sedingin kristal es

Vestia memasuki ruang mesin, dia melihat sekeliling, mengingil kedinginan.

"Di sini sangat dingin."

Fannya yang mengikuti di belakang juga kedinginan, terutama ketika dia hanya menggunakan baju malam yang terbuka dan tipis, ini bahkan lebih dingin.

"Apa yang kamu lakukan di tempat seperti ini? Tidak mungkin liontin berliannya hilang di sini bukan?"

Fannya bertanya dengan dagu mengingil. Dengan hati-hati melihat lihat sekeliling ruangan.

Di ruangan ini ada banyak pipa, beberapa pipa mengeluarkan asap dingin dan terdengar suara ombak yang menyeramkan mengenai lambung kapal.

Vestia mengalihkan pandangan, dia menatap ke arah lantai, fokus mencari.

"Ada bisnis pribadi dan rahasia, hampir seluruh ruangan kapal pesiar berada di wilayah sstv, hanya di sini yang aman."

Ketika Vestia mengatakan itu, fannya memiliki satu pikiran, 'Bisnis apa yang dia lakukan hingga harus ke tempat tersembunyi seperti di lambung kapal.'

Tapi meskipun dia penasaran dia tidak bertanya. Tepat ketika di berbalik di sekitar belokan pipa, di melihat sesuatu bersinar, itu berliannya.

"Vestia kemari!" Dia dengan buru-buru memanggil Vestia.

Vestia berbalik, melihat Fannya, mendekati gadis itu dengan tangan diam-diam menyentuh sesuatu di sakunya.

"Berlianku, akhirnya ketemu."

Di berjongkok dan mengambil berlian yang berada di lantai. Setelah mengambil berlian dia berdiri dan menatap Fannya.

"Mari pergi, aku sudah menemukan berliannya, di sini terlalu dingin, jika kita terlalu lama di sini kita mungkin akan mati."

Dia melambaikan tangan dan memimpin pergi dengan diikuti Fannya di belakang.

Ketika mereka sampai di pintu, pintu tertutup, dan ketika Vestia mencoba membukanya, wajahnya berubah.

"Terkunci!" Dia berkata dengan tidak percaya.

Dia kemudian mencoba kembali tapi tetap saja gagal, dia mencoba untuk tidak panik dan menatap Fannya di sampingnya.

"Bantu aku, mungkin pintunya macet?"

Fannya mengangguk dan membantu, tapi seberapa kerasnya mereka mencoba ruangan itu terkunci rapat.

_

"Ruang mesin, dimana itu."

Raffan menggerutu, dia mengerutkan keningnya dengan kuat dan terus berbuat-putar, sampai dia lelah sendiri.

Ini adalah sebuah kapal pesiar, bukan kapal biasa, dari ruang VIP hingga turun ke lambung kapal, secepat mungkin berlarian, setidaknya tetap butuh 5 menit.

Tapi Axel berkata mungkin kurang dari 10 menit tubuh Fannya akan membeku. Dia merapatkan bibinya, berlari dan menyeret seorang petugas untuk ditanyain.

"Ruang pendingin ada di bagian barat kapal pesiar. Tuan ada apa, jika ada sesuatu kami awak kapal akan membantu Tuan."

Ketika petugas bertanya, Raffan dengan kasar menjelaskan apa yang terjadi, sebelum berbalik dan pergi sementara petugas mengirimkan sinyal darurat.

Ketika berlari, Raffan terus terusan mengutuk, jarak dia dengan ruangan pendingin cukup jauh, terutama ruangan itu berada hampir di bawah dasar lambung kapal, setidaknya butuh waktu 8 menit untuk turun secara mungkin, paling singkat sepertinya 6 menit.

"Fannya!"

Dia berteriak keras ketika dia mendekati pintu ruang pendingin, dengan tergesa-gesa mencoba membuka pintu, namun gagal! Pintu terkunci!

