"Nih salepnya, olesi tanganku!" Sebuah salep ia berikan pada Prilya yang masih berbaring di atas ranjangnya. Gadis itu meraihnya dan bersiap untuk bangun. Tapi dengan cepat salep itu direbut kembali oleh Samuel Richard.
"Aku yang akan mengolesi kakimu!" ujar pria itu seraya membuka setelan jasnya. Ia menggulung lengan kemejanya dan segera duduk di bagian kaki Prilya. Sedangkan gadis itu hanya terbengong-bengong dengan apa yang terjadi. Ia seperti sedang bermimpi. Ia sampai ternganga di buatnya.
"Hey, tutup mulutmu bodoh! Kamu pikir Aku sangat perhatian padamu hah?! Jangan besar kepala. Aku cuma ingin mengganti kerugianmu karena telah menabrak mu."
"Iya Tuan." Hanya itu yang bisa Prilya katakan. Setelah itu ia hanya diam seraya merasakan dinginnya salep yang dioleskan pria itu pada kakinya.
"Kamu itu sudah jelek ceroboh pula. Lain kali menghindar lah kalau aku ada di Rumah ini." Samuel Richard memandang kaki yang sudah dioleskannya dengan tatapan puas.
Untuk pertama kalinya ia memberikan perhatian kecil seperti ini pada yang namanya seorang pelayan. Biasanya ia hanya memberikan perhatian dan materi pada semua perempuan cantik. Karena menginginkan hal yang lebih dari mereka yaitu kepuasan di atas ranjangnya.
"Nah, sudah selesai. Mulai sekarang kamu tidur disini saja." Pria itu berdiri dari duduknya dan bersiap untuk keluar dari kamar itu.
"A-Apa Tuan?" Prilya merasa kalau pendengarannya sedang tidak baik-baik saja.
"Jangan besar kepala. Itu karena kakimu masih sakit dan tidak mungkin ke kamar belakang 'kan?" Samuel Richard memandang gadis yang tiba-tiba saja menarik perhatiannya itu dengan tatapan tajam.
"Ah iya Tuan.Terima kasih banyak." Meskipun masih sangat bingung dengan apa yang terjadi. Prilya tetap berusaha santai dan tidak ingin baper.
"Bagaimana dengan tangan anda, apa perlu saya kasih salep juga Tuan?" Prilya segera bangun dari posisinya berniat untuk mengobati luka pria itu. Ia ingin membalas kebaikan pria bermulut mercon itu dengan melakukan hal yang sama.
Samuel Richard melihat tangannya yang masih memerah walaupun sudah berkurang sakitnya. Ia pun duduk di atas ranjang dan menyodorkan tangannya di depan gadis itu.
Prilya tersenyum tipis. Sebuah lesung pipi disebelah kanan wajah gadis itu tak luput dari perhatian Samuel Richard. Dan entah kenapa hati pria itu sangat senang melihatnya. Cantik, ujarnya membatin.
"Bisa saya pegang tangannya Tuan?" tanya Prilya dengan suara pelan meminta izin. Samuel Richard tersentak kaget. Ia terlalu terpesona dengan gadis jelek tapi manis dihadapannya itu. Dan ia merutuki dirinya sendiri karena terlambat menyadari kalau gadis ini ternyata menarik juga.
"Tuan?" Sekali lagi Prilya memanggil karena pria dihadapannya hanya terdiam.
"Ya, ada apa?!"
"Tangan anda bisa saya sentuh dan pegang seperti ini?" Prilya dengan takut-takut meraih tangan pria itu dan membawanya ke atas bantal yang ia ambil untuk menutupi pahanya tadi. Pakaian pelayan yang ia pakai tadi hanya sebatas lima sentimeter di atas lututnya.
"Tentu saja bodoh! Memangnya kamu bisa mengobatinya tanpa menyentuhnya?!" Wajah pria itu langsung berubah kesal. Kesenangannya tiba-tiba terganggu oleh pertanyaan yang tidak bermutu seperti itu.
"Ah iya Tuan, maafkan saya." Prilya segera membuka tutup salep itu dan segera meraih tangan kiri pria itu dan mengolesi permukaan kulitnya tipis-tipis. Setelah itu ia meniup-niupnya seperti yang biasa ia lakukan selama ini jika ia terluka.
Samuel Richard tersenyum samar. Entah kenapa dadanya berdebar kencang. Ia sangat suka diperlakukan seperti ini oleh gadis itu. Ia menatap gadis manis dan sederhana itu dengan tatapan yang tak terbaca.
"Sudah selesai Tuan. Maafkan saya, karena telah ceroboh dan membuat anda terluka." Prilya meletakkan tangan pria itu diatas bantal di pangkuannya kemudian menutup tutup salep itu.
"Ah ya, kamu memang sangat ceroboh. Lain kali jangan mengerjakan yang seperti itu lagi!" Samuel Richard pun berdiri dari duduknya dan segera keluar dari kamar itu. Entah kenapa ia jadi tidak nyaman sendiri berdua dengan gadis yang sudah merupakan istrinya itu.
Prilya hanya tersenyum meringis dan memandang punggung lebar pria itu yang semakin jauh dan akhirnya menghilang di balik pintu. Ia pun mengalihkan perhatiannya pada sekeliling kamar yang ia tempati sekarang. Kamar mewah dan berisi hal-hal yang berbau Samuel Richard. Ada banyak gambar pria itu didalam sana dalam berbagai pose.
Jangan besar kepala kamu!
Kamu hanya pelayan dan anak seorang pencuri!
Prilya serasa mendengar kata-kata pedas dari pria itu untuknya. Ia sadar diri. Ia bukanlah siapa-siapa di Rumah besar itu. Dan sekarang, ia ingin kembali ke kamarnya saja bersama deretan kamar pelayan lainnya.
Sementara itu, di sebuah ruangan di dalam rumah itu. Black memandang Devi dengan wajah datarnya. Ia menunggu jawaban dari gadis yang ia perintahkan untuk mengurusi Prilya, sang Nyonya di rumah itu.
"Ya ampun Tuan Black, kamu tidak perlu menatap saya seperti itu." Devi berpura-pura bergidik ngeri di depan pria berwajah datar dengan setelan hitam-hitam itu.
"Kita bisa duduk dan mengobrol dengan santai bukan?" Devi tersenyum manis untuk mengambil perhatian pria itu. Akan tetapi, sepertinya usahanya sia-sia saja. Pria datar dan dingin itu masih saja berdiri di tempatnya dengan tatapan tajam padanya.
"Jadi anda tidak mau duduk ya, baiklah. Saya yang duduk." Devi kemudian mendudukkan tubuhnya di atas sofa dengan santai.
"Jangan banyak bicara Dev! Katakan saja apa yang sudah kamu lakukan pada Nyonya muda hingga ia ada di sana dengan membawa minuman panas seperti itu!" Akhirnya suara Black keluar juga setelah cukup kesal dengan tingkah cerewet gadis dihadapannya.
"Hum, baiklah Tuan Black. Dengarkan ini baik-baik. Nyonya Prilya yang memaksa ingin membalas kebaikan ku padanya dengan membuat minuman itu untukku Tuan Black. Eh, bukan untukku saja sebenarnya. Untuk kami berdua, catat itu. Ia ingin belajar cara minum teh seperti budaya bangsawan Inggris, keluarga dari suaminya. Sudah jelas sampai di sini Tuan Black?" Devi menjelaskan dengan wajah serius. Ia sungguh tak mau disalahkan sepenuhnya oleh asisten kepercayaan Samuel Richard itu.
"Kamu bisa meminta pelayan yang lain untuk membuatnya Dev!" Black masih saja menyalahkan gadis cantik itu padahal ia sudah menjawab dengan sebenarnya.
"What ever! Kamu tidak pernah puas dengan pekerjaanku Tuan Black yang terhormat. Sekarang saya pergi dari sini. Dan dengarkan baik-baik. Saya berhenti!" Devi berdiri dan mengambil tasnya di atas meja dihadapannya.
Gadis itu segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu dengan wajah kesal. Ia melalui tubuh Black yang sejak tadi berdiri di dekat pintu.
"Berhenti Dev!" Devi berpura-pura tidak mendengar titah pria itu padanya. Ia terus saja melangkahkan kakinya untuk keluar.
"Saya bilang berhenti kamu Devi Aldiva!"
🌻🌻🌻
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya Okey?
Nikmati alurnya dan happy reading ya gaess 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Normah Basir
bagus dev,berhenti sj klau kamu TDK dihargai/Grimace/
2024-07-25
0
Mammeng
klau semua pelayan bgtu..bgmn jadix tuanx???😎
2023-03-12
1
erma irsyad
eh Lupa aq udh setor kopi y thor,jgn lupa Up lgi, bnykin donk blm puas bcnya udh abis aja😂🤭
2023-03-12
1