Tarik.
Hembusan.
Tetap tenang.
Dan tersenyumlah.
Tubuh Fannya sekaku sebuah patung, bagaimana tidak, ketika dia memasuki gerbang rumah keluarga Axel, dia sudah berkeringat dingin.
Sebenarnya kata rumah tidak layak, karena tempat itu terlalu besar dan terlalu luas, bahkan mansion kalah besar, ini terlihat seperti sebuah kastil di tegah hutan.
Bahkan untuk sampai ke kastil itu, mereka harus menaiki sebuah mobil khusus dari gerbang utama untuk mencapai pintu depan, seluruh pemandangan sangat indah dengan berbagai jenis bunga langka dan lampu taman.
Terlalu kaya.
Diam-diam hati kecil Fannya sedikit gemetaran di bawah contoh nyata kekayaan sesungguhnya.
"Apakah akan lama."
Fannya akhirnya tidak sabar, ini sudah 15 menit dan mereka belum sampai, jadi dia menangguhkan hatinya untuk bertanya.
Mata Axel melirik dari samping, dia bisa melihat gadis itu sepertinya tidak nyaman seolah dia ingin pergi ke toilet secepat mungkin. Tanpa sadar dia mengulurkan tangannya dan menepuk kepala mungilnya.
"5 menit lagi."
Katanya dengan lembut.
'5 menit, kamu mengatakannya 10 menit lalu.'
Diam-diam Fannya mengutuk, tapi dia tidak berbicara di permukaan, kali ini untungnya Axel mengatakan yang sebenarnya, mereka akhirnya memasuki pekarangan kastil.
Dia tidak nyaman menyebut menara mewah dan tinggi ini sebagai rumah, jadi dia menyebutnya kastil.
Kastil yang sangat mewah.
Di depan rumah terdapat menara jam air mancur dan ratusan bunga tulip berbagai warna cerah di bawah mengelilingi dengan bentuk yang tidak Fannya ketahui.
Tapi air mancur itu sangat indah, seperti negri dongeng kecil yang tersesat di dunia nyata..Lampu taman berbaris rapi dan pohon-pohon juga ditanam di sepanjang jalan kerikil.
Ketika mobil berhenti, Axel keluar lebih dulu, dia mengelilingi mobil dan datang untuk menjemput Fannya di pintu samping.
"Kemari."
Ketika tangan Axel menyentuh tangan Fannya, dia menyadari jika gadis itu terlalu gugup hingga tangannya berkeringat dan dingin seperti es. Untuk sementara waktu Axel sedikit kaget, kemudian dia dengan cepat tenang.
"Tidak apa-apa, oke."
Dia tersenyum dan membawa Fannya berjalan ke rumah utama.
Sebenarnya ini kastil, tapi dia terbiasa menyebutnya rumah, jadi biarkan saja dia menyebutnya rumah. Lagi pula ini miliknya sebagai hak waris pertama.
Ketika mereka datang ke pintu raksasa itu, pintu terbuka dan seorang pria paruh baya muncul lebih dulu, di ikuti oleh seorang wanita cantik dan remaja tampan di belakang.
Ketika Fannya melihat 3 orang itu, dia hanya bisa memikirkan satu hal.
'Keluarga bangsawan yang sangat berkilau.'
Perutnya mendadak mules. Merasa ketidaknormalan gadis itu, Axel meremas tangannya dengan lembut.
"Ayah, ibu, dan adik. Lama tidak bertemu."
Kemudian dia membungkuk dan menarik lengan gadis itu juga. Secara refleks Fannya membungkuk, jika dia tidak menguatkan hatinya, dia mungkin sudah melupakan tata kerama dasar ini.
"Bangunlah."
Suara pria paruh baya itu tenang dan nyaman, dia menyipitkan matanya dan menatap Fannya dengan pandangan halus.
"Tidak menyangka jika anak kedua keluarga Clovis yang mengundurkan diri akan sangat cantik dan anggun."