Sial'

Matanya gelap dan dia dengan paksa mencoba untuk membuka pintu itu, tapi terus gagal, pembuluh darah vena terbentang jelas di leher, pelipis dan lengannya ketika dia dengan kekuatan paksa mendobrak pintu itu.

Ada suara langkah kaki di belakangnya, dia menoleh hanya untuk melihat Axel datang dengan pakaian rapi walaupun wajahnya bengkak dan kasar, dia terlihat santai dan nyaman, tidak peduli dengan nyawa istrinya yang bisa mati kapan saja di dalam ruangan pendingin.

"Kamu bajingan gila." Itulah kalimat yang dia gunakan pertama kali melihat Axel.

Tapi kemudian dia tidak peduli, terus dengan putus asa mendobrak pintu.

Sebenarnya, Axel tidak setenang kelihatannya. Dia tangannya, dia diam-diam menggenggam earphone berwarna hitam. Matanya dengan dingin menatap perjuangan putus asa Raffan.

Dia sedang menunggu, jika sinyal darurat dikirimkan, dia akan membuka pintu itu dengan alat-alat khusus yang dia sembunyikan didekatnya.

Tapi setalah beberapa menit, tidak ada pesan bahaya, hati Axel sedikit dingin, tapi dia tetap menahannya dan memasang wajah datar.

Dobrakan lain terdengar, kali kali ini dengan suara patah pintu, wajah Raffan dipenuhi keringat dan memar perkelahian, dia mengumpulkan semangat terakhir dan berhasil mendobrak pintu masuk.

Pintu terbuka dan udara dingin mengalir keluar, sangat dingin dan memiliki kabut putih. Hampir seketika, Raffan bisa merasakan bahwa darahnya membeku.

Axel yang juga memperhatikan dari tadi tidak bisa berkata-kata. Dia menatap pintu yang sedikit longgar dan terbuka, mengeluarkan asap putih dan sangat dingin.

Di saat bersamaan, terdengar langkah kaki di belakang mereka.

_

Sangat dingin.

Terlalu dingin.

Fannya mengingil, dia meringkuk di samping Vestia yang juga mengingil kedinginan. Keduanya saling berpelukan untuk mengurangi rasa dingin tapi gagal.

Selaiknya, semakin lama, rasanya semakin dingin, seluruh darah di tubuh Fannya seperti membeku, dan dia juga perlahan-lahan mengantuk.

"Bertahan."

Vestia mengeluarkan gerutuan lembut, tapi dia sendiri juga hampir tidak bisa bertahan lagi, dia yang paling dingin. Ketika pintu terkunci tadi, dia menyerahkan satu-satunya mantel yang dia gunakan kepada Fannya, dan Fannya tidak menolaknya.

Awalannya mereka berusaha untuk membuka pintu tapi gagal, mereka mencoba menelpon ke luar tapi gagal karena sinyal jaringan menghilang. Pada akhirnya mereka hanya bisa saling memeluk untuk mengurangi rasa dingin.

Vestia bernafas dengan lemah, dia mengencangkan pelukannya pada gadis itu, mencegah Fannya untuk tertidur di tegah dinginnya ruangan. Walaupun dia lemah dan halus, dia lebih kuat daripada Fannya, dia telah menjalani banyak pelatihan untuk berbagai hal.

Tapi sekarang, dia paling tidak berdaya, ada gadis manis yang lembut di sampingnya, tidak ada sinyal dan seluruh ruangan terkunci dalam suhu dingin, sedangkan ventilasi kapal terkunci, dia tidak membukanya.

Hampir tidak ada harapan, dia hanya bisa berharap seseorang bisa menemukan mereka secepat mungkin.

"Sialan."

Vestia sangat mengantuk, dia bahkan tidak memiliki tenaga ekstra untuk membangunkan Fannya lagi, menjaga kesadaran dirinya sendiri sudah amat sulit.

"Aku tahu ini akan terjadi."

Dia mengutuk pelan ketika suara gedoran pintu terdengar. Saat itu juga harapan lemah yang dia pertahankan bangkit kembali.

"Ada seseorang, Fannya, jangan tertidur."

Sayangnya Fannya adalah gadis yang lemah, tubuhnya sekarang sedingin kristal es, dan dia sudah tidak bisa lagi menjaga kesadarannya, tertidur dengan nafas yang begitu lemah, seolah akan menghilang di detik berikutnya.

"Fannya!"

Bahkan ketik Vestia mengguncang tubuhnya, dia tidak membuka matanya lagi. Hati Vestia dingin, dia memeluk gadis itu lebih erat, berharap bisa memberikan dia sedikit kehangatan.

Menit dan detik berlalu cepat namun terasa lambat, tapi pintu masih belum bisa terbuka. Vestia terengah-engah, dia kesulitan bernafas, ketika dia juga sudah tidak tahan, dia bisa mendengar suara pintu patah, dan akhirnya suara pintu jatuh.

Dengan tenaga terakhir dia membuka matanya menatap orang yang bergegas masuk ke dalam ruangan.

'Raffan?' Vestia tertawa dalam hati.

Raffan berhasil membuka pintu bergegas untuk masuk, dia mengabaikan Vestia di samping Fannya, langsung memeluk gadis itu dengan tangan gemetaran.

Axel berjalan mendekat di samping pintu, menyandarkan dirinya, menatap pemandangan itu dengan dingin.

'Bagaimana rasanya? Bagiamana rasanya berada di posisi ku dulu? Melihat orang yang paling kita cintai terbaring tak berdaya dengan tubuh sedingin kristal es? Sakit bukan.'

Pikiran Axel sangat dingin, dia tersenyum kecil dan berjalan mendekat, membungkuk dan memeluk tubuh Vestia sebelum mengangkatnya dengan lembut.

"Kamu gila."

Mata Raffan di penuhi kemarahan nyata, dia menggertakkan giginya, dipenuhi dengan kebencian langit dan bumi.

Dia dengan hati-hati mengangkat tubuh lemas Fannya dan memeluknya seperti tuan putri salju yang tertidur.

Seluruh tangannya gemetaran, tubuh Fannya sangat dingin, dan nafasnya terlalu halus, Raffan takut terjadi sesuatu, jadi dia dengan hampir dengan panik berlari langsung ke depan.

Untungnya staf kapal telah mengetahui kejadian ini dan mengirim petugas medis sesegera mungkin. Mereka bertemu di tegah jalan, dengan berhati-hati Raffan meletakan tubuh Fannya di atas tandu dan mengikuti staf medis untuk bergegas ke kabin perawatan.

Axel juga meletakan Vestia di atas tandu, tapi dengan sedikit sembarangan, matanya melirik tubuh Fannya yang lemah dan ditandu pergi.

Tapi dia tidak memperhatikan di kegelapan, seorang gadis cantik menyandarkan dirinya di dinding, dengan sebuah jam tangan di tangannya.

"Hampir saja, aku pikir itu akan terlambat." Gadis itu tertawa dan berbalik pergi ke dalam kegelapan.

Sementara Fannya dan Vestia telah dikirim ke ruang gawat darurat kapal.

Memastikan kedua orang itu telah menerima perawatan, Raffan melayangkan tinjunya lengsung mengenai sudut bibir Axel yang tidak sempat menghindar.

"Kamu orang gila!"

Dia maju dan memulai pertempuran lainnya.

Terpopuler

Comments

Tina Hasya

Tina Hasya

upx mn thor

2023-03-06

1

Rusina Luna

Rusina Luna

mana lanjutannya, lg seru malah nda bisa dibuka

2023-03-06

1

Tina Hasya

Tina Hasya

iiiih exel kok gitu ciiieh,,extrem amet,,q sumpahin ntar kmu bucin abis ama fanya

2023-03-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!