"Hey! Bangun kamu anak sialan! Enak saja tiduran padahal pekerjaan lagi banyak-banyaknya!" Asna tiba-tiba saja sudah berada di dalam kamar kecil itu. Prilya Sofyan langsung bangun dengan cepat karena kaget. Dadanya sampai terasa ingin meledak dengan suara besar perempuan itu.
"Hey kok bengong!" Asna kembali menghardik dengan suara kerasnya.
"Ah iya Bu. Ada apa?" Antara sadar dan tidak sadar. Gadis itu bertanya karena belum juga berhasil mengumpulkan nyawanya.
"Ya ampun! Kamu masih bertanya ada apa?!" Asna langsung menarik rambut gadis itu agar segera bangun.
"Ampun Bu," ringis Prilya yang merasakan kulit kepalanya terasa tercabut dari batoknya.
"Ampun? Kamu bilang ampun? Tukang yang sedang mengecat rumah di luar sudah haus dan minta dibikinin minum. Kamu malah enak-enakan tidur ngorok di sini!" Asna melepaskan jambakan tangannya pada rambut Prilya kemudian mendorong gadis itu untuk keluar dari kamar.
"Awwww! Dasar tak punya mata! Kamu nabrak Aku tahu gak?!" Ardina yang sedang lewat di depan kamar itu malah terjatuh karena ditubruk paksa oleh Prilya Sofyan sang saudara tiri.
"Maaf Din. Saya tidak sengaja. Kamu tidak apa-apa kan?!" Gadis itu menghampiri adik tirinya yang sedang terduduk di lantai.
"Gimana gak apa-apa? Badanku sakit semua nih. Itu tubuh atau tulang semua sih?" Ardina menggerutu kesal dengan tangan mengelus pelan pantatnya. Prilya merasa bersalah. Akan tetapi dalam hati ia berkata kalau itu bukanlah salahnya seutuhnya.
"Eh udah! Prilya, cepat ke dapur!" Asna yang baru keluar dari kamar langsung membantu putrinya untuk berdiri dan melanjutkan perintahnya pada anak tirinya.
"Baik Bu," ucap gadis kurus itu dan segera melanjutkan langkahnya ke dapur. Perintah perempuan itu harus selalu dilaksanakan atau ia akan mendapatkan teriakan yang disertai dengan pukulan.
"Ibu gimana sih, kan Aku mau suruh orang itu membelikan Aku sesuatu di Indo May di depan sana," gerutu Ardina bersungut-sungut. Ia sedang sangat butuh dengan gadis itu untuk disuruh-suruh.
"Tunggu aja dulu, biarkan dia bikin kopi untuk tukang. Setelah itu kamu bisa menyuruhnya kemana saja yang kamu inginkan."
"Iya deh Bu. Aku mau duduk di depan saja kalau begitu. Sekalian melihat-lihat cowok ganteng yang sedang lewat." Ardina pun melangkahkan kakinya ke arah depan rumah sederhana itu. Asna tersenyum saja. Dalam hati ia berdoa agar putrinya yang cantik itu mendapatkan jodoh orang kaya agar kehidupan mereka bisa lebih baik lagi.
Sesungguhnya ia sudah bosan menjadi orang miskin. Penghasilan suaminya yang hanya karyawan biasa tidak akan pernah cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan juga putrinya.
Setelah puluhan menit berlalu, Prilya pun muncul dihadapan ibu tirinya itu. Ia membawa nampan berisi beberapa gelas kopi dan juga sepiring pisang goreng.
"Ayo cepat bawa keluar! Gak usah melapor kesini!' Asna kembali membentak. Sedangkan Prilya hanya tersenyum meringis. Rasanya ia tidak pernah melakukan hal yang benar di mata ibu tirinya itu.
"Iya Bu." Gadis itu dengan cepat melangkahkan kakinya ke beranda depan. Dan sebuah kecelakaan pun terjadi. Ardina yang tiba-tiba lari ke dalam rumah karena kedatangan tamu istimewa tanpa sengaja menabrak Prilya.
Prang
Semua gelas yang berisi kopi panas itu jatuh di lantai dan tumpah, pecah, dan berhamburan. Ardina berteriak karena terkena kopi panas sedangkan Prilya tidak tahu harus mengatakan apa. Bayangan hukuman baru akan segera ia dapatkan.
"Dasar ceroboh! Kenapa kamu tidak melihat jalan kalau sedang berjalan hah?!" Asna sudah berteriak seraya menjambak rambut panjang anak tirinya dengan emosi didadanya.
"Ampun Bu, bukan salah saya." Prilya memohon ampun dengan air mata pilunya. Ia berusaha melepaskan tangan perempuan paruh baya itu.
"Sudah ibu. Ada tamu di luar. " Ardina cepat melerai dan berusaha tampak baik-baik saja karena ada Praja Wijaya sedang berdiri di depan pintu.