Kemudian dia berbalik dan pergi. Pada saat ini, Axel bangkit dan meluruskan punggungnya, dia menatap mata ibunya dengan tenang tanpa berbicara.
Tapi seolah ada kontak batin, ibunya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, berjalan masuk dengan lambaian tangan ringan.
Tapi, adik Axel adalah yang paling sombong, dia menyipitkan matanya, menatap Fannya dengan penilaian ketat.
"Kaka ipar, aku harap kamu tidak mengecewakannya."
Setalah mengatakan dia dia berbalik dengan aura dingin di seluruh tubuhnya. Fannya yang gugup akhirnya tidak lagi harus melihat 3 raksasa itu, itu hanya akan membuat jantungnya tidak sehat.
"Masuklah."
Axel tak berdaya dan menyeret Fannya masuk, dia kemudian memanggil para pelayan dan meminta mereka membimbing Fannya ke kamar mereka.
Sementara itu dia pergi dan menemui keluarganya. Tapi di tegah jalan, dia memutar langkahnya dan malah pergi ke teman.
Sekarang sudah sore, matahari berwarna oranye cerah yang memikat dengan campuran warna merah kuning.
Angin sore bertiup dan menerbangkan dedaunan. Diam-diam Axel menghirup sejuknya udara di sore hari.
"Apakah kamu benar-benar akan melakukan ini?"
Namun ketenangan terganggu dengan cepat. Langkah kaki ringan berada tepat di belakang Axel. Bahkan tanpa menoleh Axel tau itu ibunya yang sedang berbicara.
"Dia sepertinya adalah gadis yang baik juga cerdas."
Ibunya memiringkan kepalanya dan menyandarkannya ke dinding.
Menatap Axel dengan pandangan tidak menyenangkan.
"Apakah kamu tidak akan melepaskan obsesi itu?"
Kata-kata itu mengenai titik lemah axel.
Dia menggenggam tangannya, nafasnya tercekat dan dia tidak bisa berbicara.
"Bukankah dia hanya seorang gadis biasa? Mengapa menyeretnya ke jurang gelap milikmu?"
Ibu Axel menyentuh ujung rambutnya dan memilinnya dengan ringan, dia menatap Axel tampa emosi dan terus memperingati.
"Ini semua juga karena salahmu, ini mungkin balasan atas dosamu, jangan menambahkan korban lagi hanya untuk dendam semata."
Setelah mengatakan itu dia akan berbalik dan pergi ketika Axel menjawab dengan lembut.
"Aku janji tidak akan menyakiti gadis itu. Aku janji dia akan baik-baik saja."
Dia menurunkan bulu matanya, menghembuskan nafas lemah dan dengan suara serak menambahkan.
"Jika memungkinkan, aku ingin mencintainya."
Ibu Axel tidak berbicara lagi, dia hanya melangkahkan kakinya dan pergi, menyisakan sebuah kalimat.
"Tapi apakah menurutmu ini benar? Hatimu mengetahui jawaban itu bukan?"
Kemudian hanya ada keheningan.
Axel menurunkan bulu matanya. Sedikit cahaya kehampaan samar melintasi bagian bawah matanya yang indah. Ketika matahari akhirnya tenggelam sepenuhnya, barulah dia pergi.
"Aku sedikit takut."
Fannya bergumam dengan suara rendah. Dia menyentuh dadanya dengan lembut dan akhirnya menenangkan dirinya sendiri.
Setelah tenang barulah dia berani keluar dari kamar. Karena ini pertama kalinya dia makan malam dengan keluarga besar suaminya. Dia mencoba sebaik mungkin untuk menggunakan pakaian yang akan menggambarkan sosoknya.
Jadi kali ini dia menggunakan stelan manis hitam putih dengan gambar beruang di bajunya. Meskipun terlihat polos dan manis, harganya tidak murah. Satu stelan ini bisa membuatnya makan enak selama 2 bulan penuh. Sangat mahal walaupun desainnya sangat polos.
