mabuk laut?

"Ayah ibu, kami akan pulang sekarang."

Meskipun rumah utama sekarang milik Axel, dia tidak terlalu suka tinggal di kastil ini. Dia memiliki sebuah rumah lantai 2 di pusat kota dan dekat dengan kantor utama, yang telah dia putuskan untuk dia tinggali.

Ayah dan ibunya juga tidak keberatan, kerena mereka juga memiliki rumah mereka sendiri di sisi timur kota, di dekat pegunungan yang asri dan indah. Daripada tinggal di kastil ini, mereka lebih suka tinggal di sana.

Hanya Jonathan yang suka tinggal di kastil ini.

Karena ini rumah utama, seluruh keluarga bisa tinggal jika mereka mau, dan anggaran dana akan diatur oleh kepala keluarga, termasuk para pelayan, makanan dan keperluan lainnya.

Dan untuk semua kemewahan ini, Axel berhak mengusir siapapun dari rumah jika dia merasa dirugikan ataupun tidak senang.

Ketika mobil melaju di hutan kastil, Fannya berbalik dan melihat ke belakang untuk terakhir kalinya. Axel dari tadi sudah memperhatikan mengangkat alisnya.

"Ada apa? Apakah kamu suka tinggal di sana?"

Ketika Axel akhirnya bertanya Fannya menarik pandangannya kembali, dia menggelengkan kepalanya, berkata dengan menyesal.

"Aku hanya sedikit merindukan pohon apel di kebun belakang serta stroberi merah kecil yang lucu."

Rumah yang akan mereka tinggali nanti tidak memiliki pohon apel dan stroberi kecil, itulah yang membuat Fannya sedikit enggan.

Untuk kastil sendiri dia tidak terlalu menyukainya, dia takut jika dia berlama-lama di sana dia akan terbiasa dengan kehidupan mewah dan lupa diri.

Selain itu, rumah besar apa lagi kastil terasa menakutkan terutama di malam hari.

Tadi malam dia tidur sendirian dan mengalami insomnia ringan karena takut tidur sendiri, rasanya seperti ada yang terus-terusan melihatnya yang membuatnya tidak nyaman untuk tidur.

Tapi Axel tidak menyangka dia malah merindukan pohon apel di kebun jadi dia dengan menarik bertanya.

"Pakah kamu suka pohon apel?"

"Tentu saja!"

Fannya sangat bersemangat, menggambarkan impian kecilnya.

"Dulu aku sangat ingin punya rumah pohon kecil di pohon apel, sehingga aku bisa bersantai dan makan apel kapanpun aku mau. Serta sebuah ayunan kecil untuk bermain!"

Dulu di sekolah ada sebuah pohon yang dirubah menjadi rumah pohon, sayangnya rumah pohon itu dikuasai tiran sekolah, jadi dia tidak berani mendekat dan hanya bisa mengagumi dari jauh.

Dia ingin memiliki rumah pohonnya sendiri, tapi jelas tidak mungkin, selain dia tidak memiliki pohonnya, dia juga tidak memiliki biaya untuk membuat rumah pohon.

Dia jelas sadar diri.

Pada akhirnya dia hanya menggelengkan kepalanya sedih. "Sayangnya sekarang aku sudah dewasa, aku tidak terlalu tertarik dengan rumah pohon lagi."

Axel tidak berkomentar, dia memiringkan kelapanya dan menatap ke luar jendela.

Perjalanan kali ini sangat tenang.

Tidak tau berapa lama, mungkin sekitar 2 jam, akhirnya mobil memasuki pekarangan perumahan mewah. Fannya mengangkat matanya menatap dengan tertarik ke arah rumah besar berwarna abu-abu hitam. Sangat sederhana namun terkesan elegan dan mewah.

Mobil berhenti, seorang bibi pelayan menyambut kedatangan mereka, ketika Fannya memasuki rumah itu, hal pertama yang dia pikirkan adalah gaya modern.

Seluruh perabotan lengkap dengan gaya minimalis dan warna yang sangat serasi. Rumah ini tidak terlalu besar ataupun kecil menurut Axel, tapi rumah ini sudah sangat amat besar bagi Fannya.

Melihat gadis itu dengan bersemangat berkeliling rumah dan memeriksa segala hal, Axel tidak keberatan.

Biasanya jika ada seseorang yang berani memeriksa sekeliling atau bahkan melirik. barang-barangnya, dia akan langsung menendang orang itu keluar rumahnya.

Tapi untuk gadis ini dia akan memperbolehkannya.

Kamar utama ada di lantai dua, nuansa masih abu-abu hitam, tapi Fannya sangat menyukainya. Sepertinya dia dan Axel memiliki gaya warna yang sama.

Berbeda dengan gadis lain yang suka warna cerah, Fannya sendiri suka warna yang terkesan nyaman dan dingin, dan warna warna base adalah favoritnya.

"Pergi dan mandi, kemudian turun untuk makan."

Axel melepaskan jasnya sambil memperhatikan jam dinding di ruangan, ini sudah hampir jam makan siang.

Mendadak mata Fannya menyala dengan semangat penuh.

Ini kesempatan.

Dia bisa memasak makan siang untuk Axel, bahkan tanpa memperhatikan tatapan Axel dia bergegas untuk pergi mandi. Dia ingin mandi dengan cepat, kemudian dia membeku.

Dia lupa.

Ketika dia berada di kastil, para pelayan-lah yang membantunya menyiapkan kamar mandi, jadi, sekarang dia menatap dengan bingung ke arah shower serta bak mandi.