Pria itu datang bertamu disaat yang tidak tepat. Asna yang tersadar dengan apa yang terjadi langsung melepaskan tangannya dari rambut Prilya. Ia juga membantu gadis itu mengumpulkan pecahan gelas yang ada dihadapannya. Ia harus tampak baik di depan pria tampan dan kaya itu.
Sedangkan Praja Wijaya yang terlanjur melihat yang terjadi di depan matanya, merasakan dadanya sangat sakit. Rasa empatinya menyeruak melihat salah satu putri di rumah itu diperlakukan dengan sangat kejam hanya karena sebuah kesalahan kecil.
"Mari silahkan masuk nak Praja, maaf lagi berantakan rumahnya." Asna tersenyum dengan sangat ramah. Ia mempersilahkan pria itu untuk masuk.
"Iya Bibi terimakasih banyak." Praja melangkahkan kakinya masuk ke dalam Rumah itu. Ekor matanya terus melihat gadis manis dan kurus yang sedang membersihkan pecahan kaca dan tumpahan kopi di atas lantai.
"Kakak datang kenapa tidak bilang-bilang sih?" tanya Ardina berusaha mengalihkan tatapan pria itu dari Prilya. Praja hanya tersenyum. Sebenarnya ia hanya kebetulan lewat dan singgah karena ada keperluan dengan Sofyan orang tua dari gadis itu.
"Saya hanya kebetulan saja lewat sini dan teringat kalau ada perlu dengan Paman Sofyan. Jadi kamu santai saja."
"Mana bisa santai Kak. Kalau tahu gitu, saya kan bisa berdandan cantik." Ardina terus berbicara dengan senyum diwajahnya. Ia terlalu senang kedatangan pria istimewa yang sudah lama disukainya. Akan tetapi entah kenapa ia merasa khawatir karena sedari tadi perhatian pria itu selalu saja berada pada Prilya yang sedang sibuk keluar masuk membersihkan. Ia langsung memberi kodenya pada ibunya agar Prilya tidak lagi muncul di sekitar mereka. Asna paham. Ia segera menyuruh gadis itu untuk membuat minuman dan biar ia saja yang membersihkan.
"Kakak, mau minum apa?" tanya Ardina saat perhatian Praja sudah berada padanya.
"Tidak perlu repot-repot. Saya hanya ingin bertemu dengan paman Sofyan. Apa.dia ada?"
"Oh, ayah sedang berada di luar kota. Katanya ada pekerjaan penting." Ardina menjawab dengan perasaan sedikit kecewa. Ia pikir pria itu datang untuknya.
"Kalau begitu saya permisi. Saya juga ada keperluan lain." Praja berdiri dari duduknya tetapi tangannya ditarik oleh Ardina. Gadis itu belum rela kalau pria yang sudah lama dinantikannya langsung pergi seperti itu.
"Saya ambilkan minum dulu Kak. Jangan kemana-mana, Okey?"
"Dina, sudah jangan repot-repot. Itu saja, kopi buatan Prilya," ujar Praja dengan tangan mengambil satu gelas kopi yang sedang dibawa gadis itu untuk tukang cat di depan rumah.
"Maaf Kak, itu bukan untuk kakak," cicit Prilya dengan wajah tak nyaman.
"Eh kenapa? Saya kan ingin minum kopi buatanmu." Praja Wijaya langsung menyeruput cairan hitam beraroma khas itu dengan senyum diwajahnya.
Ardina dan Asna saling berpandangan.
Mendung hitam langsung nampak diwajah mereka berdua. Sedangkan Prilya hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Ia yakin sebentar lagi ia pasti akan mendapatkan hal yang buruk hanya karena kopi ini.
Dan Betul adanya, Ardina langsung menunjukkan wajah tak senang ketika Praja malah mengajaknya keluar untuk jalan.
"Kak Praja gimana sih? Masak ngajak Prilya daripada saya?"
"Maaf ya Din. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan Prilya. Dan ini karena perintah paman Sofyan. Jadi maaf ya," Praja memberi alasan agar Ardina dan Asna tidak banyak bertanya.
"Baiklah kak." Ardina tidak bisa lagi membantah.
Meskipun ia sangat kesal tapi ia tidak punya pilihan lain. Dengan perasaan yang sangat jengkel ia pun memandang kepergian dua orang itu keluar dari rumah.
🌻🌻🌻
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading ya gaess 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Sukmawati,s.pd Sukmawati,s.pd
indo may. adeknya indo maret.. hahaha
2024-09-26
1
Uya Suriya
Prilly...jadi ingat kartun Upin Ipin "manusia lidi"😁😁😁
2023-03-30
2
☠ Bala🦂Dewa 𝐀⃝🥀
cubit ginjalnya klw jengkel
2023-03-11
1