Fannya sedikit linglung setelah dicium, dia terlalu bahagia hingga dia menjadi bodoh. Tapi setelah beberapa saat, dia mulai tenang. Dia harus berpikir sejernih mungkin.
Hanya ada dua alasan kenapa Axel mengatakan hal ini. Pertama, ini adalah perasaan nyata, dia mengatakannya dengan tulus.
Tapi..
Bulu mata Fannya bergetar saat dia menatap mata Axel yang tenang.
Meskipun orang itu menatapnya seolah seluruh dunia hanya ada mereka berdua, mata itu terlalu tenang, bukan mata seseorang yang sedang jatuh cinta.
Ini hanyalah alasan ke dua, orang yang diincar Axel ada di sini sekarang, memperhatikan mereka dalam diam. Yang artinya, sebuah drama besar akan terjadi, dengan dia sebagai salah satu tokoh utamanya.
Fannya tersenyum sambil menyipitkan matanya, mencoba untuk tetap tenang. Karena semakin dia berharap, semakin besar rasa kecewa yang akan dia dapatkan.
Sejak Axel mengatakan di dalam kontrak jika dia akan membantu Axel untuk membalas dendam nya, dia tau jika untuk mendapatkan hati Axel itu sulit. Terutama ketika dia sendiri tau jika dia hanya salah satu kartu balas dendam Axel.
Ah, rasanya cukup sakit dan menyesakkan. Dia hanya bisa mendesah dan mengalihkan perhatiannya. Tepat ketika dia menoleh, matanya bertabrakan langsung dengan mata seorang pria muda yang tampan.
Pria itu tinggi dan terkesan berkelas, dengan stelan pakaian gaya Eropa konu yang sedikit lebih modern, dia benar-benar terlihat sangat elegan dan manis.
Bahkan Fannya sedikit terpesona karenanya, dia tidak menyadari jika laki-laki itu melangkah ke arahnya selangkah demi selangkah. Tapi Axel telah menemukan semua itu, dia tersenyum, mendekati Fannya dan memeluk pinggang kecil gadis itu.
"Hah?"
Fannya sedikit kaget menoleh ke arah Axel dengan bingung. Tapi Axel tidak berbicara, dia hanya menggosok rambut gadis itu. Segera, bahkan tampa penjelasan, Fannya mengetahui apa yang akan terjadi.
"Annya?"
Mata Fannya menyusut tajam. Dia dengan cepat berbalik melihat ke arah sumber suara. Pria tampan yang sama ketika dia menatapnya tadi dan sekarang mereka saling bertatapan lagi.
Tapi kali ini lebih intim.
Ada gelombang kuat di mata laki-laki itu, dia bahkan maju selangkah dan mencoba menggapai tangan Fannya. Fannya sedikit bingung tidak sempat menghindar, tangan pria itu menyentuh lengan Fannya.
Tapi sesaat kemudian. Axel dengan kuat juga menggenggam tangan orang itu. Sentuhan tangan orang itu lembut, tapi dia dengan kuat menggenggam tangan Fannya hingga membuat gadis itu meringis pelan.
"Tuan Raffan, lama tidak bertemu, beginikah kamu menyambut teman lamamu?"
Axel menyapa dengan seringai. Matanya dengan tajam menatap mata laki-laki yang dia panggil Tuan Raffan. Kebencian suram melintas di bawah matanya, dia dengan kasar menggenggam tangan laki-laki itu.
"Lepaskan tanganmu dari istriku."
Raffan mengerutkan keningnya, tapi tidak melepaskan tangan Fannya. Dia menatap gadis itu dalam diam.
"Apakah kamu melupakan aku? Annya." Dia bertanya.
Tidak mungkin. Pupil mata Fannya menyusut, dia tidak akan pernah melupakan laki laki itu.
Laki-laki yang membuatnya hidupnya yang sulit semakin sulit. Laki-laki yang memaksa dia jatuh lebih jauh ke dalam jurang kegelapan. Memaksanya untuk menghilangkan mimpinya juga harapannya. Bagaimana dia bisa melupakannya?
