. Membuat Ajeng melengos tidak suka.
Setelah Rian dan Elok benar-benar pergi, Endang mendadak keluar dan merampas uang 10 juta yang masih berada di dalam amplop coklat.
Ajeng terkejut, tapi sedetik kemudian sudah kembali biasa lagi. "Ibu, kenapa uang 10 juta itu diambil? Bukannya uang itu untuk mas Abiyasa?"
"Sudah, sudah. Ibu yang akan menyimpannya. Kamu tidak perlu khawatir." Endang memberikan alasan. Hal ini sebenarnya memang sudah biasa, tapi karena Ajeng sudah tahu jika Abiyasa sebenarnya normal, jadi dia malu sendiri dengan kelakuan ibunya.
Ajeng mencoba melawan dan tidak menyerahkan uang itu seperti biasanya. "Tapi, Ibu, uang itu kan untuk mas Abi. Kenapa Ibu yang harus menyimpannya? Aku lebih berhak, soalnya aku ini istrinya."
Selalu begitu alasan yang dikemukakan oleh Endang, saat mengambil uang jatah bulanan Abiyasa. Dia yang akan menyimpan uang tersebut, padahal selama ini uang tersebut digunakan untuk membiayai pacarnya yang kini telah hilang. Sedangkan alasan Ajeng mempertahankan uang tersebut, karena uang itu diberikan untuk keperluan Abiyasa, bukan untuk kepentingan pribadi Ibunya.
"Abiyasa perlu apa? cuma makan, dan Ibu yang mengurus makanan di rumah. Jadi yang harus menjaga uang itu agar tidak hilang atau dicuri, ya Ibu!"
Ajeng mengeleng beberapa kali, karena selama ini ibunya juga masih meminta uang padanya untuk keperluan makan mereka.
"Tapi, Ibu, itu kan tidak adil. Uang itu untuk mas Abiyasa, bukan untuk Ibu atau untuk siapapun. Ibu masih minta uang untuk biaya makan sehari-hari kepada Ajeng, kan?"
"Kamu tidak mengerti. Abiyasa tidak memerlukan uang lagi. Uang itu akan lebih berguna jika digunakan untuk kepentingan Ibu." Endang masih mempertahankan alasannya meskipun sudah tidak sama seperti yang tadi.
Tindakan Endang ini hanya diperhatikan oleh Abiyasa tanpa bicara apa-apa. Padahal apa yang dilakukan oleh Endang ini sangat merugikan Abiyasa sendiri, yang tidak dapat bekerja seperti orang normal pada umumnya.
Uang yang diberikan oleh Paman Rian sangat penting bagi Abiyasa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membantunya bersama dengan istrinya. Oleh karena itu juga, Ajeng mencari cara untuk mempertahankan uang tersebut dan memastikan bahwa uang tersebut digunakan untuk kepentingan Abiyasa sendiri.
Hal ini tidaklah mudah, karena Ajeng harus menghadapi Ibunya yang sangat keras kepala dan tidak mau mengakui kesalahannya. Ajeng harus mempertahankan kebenaran dan memastikan bahwa Abiyasa tidak dirugikan dan dimanfaatkan terus-menerus oleh ibunya.
"Tapi, Ibu, itu kan uang Paman Rian untuk mas Abi. Ibu tidak boleh menggunakannya untuk kepentingan pribadi Ibu. Uang itu harus digunakan untuk keperluan mas Abiyasa. Ibu masih punya butik, dan meminta uang pada Ajeng juga." Peringatan dan nasehat Ajeng tidak dihiraukan oleh Endang.
"Ibu sudah bilang, Abiyasa tidak memerlukan uang untuk sehari-harinya. Uang itu akan lebih berguna jika Ibu yang menyimpannya."
Mendengar perkataan ibunya yang masih mempertahankan diri, Ajeng kembali memberinya nasehat. Membuat Endang tidak suka dan marah-marah.
"Kamu tidak mengerti. Kamu masih muda. Ibu tahu yang terbaik!" Sarkas Endang melenggang pergi dengan membawa uangnya.
"Tapi, Ibu..."
Ajeng tidak melanjutkan kalimatnya lagi, karena ibunya telah pergi. Abiyasa juga meraih tangannya, kemudian menggeleng. Meminta pada Ajeng agar tidak lagi berdebat dengan Endang.
"Biarkan saja. Kamu bisa minta uang padaku." Abiyasa berkata demikian, setelah tidak ada Endang diantara mereka berdua.
"Bukan begitu, Mas. Aku..."
"Sudah. Tidak usah dipikirkan."
Akhirnya Ajeng diam, karena Abiyasa tidak mau dibantah. Padahal Ajeng hanya berniat untuk mengubah perilaku ibunya yang tidak baik dengan keegoisannya yang tidak amanah.
***
Di tempat lain, Indra sedang menghadiri undangan makan siang dari Aji. Mereka berbincang membahas kerja sama yang bisa dilakukan oleh mereka ke depannya.
Indra menawarkan kepada Aji untuk berinvestasi dalam Crypto Currency yang sedang booming pada saat itu. Namun, Indra sudah diberitahu Abiyasa yang telah memprediksikan sebelumnya, bahwa Crypto Currency akan mengalami kejatuhan bulan depan.
"Selamat siang, pak Aji. Terima kasih sudah mengundang saya makan siang." Indra mengucapkan salam begitu tiba di depan Aji.
"Selamat siang, Pak Indra. Terima kasih kembali karena sudah datang memenuhi undangan saya. Mari, silahkan duduk!"
Indra mengangguk kemudian duduk setelah dipersilahkan oleh Aji. "Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada Pak Aji. Saya memiliki ide tentang kerja sama yang bisa dilakukan antara kita dalam waktu dekat ini."
"Oh, begitu? Apa itu?" Aji tampak antusias.
"Saya melihat bahwa Crypto Currency saat ini sedang booming dan banyak orang yang mulai berinvestasi di sana. Saya ingin menawarkan kepada pak Aji untuk berinvestasi di Crypto Currency. Bagaimana?"
Aji terdiam sejenak memikirkan usulan dari Indra. Dia berpikir bahwa seorang pengusaha seperti Indra, biasanya memiliki insting yang kuat sebelum membuat keputusan. Jadi dia tidak akan melewatkan kesempatan bagus untuk menerima tawaran tersebut.
"Apakah menurut pak Indra, investasi ini akan maju dalam waktu jangka panjang?" tanya Aji memastikan sebelum menyetujui.
Indra dengan keahliannya memberikan penjelasan yang dapat diterima oleh Aji. Dia begitu bersemangat sehingga Aji terpengaruh dan menyetujui ajakan Indra untuk berinvestasi di Crypto Currency.
Aji masuk ke dalam jebakan Indra, yang tentunya sudah diprediksi oleh Abiyasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
anggita
sip.. 👍
2023-05-21
0
Rianoir⏳⃟⃝㉉
lanjutkak, langsung 50 bab joss💪😁
2023-04-09
0
Ina Yulfiana
next
2023-04-09
0