"Tuan Black yang meminta saya membawa makanan ini Pril." Yani menjawab pertanyaan temannya itu dengan senyum diwajahnya. Entah kenapa setiap mengingat dan menyebut nama itu, hatinya langsung berdebar kencang. Pelayan yang masih muda itu begitu mengidolakan Black.
"Oh, baik banget ya, andaikan pria itu saja yang menikahiku pasti saya akan sangat bahagia, Hem," ujar Prilya seraya menutup matanya. Ia membayangkan pria dingin dan selalu berpakaian hitam-hitam itulah yang mengucapkan ijab kabul untuknya. Dan bukannya pria bule tampan tapi bermulut mercon itu.
"Aaawwwww!" Gadis itu berteriak kesakitan karena tiba-tiba mendapat pukulan pada bahunya.
"Rakus kamu ya, udah dinikahi sama pemilik rumah ini malah minta asistennya juga. Berikan padaku saja Tuan Black itu." Yani mendengus kesal. Ia tidak rela kalau ada yang menyebut dan mengharapkan pria dingin tapi berhati hello Kitty itu selain dirinya.
"Ish, Saya dinikahi hanya untuk disiksa aja Yan. Hidupmu lebih baik karena bisa mengkhayalkan Tuan Black dengan bebas. Sedangkan saya? Hanya bisa gigit jari hehehe," kekeh Prilya kemudian memperlihatkan jarinya yang ia gigit.
"Hush! Jangan bilang seperti itu. Mengkhayalkan tapi tidak bisa memiliki sama saja bohong Pril. Sakit rasanya." Yani berucap seraya menunjukkan wajahnya yang penuh penderitaan.
Puffft
Prilya tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi Yani-teman barunya itu. Ia bahagia, karena setidaknya ia memiliki teman yang sama dengannya. Sama-sama pelayan yang memiliki cita-cita setinggi langit.
"Udah, ah, kayaknya kamu udah segar dan kuat. Sekarang bantu saya mencuci." Yani berdiri dari duduknya. Ia harus melaksanakan tugasnya di rumah itu atau ia akan mendapatkan kuliah tujuh menit dari Ibu Anita.
"Wokeh, siap Mrs. Black!" Prilya ikut berdiri dengan posisi siap. Sudah selesai acara mengkhayal nya. Hidup itu harus bekerja karena itu adalah hal yang paling nyata yang harus mereka hadapi.
Mereka berdua pun keluar dari kamar itu menuju sebuah ruangan laundry di bagian belakang rumah bagai istana itu.
Mencuci adalah tugas Yani. Hanya itu tugasnya di rumah itu. Ia harus memastikan semua perlengkapan yang terbuat dari kain di rumah itu selalu bersih. Termasuk adalah pakaian yang dipakai oleh Samuel Richard, sang pemilik rumah itu.
"Tugas kamu mudah ya Yan, cuma mencuci aja. Gak harus masak dan membersihkan," ujar Prilya seraya membantu gadis itu memisahkan kain-kain yang berwarna dengan yang berwarna putih.
"Kalau dibilang mudah gak juga sih, ini semua harus dikerjakan dengan baik lho. Salah sedikit saja, Bu Anita pasti mencak-mencak." Yani menjawab dengan tangan tak diam. Ia terus bergerak memisahkan pakaian-pakaian kotor itu sesuai jenis bahan kainnya.
"Setelah ini saya bisa kerjakan apa lagi Yan?"
"Kamu bisa menyeterika pakaian Tuan Richard. Dibagian rak sana ya, sudah saya simpan terpisah dengan yang lainnya." Yani menunjuk rak pakaian khusus yang ada di sudut ruangan.
"Siap bos Yan!" Prilya langsung menghampiri rak pakaian yang dimaksud. Ia pun menyalakan setrika dan mulai meraih pakaian-pakaian mahal milik Tuan kejam dan pemarah itu.
"Kamu bisa 'kan Pril menyeterika," Yani mendekati Prilya seraya memperhatikan cara kerja gadis muda itu. Ya usia mereka bertaut 7 tahun, akan tetapi ia tidak mau dipanggil kakak karena tak mau merasa lebih tua.
"Insyaallah bisa. Saya kan juga punya setrika dirumah." Prilya menjawab dengan senyum lebar diwajahnya. Tangannya sibuk maju mundur menjalankan tugas dari alat elektronik itu.