Fannya sedikit ketakutan melangkah mundur. Axel dengan tajam melihat pergerakan itu. Kali ini dia dengan paksa melepaskan cengkraman Raffan dari Fannya.
"Tuan Raffan, anda tidak bermaksud mempermalukan diri anda di depan banyak orang bukan?"
Meskipun ini adalah perjamuan sosial kalangan atas, masih ada beberapa awak media yang diundang untuk meliput perjamuan ini kepada publik.
Meskipun kamera asli hanya ada 3 atau 4 yang tampil secara nyata, tapi, setidaknya ada ratusan kamera tersembunyi di dalam kegelapan. Jika orang berbuat bodoh di perjamuan mewah ini, dipastikan bahwa akan ada berita besar besok paginya.
Jelas Raffan juga mengetahui hal itu, jadi dia hanya bisa mundur sekarang. Tapi matanya sama sekali tidak beralih dari Fannya.
"Sudah sangat lama, apakah kamu sudah melupakanku?"
Harus Fannya akui, Raffan sekarang sangat berbeda jauh daripada ketika dia sekolah SMA dulu. Dia sekarang adalah tuan muda sosial dari kalangan atas yang anggun dan alegan, seluruh tubuh memancarkan pesona kelas atas yang tak tertandingi.
Berbeda dengan di ketika SMA dulu, dimana dia adalah penggertak sekolah yang paling dihindari dan ditakuti orang-orang, dulu dia merupakan salah satu berandal sekolah dengan kekuatan nyata. Karena perbedaan yang jauh terutama temperamennya, Fannya benar-benar tidak sadar mereka adalah orang yang sama.
"Sudah lama, Tuan Raffan, saya tidak mengenal anda pada awalnya. Ini kesalahan saya, saya mohon maaf."
Kata-kata Fannya lembut dan manis, tapi mereka tertata rapi dan tampa celah, jelas telah terlatih dengan baik. Raffan tersenyum ringan, dia merapikan manset bajunya sambil berbicara tampa mengalihkan pandangannya.
"Sudah lama, sepertinya hanya saya yang tidak bisa melupakan nona Fannya."
Dia berhenti dan menarik nafas dalam dalam, mempertanyakan apa yang telah menganggu hatinya selama ini.
"Selama ini, apakah anda masih belum bisa memaafkan saya?"
Meskipun disekitar masih tenang, Fannya tau jika orang-orang telah memperhatikan, bahkan awak media mulai memfoto dan merekam kejadian. Seolah memahami ketakutan dan kecemasan hatinya, Axel maju dan menggenggam tangan Fannya.
Fannya tidak menoleh, karena itu akan menjadi kesalahan, sebaliknya dia hanya menggenggam tangan itu lebih kuat dan menyeretnya lebih dekat.
"Masa lalu adalah masa lalu, Tuan, saya telah memaafkan anda."
"Kemudian mengapa anda tidak ingin bertemu dengan saya?"
Keduanya saling menatap. Fannya tersenyum kecut sebelum berkata.
"Tuan, hati saya hanya bisa memaafkan Tuan, tapi untuk bertemu Tuan, saya masih belum bisa, hari ini adalah kebetulan."
Raffan tidak berkata apapun, tapi matanya perlahan-lahan menjadi gelap, dan tangannya yang mengelus pergelangan tangan sedikit meningkatkan kekuatannya.
"Jika ini bukan kebetulan, maka anda tidak ingin melihat saya?"
Fannya tidak ragu, dia dengan tenang langsung menjawab. "Ya Tuan."
Kemudian dia dengan tenang berlindung kebelakang Axel. Axel juga dengan konsisten memeluk Fannya kedekatnya dan mencium pucuk kepalanya.
"Tidak apa-apa." Dia menghibur dengan suara lembut .