Butuh banyak waktu sebelum dia akhirnya bisa mandi dengan baik, namun, ketika dia berlari ke arah dapur, dia mencium aroma makanan.

'Terlambat.' Itulah yang dia pikirkan.

Sepertinya bibi pembantu telah memasak lebih dulu, Fannya memasang wajah sedih ketika berjalan ke arah dapur. Tapi ketika dia melihat siapa yang memasak, dia membeku.

"Axel?" Dia berkata dengan tidak percaya.

Kemudian pria tampan yang sedang memasak itu berbalik. Wajahnya tampan dan berkeringat, matanya tenang dan seluruh tubuh mengeluarkan aura lautan luas, damai dan tenang.

Tapi bukan itu masalahnya!

Ah ah ah!

Axel tidak menggunakan baju atasan dan hanya menggunakan celemek!

Punggung tampan dan kuat itu terekspos langsung ke mata Fannya, bahkan jika dia hanya melihat punggungnya, Fannya bisa merasakan pipinya panas.

Sial damage-nya sangat terasa, dia membutuhkan kacamata hitam untuk menangkalnya dan curi-curi pandang!

Secara refleks Fannya langsung menutupi matanya dan berbalik. "Mengapa kamu tidak menggunakan pakaian?!"

Axel tidak berbicara, dia hanya mendesah sebelum meletakkan makanan di meja.

"Aku pikir kamu akan lama untuk mandi, jadi aku keluar sebentar untuk memasak. Maaf, ini kebiasaanku untuk tidak menggunakan pakaian ketika memasak."

Fannya berkedip tak percaya, tapi tepat ketika dia berbalik untuk sedikit mengintip, sangat kebetulan Axel sudah melepaskan celemek yang dia pakai.

Ah ah ah!

Rotinya!

Karena terlalu syok Fannya membeku sambil terus memelototi perut Axel, ketika Axel menatapnya dengan bingung barulah Fannya sadar kembali.

"Uhuk! Ka-karena kamu sudah memasak pergilah mandi kemudian makan!"

Fannya yang ketahuan mengintip sedikit malu, dia memalingkan wajahnya menolak untuk menatap Axel.

"Apa yang kamu tunggu pergilah!" Dia bahkan berpura-pura sangat galak.

Axel tak berdaya, jadi dia pergi ke atas untuk mandi dan menggunakan pakaian dengan baik. Berpikir apa salahnya untuk melihat dadanya? Suatu hari dia kan melihat seluruh tubuhnya bukan?

Ketika Axel turun ke bawah kembali, dia melihat Fannya yang duduk dengan santai sambil bermain ponsel.

"Makan."

Lihatlah, kucing kecil, dia bahkan berpura-pura lupa akan apa yang terjadi.

Axel mengangkat alisnya terhibur.

Ketika Axel duduk, Fannya dengan penuh perhatian menyiapkan alat alat makan, beberapa saat, saat mereka makan barulah Axel ingat sesuatu

"Ibu berkata kamu tidak terlalu pandai memasak jika kamu mau, bibi pembantu bisa mengajarimu memasak."

Fannya tidak tau darimana Axel tau hal ini, ibu mertua apakah itu kamu?

Panas pipi Fannya yang baru saja turun mulai kembali, tapi dia tidak menolak, hanya mengangguk seperti ayam mematuk beras. Dia tidak menolak karena dia sadar diri, dia benar-benar buruk dalam memasak.

Dulu, ketika dia berumur 7 tahun, nenek lah yang selalu memasak untuknya ketika dia berumur 11 tahun, dia mulai belajar memasak tapi hanya masakan paling sederhana, ketika remaja dia lebih sering makan di luar untuk lebih mudah.

Fannya mengigit sendoknya, bukannya tidak mau belajar japi memang dia tidak memiliki bahan dan alat, ketika dia melihat orang membuat masakan yang terlihat enak dan cantik, dia juga terkadang berpikir untuk membuatnya. Hanya saja dia tidak memiliki modalnya.

Seolah merasakan kesedihannya, Axel menjangkau ke kursi samping dan menggosok kepalanya.

"Tidak semua orang bisa memasak, sebenarnya ibuku juga tidak bisa memasak."

Axel menggelengkan kepalanya, mengambil daging asam manis kemudian memasukannya ke dalam piring Fannya.

"Adik Perempuanku juga tidak bisa memasak, tapi ayah kami adalah koki terbaik, dia paling pandai memasak di dalam keluarga."

Setelah mengatakan itu, dia kembali mengelus rambut Fannya dengan wajah datar.

Sebenarnya rambut Fannya cukup halus dan enak untuk dielus, tapi Axel menolak mengatakannya.

"Minggu depan akan ada perjamuan bisnis di kapal pesiar. Apakah kamu ingin ikut?"

Fannya yang dari tadi terus dielus rambutnya memiliki wajah memerah, dia dengan hati-hati mengintip Axel yang fokus dengan makanannya.

"Tentu saja!" Kemudian dia menjawab dengan gembira.

Axel memasukkan suapan terakhirnya, dengan anggun mengambil tisu dan membersihkan mulutnya.

"Apakah kamu mabuk laut?"

Dia bertanya dan Fannya menggeleng.

"Tidak."

"Kalau begitu bagus."

Axel tersenyum ringan, menyembunyikan seringainya. Begitu bagus, dia bisa memulai rencananya secepat mungkin.

Terpopuler

Comments

Tina Hasya

Tina Hasya

lanjut thor,,penasaran,,exel cinta pa g ma fanya q blm bisa nebak

2023-03-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!