"Okelah. Saya tinggal ya, kalau begitu saya bisa mengerjakan yang lainnya. Terimakasih banyak ya, Pril." Yani tersenyum seraya melangkahkan kakinya keluar ruangan itu. Ia ingin mengambil pakaian-pakaian yang sudah kering yang ada di jemuran di belakang rumah itu.
Prilya menganggukkan kepalanya seolah-olah Yani melihatnya. Padahal gadis itu sudah tidak berada di dalam ruangan itu.
Gadis itu bersenandung kecil dengan ceria. Tangannya tak berhenti memaju mundurkan setrika yang ada di atas pakaian milk Samuel Richard. Tanpa sadar ia pun hampir menyelesaikan pakaian-pakaian itu. Ia menarik nafas lega. Sungguh hari ini ia ia merasa sangat senang.
Rasa sakit hatinya karena tuduhan Samuel Richard padanya tadi pagi kini sudah ia lupakan. Nikmat yang lain lebih banyak daripada harus memikirkan hal yang tidak penting.
"Aaaaa senangnya," ujarnya seraya mengangkat kedua tangannya ke atas tinggi-tinggi. Ia merenggangkan otot-ototnya yang lumayan lelah juga hanya dengan menyetrika saja.
Matanya kini memandang semua hasil kerjanya. Semua sudah rapih. Dan sekarang ia pun mematikan sambungan listrik pada setrika itu dan menyimpannya pada tempat semula. Ia pun ikut keluar dari ruangan itu dan mencari Yani.
"Yan, saya sudah selesai, apa ada lagi yang perlu saya kerjakan?"
"Gak ada lagi. Masukkan saja pakaian-pakaian Tuan ke dalam keranjang trus bawa ke depan kamarnya. Nanti Pak Angga yang akan ambil dan mengaturnya di dalam lemari pakaian Tuan Richard."
"Oh gitu ya?"
"Iya Pril. Selalu seperti itu. Semua pakaian saya simpan di depan pintu saat Tuan sudah tidak ada di rumah. Dan Pak Angga yang akan melanjutkan mengatur semuanya ke dalam kamar-kamar dan lemari.
"Hum, baiklah. Saya bawa semuanya ya," ujar Prilya meminta persetujuan Yani, sebagai orang yang paling bertanggung jawab dengan urusan ini.
"Iya Pril. Mohon maaf ya, kamu saya repot kan. Padahal kamu Nyonya besar di rumah ini." Yani tiba-tiba merasa sangat tidak nyaman dengan apa yang ia lakukan.
"Ya ampun Yan. Kamu kok gitu sih? Kita ini sama-sama aja kok. Saya bahkan tidak tahu harus melakukan apa di sini. Saya belum menerima tugas yang jelas dari Bu Anita dan Tuan Black."
"Hahahaha, itu karena kamu itu istimewa Pril. Udah ah, saya mau menyetrika pakaian ini dan merapikannya. Pak Angga pasti akan butuh semua seprei dan bedcover ini."
"Ah iya deh. Saya lanjutkan bawa pakaian Tuan ya," ujar Prilya dan segera pergi dari halaman belakang rumah itu. Ia ingin melakukan pekerjaan ini dengan sempurna agar ia merasa berguna di rumah itu.
Satu keranjang pakaian ia masukkan kedalam trolley dan ia dorong keluar dari ruangan itu. Tujuannya adalah Kamar utama rumah itu.
"Nyonya Prilya?" Anita memandang gadis itu dengan tatapan tak percaya. Prilya balas memandang perempuan paruh baya itu dengan wajah meringis.
Sejak kapan Ia dipanggil Nyonya seperti itu oleh Bu Anita?
Apa ada aturan baru di rumah itu?
🌻🌻🌻
*Bersambung.
Ada yang belum mampir di karya othor yang baru gak? mampir dong akak-akak cantik.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Normah Basir
walau kita kerja, tp hati senang,salah satu kebahagian tersendiri bagi prilya
2024-07-25
1
erma irsyad
sdikit2 ad kemajuan nihh,senang liat prily bhagia wlaupun dy bhgia cuma msih mnjbat sebgai pembantu sihh😂
2023-03-08
0
Mammeng
tambah prnasaran dm si black....🤣
2023-03-08
1