Raffan mengerutkan alisnya, dia menggigit bibirnya dengan keras sebelum menatap mata Axel dengan tajam. Axel tidak terpengaruh, sebaliknya dia bisa mengontrol emosinya dengan baik.
"Tuan Muda Raffan, anda seharusnya sudah dewasa dan sudah bisa menilai situasi, bukan hal baik untuk memulai pertengkaran di tempat umum seperti ini."
Dia tersenyum elegan ketika dia berbisik seperti iblis. "Terutama, anda tidak bisa asal menganggu istri seseorang langsung di depan suaminya."
Kali ini, tingkat kesabaran Raffan mungkin menipis, dia menggigit bibirnya hingga berdarah. Dengan kejam menjilat bibirnya dan terus memperhatikan dia orang yang masih saling berpeluk sebelum berbalik dan pergi dengan hati panas.
Axel juga tidak melakukan apapun lagi. Dia hanya secara ringan mundur dari panggung besar dan menepi ke sisi lain kapal pesiar.
"Apakah kamu tidak apa apa?" Axel akhirnya bertanya dan melepaskan pelukannya.
Dia diam-diam mengelus tangannya, suhu dari pinggang Fannya masih berada di tangannya yang terasa hangat dan nyaman.
"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kaget."
Setelah mengatakan hal tersebut, Fannya menatap bulan dikejauhan, dia merentangkan tangannya keluar dari pagar pembatas sambil mendesah lemah.
"Maaf."
Karena Fannya tidak mengatakan apapun, akhirnya Axel mengambil inisiatif meminta maaf lebih dulu, termasuk penjelasannya.
"Aku pikir kamu sudah menebak orang yang aku incar, tapi ternyata aku salah, maafkan aku."
Dia mendesah, ini salahnya karena tidak mengatakan apapun pada Fannya. Dia kemudian mendekati gadis itu dan melepaskan mantel bulu di sisi bahunya. Kemudian menggunakan mantel itu kepada Fannya.
"Lain kali, aku akan menjelaskan ke kamu dulu sehingga kamu tidak akan terlalu terkejut, maafkan aku."
Fannya menundukkan kepalanya, merapatkan mantel di bahunya dan mengendusnya perlahan. Aroma tubuh Axel seperti bau kayu cendana, walaupun Fannya tidak terlalu suka aroma ini, tapi karena ini adalah aroma Axel, dia menyukainya.
Setalah terkena angin laut malam, suhu di mantel telah memudar dan menyatu dengan suhunya sendiri.
"Baik, kali ini aku akan memaafkannya."
Meskipun hati kecilnya sedikit jengkel, dia masih memberikan pria yang dia cintai kesempatan lainnnya.
"Terimakasih."
Kecupan pelan mendarat di pipi kanan Fannya. Gadis itu dengan malu-malu menyusutkan kepalanya seperti penyu kecil yang malu. Tanpa sadar Axel terkekeh melihatnya.
"Kemudian kamu bisa pergi istirahat, aku masih memilik beberapa urusan penting yang harus aku lakukan. Tidur dengan tepat waktu, bayiku tersayang."
Ini pertama kalinya Axel memanggilnya bayi tersayang. Fannya menjadi sedikit malu dan mengangguk buru-buru, sebelum berbalik dan berlari ke area kamar mereka.
Setelah punggung Fannya menghilang di belokan, Axel terdiam dan menghilangkan semua senyumannya. Dia menatap ombak laut di bawah kapal dengan senyuman dingin.
"Orang berkata jika pertemuan pertama akan memiliki kesan, apa lagi setalah bertahun-tahun tidak bertemu. Setalah sekian lama, bertemu dengan orang yang kamu sukai namun telah menjadi milik orang lain, bagaimana rasanya Raffan? Apakah ini menyakitkan? Sama sepertiku dulu, kamu juga harus merasakannya."
Axel tersenyum lembut, berbisik seolah dia adalah iblis. "Sesuai janjiku, kamu juga akan membayar rasa sakit ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments