Plokkk plokkk plokkk
"Orang gila! orang gila!"
Anak-anak kecil yang kebetulan lewat di depan rumah Endang, bersorak-sorak senang dengan mengolok-olok Abiyasa yang mandi air comberan. Padahal itu adalah ulah ibu mertuanya dengan pria muda yang menjadi kekasih ibu mertuanya itu.
Bahkan ada juga orang-orang yang melempar batu atau kertas, bahkan sampah ke arah Abiyasa yang diam saja saat diguyur air comberan.
"Dasar menantu idiot, cuih!" Dengan kasar Ibu Endang meludahi Abiyasa. Kini dia menyeret Abiyasa masuk ke dalam lagi, setelah puas menikmati permainan yang dilakukannya dengan mengerjai menantunya itu.
"Kalau saja karena bukan untuk melunasi hutang, Mama nggak rela kamu nikah sama si idiot ini, Ajeng. Kamu adalah anakku yang cantik, masa iya dapat suami kayak gini!"
"Sabar Sayang, sabar. Malu atuh dilihat banyak orang." ucap kekasih Endang, sambil menempelkan puntung rokoknya lagi, ke lengan Abiyasa yang hanya duduk diam di teras. Ia melakukannya seakan-akan Abiyasa adalah sebuah barang - asbak, apalagi penampilan Abiyasa setelah bermandikan air comberan terlihat berantakan.
Melihat semua itu, Ajeng yang baru saja datang berteriak, "Mama! Apa yang kalian lakukan pada mas Abi?!"
"Kamu memanggil idiot ini, mas? Jangan buat Mama mual, Ajeng!"
Pria muda tersebut tersenyum miring, merasa puas bahwa rencana mereka berhasil. Memang inilah yang ingin dia saksikan, agar Ajeng melihat bagaimana kondisi Abiyasa yang mirip orang-orang gila di jalanan sana.
"Mas, Mas Abi kenapa?" tanya Ajeng panik, karena mendapati suaminya yang sangat bau dan kotor.
"Kamu liat sendiri, kan? dia justru mandi dengan air comberan di depan. Banyak warga dan anak-anak yang menyorakinya gila, bahkan mau mengaraknya keliling perumahan. Memalukan!"
"Ajeng, sebaiknya kamu menceraikan suamimu yang idiot ini. Terima saja tawaran Mama, kamu pasti akan bahagia nanti."
Endang mulai mempengaruhi anaknya lagi, dengan apa yang sudah pernah dia tawarkan sebelumnya. Yaitu melepas Abiyasa, kemudian menerima pria lain yang sudah dia pilihkan.
"Ma, kenapa mama selalu mengatur pernikahan Ajeng. Dulu Ajeng mau menerima Mas Abi, karena Mama tidak bisa membayar hutang. Ajeng mau dijadikan sebagai alat pembayaran hutang."
"Tapi kini, Mama kembali mengatur pernikahan Ajeng dengan pria lain. Apalagi motif yang Mama berikan atas pernikahan kali ini? apa Mama punya hutang lagi?"
Ajeng memberikan pertanyaan demi pertanyaan pada mamanya, mengingatkan atas semua yang sudah dia lakukan untuk mamanya. Dia mengorbankan perasaan dan menekan egoisnya sendiri, demi mamanya. Tapi kini dengan entengnya, mamanya justru membuatnya semakin merasa terluka.
Plakkk
Endang emosi sehingga menampar pipi Ajeng, bahkan kepala Ajeng sampai miring karena tamparan tersebut.
Wajah Abiyasa merah padam menahan amarah, tapi tidak terlihat karena air comberan yang ada di mukanya. Tapi pria muda tersebut kaget, saat melihat adegan tersebut.
'Terima Ajeng, lupakan suamimu yang bodoh ini. Dan aku akan mendapatkan bagianku sebagai hadiahnya. Hahaha...' Batin pria muda tersebut bersorak kegirangan.
'Awas kamu Endang! kamu sudah memperlakukan aku seperti ini, bahkan kamu telah berani-beraninya berbuat kasar pada istriku, yang notabene adalah anakmu sendiri.''
Abiyasa tidak bisa menerima perlakuan mertuanya ini terus menerus, tapi dia juga ingin melihat bagaimana dengan Ajeng saat mendapatkan tekanan dari mamanya.
"Ma. Aku rela jika harus bersuami Mas Abi, yang kata Mama bodoh dan idiot. Tapi Ajeng pikir itu lebih baik, daripada pria yang tidak tulus dan mempunyai tujuan tertentu."
Ajeng memberikan pembelaan terhadap suaminya, dan menyatakan penolakannya dengan menyindir kekasih mamanya sendiri.
Mendengar perkataan Ajeng, Abiyasa merasa senang. Dia tidak percaya jika istrinya itu mau mempertahankannya, meskipun sudah terbukti jika membuat keluarganya malu.