Kemudian, ketika tangannya akan menyentuh gagang pintu, dengan klik, pintu kamar terbuka. Fannya membeku di depan pintu.
Dia dengan terkejut menetap Axel yang berdiri di depan pintu. Axel sendiri juga sedikit terkejut tapi dia dengan cepat bisa tenang.
"Aku pikir kamu telah terlalu lama di kamar jadi aku datang untuk menjemputmu untuk turun bersama."
Kali ini Axel tidak menggunakan jas apapun.
Dia hanya menggunakan kaos biru malam lengan pendek bahkan hanya menggunakan celana hitam polos sebagai pasangannya dan sendal rumah berwarna hitam.
Sekilas, Axel Benar-benar seperti orang biasa jika Fannya tidak mengetahui harga dari setiap kali itu, lebih mahal dari pakaiannya.
Hiks.
"Kemudian mari turun."
Tapi dia memilih untuk mengabaikannya dan menganggapnya b aja agar jantungannya aman untuk sementara waktu.
Jika tidak, dengan tingkat pemborosan sebesar ini, dia harus pergi ke psikolog untuk meringankan beban mentalnya.
Kali ini, Fannya sedikit linglung dan langsung melesat pergi begitu saja, tidak memperhatikan jika tangan Axel terulur untuk menyentuh tangannya yang langsung dia lewatkan.
Tangan Axel membeku di udara, tapi dia dengan cepat pulih dan mengikuti Fannya dari belakang. Dia memasukkan tangannya ke saku dan menatap ke depan dengan sangat dingin.
Hanya saja, Fannya tidak tau jalannya, jadi dia dengan malu berhenti dan melirik Axel. Axel hanya meliriknya sekilas kemudian memimpin ke depan, sampai ke meja makan.
Ternyata semua orang telah menunggu, tanpa sadar Fannya sedikit gelisah. Tapi untungnya ayah Max bukan orang yang jahat.
Dia tersenyum dan meminta mereka duduk dengan sopan, ketika Fannya duduk, dia duduk dengan punggung tegak, terlalu gugup hampir lupa bernafas
"Kaka ipar, apa yang kamu lakukan di kamar, sangat lama, kalian tidak melakukan itu ketika kami akan segera makan bukan?"
Tidak tau apakah adik Axel sedang mencoba mencairkan suasana atau menghilangkan rasa gugup Fannya, tapi suasana malah semakin memalukan.
Wajah Fannya memerah tampa sadar, dia hanya bisa memeluk Axel setalah mengambil kesempatan dalam kesempitan, bagaimana bisa dia langsung memilih keberanian melakukan itu?
Akhirnya Axel menegur adiknya dan memulai perkenalan singkat.
"Ayahku, Reon Max, ibuku Gisel Max dan adikku, Jonathan Max."
Tepat ketika pembicaraan mogok lagi di tegah, ibu Axel tersenyum dan memberikan Fannya jalan.
"Kamu bisa memanggilku ibu Gisel dan memanggil Eon dengan ayah Reo serta memanggil Jonathan dengan sebutan adik ipar Athan."
"Jangan terlalu gugup, kami tidak akan memakan-mu, kami lebih suka menyiksa mangsa kami.."
Kemudian dia tertawa.
Fannya tersenyum, tapi terlalu takut untuk berbicara. Dia hanya berkedip dan berpikir sepertinya dia pernah mendengar kalimat itu.
Dia hanya dengan patuh makan dan sekali-sekali menjawab pertanyaan dari ayah ataupun ibu Axel, sementara itu Axel juga berbicara dengan adiknya.
Makan malam berakhir dengan baik, Fannya tidak menyangka bahwa keluarga itu sangat ramah dan baik, bahkan tidak mempermasalahkan perbedaan status sosial mereka.
Diam-diam dia merasa emosional memiliki ayah dan ibu mertua yang baik, bahkan adik ipar yang dia pikir jahat dan ganas ternyata masih orang baik yang sedikit kekanak-kanakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Tina Hasya
di tunggu upx thor
2023-02-23
1