"Mas Abi, ayo pergi mandi."
Dengan cepat, Ajeng mengajak Abiyasa masuk ke dalam rumah. Dia tidak mau jika mama dan pacar mamanya itu semakin menghina suaminya.
"Hiks hiks hiks... kenapa nasibku seperti ini? Aku sudah mencoba untuk ikhlas menerima perjodohan denganmu mas Abi. Meskipun aku tahu jika keadaan kamu seperti ini."
"Apakah aku masih bisa bertahan, jika kamu seperti ini terus Mas?"
Ajeng berbicara dengan dirinya sendiri, mengenai keadaannya yang memiliki suami yang tidak normal secara mental. Dia ragu untuk kuat dan bisa bertahan dalam keadaan seperti ini, karena dia juga tidak bisa memantau Abiyasa seharian penuh.
Clek
Abiyasa masuk ke dalam kamar bersama dengan Ajeng, kemudian Ajeng memintanya langsung masuk ke dalam kamar.
"Mas Abi bisa mandi sendiri? atau..."
"Aku... aku bisa kok mandi."
Ajeng tersenyum tipis mendengar perkataan suaminya yang seperti anak kecil, apalagi jika sudah berhadapan dengan air.
"Mas, jika ada keajaiban yang bisa membuatmu normal, aku pasti akan mempertahankan hubungan ini, Mas. Apa pun yang akan terjadi."
Meskipun perkataan Ajeng sangat pelan, tapi Abiyasa masih bisa mendengarnya dengan jelas. Karena pada saat itu, Ajeng memang membantunya membuka baju.
Untungnya mereka berdua sudah menjadi suami istri, dan Ajeng menganggap Abiyasa sebagai suami yang tidak memiliki nafsu. Jadi dia juga tidak tahu, apakah dia memiliki rasa ketertarikan dengan suaminya itu normal sebagaimana mestinya seorang istri, atau hanya sekedar rasa kasihan saja.
Justru Abiyasa yang merasa malu dengan keadaannya sekarang, karena Ajeng membantunya membuka pakaian sebelum mandi. Dengan menekan rasa yang tiba-tiba datang, Abiyasa segera berlari menuju ke bak mandi. Seakan-akan sedang bermain-main dengan air di kolam renang.
"Hati-hati, Mas. Jangan sampai terpeleset!"
Abiyasa menganggukkan kepalanya mengiyakan peringatan Ajeng. Dia pura-pura bermain air, dengan tertawa-tawa senang.
"Air... air..."
Melihat bagaimana Abiyasa yang tampak antusias dengan cara mandinya, Ajeng keluar dari kamar mandi untuk menyiapkan pakaian ganti.
Abiyasa sendiri secepatnya membersihkan diri, setelah melihat Ajeng keluar, karena sebenarnya dia juga sudah tidak tahan dengan bau air comberan yang tadi diguyurkan oleh ibu mertuanya dan pria muda itu. "Aku pastikan kalian akan mendapatkan ganjarannya nanti!"
Abiyasa benar-benar merasa geram dengan tingkah laku dan perbuatan Endang, yang tidak ada belas kasih sama sekali.
***
"Bagaimana?" tanya pria muda tersebut pada Endang. Dia masih ada di teras depan, menunggu jawaban dari Ajeng yang belum dia dapatkan.
"Sebaiknya kamu pulang saja dulu, Sayang. Aku akan membujuk anakku lagi."
"Tapi, jangan lupa nanti suruh dia mentransfer uang ke rekeningku ya! aku butuh uang untuk perawatan bukan ini."
Cup
"Tenang, Sayang. Dia pasti akan segera memberimu uang yang banyak, apalagi dia itu kan seorang pengusaha yang sukses. Aku saja mengajukan kerjasama dengannya."
Endang tersenyum mendengar perkataan kekasihnya itu, kemudian mencium bibir pria muda yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 bulan ini.
Kini keduanya saling berciuman tanpa rasa malu, padahal berada di teras depan rumah yang bisa dilihat dari jalanan.
Tapi begitulah memang kelakuan Endang semenjak menjadi seorang janda. Dia merasa bangga jika bisa mendapatkan kekasih yang lebih muda, yang bisa dipamerkan pada teman-teman sosialitanya. Meskipun dia harus menanggung biaya dari kekasihnya itu, yang mengakibatkan dirinya banyak hutang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Deki Marsoni
eleeeh kamu gak sadis om
2024-04-09
0
Navis
duhhhhhh dadi wong wedok ko tolol, golek temen ya ,,gelem di ereti wong lanang😡
2023-06-21
0
Eros Hariyadi
Wes sak karepmu laaahh... Thor, suka beneerr bikin MC-nya pura-pura bodoh, ampe mau dijadikan asbak rokok...jangan² ini pengalaman pribadi authornya... wkwkwk 😝😝😄💪👍👍👍
2023-06-13
0