Dari kecil, Raffan telah mendapatkan semua yang dia mau dengan uang. Tapi ada satu hal yang tidak bisa dia dapatkan dengan uang.
Kebahagiaan.
Sebanyak apapun ayahnya memberikan dia uang, hadiah dan sebagainya, itu tidak mampu membuatnya bahagia.
Kebahagian yang dia inginkan adalah hal yang mudah untuk orang lain, yaitu kebersamaan dan kasih sayang. Dia ingin ayah dan ibunya bisa bersama, memberikan dia cinta dan kelembutan, dari kecil itulah impiannya.
Tapi dia tahu itu hampir tidak mungkin, ibunya tidak disukai, dan ayahnya selalu sibuk dengan urusan bisnis, dia tumbuh tanpa cinta keluarga dan perhatian dari siapapun.
Pada akhirnya dia menjadi anak pemberontak, dari SMP, dia gemar berkelahi dan bertarung, dia bahkan pernah membunuh seseorang dan dia melakukan banyak hal jahat hanya untuk menarik perhatian orang tuanya, tapi gagal.
Terlebih lagi, keberadaannya belum dipublikasikan kepada media, dia tidak bisa membuat obak besar kepada ayahnya.
Selain itu, ayahnya juga merupakan seorang pengusaha yang sangat sukses, dia memiliki kekuatan yang kuat, jadi berita kecil darinya dengan cepat ditekan oleh bawahan ayahnya.
Pada akhirnya, sifat tiran melekat padanya, dia tidak lagi melakukan kejahatan untuk menarik perhatian orang tua, tapi sekarang dia melakukan itu karena sensasi, terutama yang menyangkut adrenalin yang kuat.
Bahkan ketika ibunya dibunuh oleh ayahnya, dia tidak bersedih atau marah. Dia hanya merasa lelah karena waktu itu dia baru saja selesai menyelesaikan ujian kelulusan masa SMP.
Ketika dia memasuki masa SMA, dia mulai menemukan lawan yang kuat, baik bidang pendidikan atau kekuatan. Dia mulai termotivasi untuk melebihi orang itu, sampai dia bosan dan mengalihkan perhatiannya kepada adik orang itu.
Adik orang itu kecil dan manis, memiliki senyum matahari dan selalu cerita seolah-olah tidak ada yang dia pikirkan.
Dia juga sangat dimanjakan, kakaknya sangat perhatian, jika ada waktu orang tuanya akan datang untuk menjemputnya karena dia anak yang manja dan manis. Walaupun temperamennya sedikit buruk dan pemarah.
Mengapa gadis itu mendapatkan semua yang dulu dia inginkan?
Dia selalu bisa mendapatkan semua yang dulu sangat dia inginkan, tidak seperti dia, kemudian sejenis obsesi memuakkan timbul di hatinya. Dia ingin melihat gadis itu hancur seperti dia.
Kemudian di mulai mendekati gadis itu, perlahan-lahan, berteman dan akhirnya menjadikan dia kekasih mainannya.
Suatu hari, gadis itu mengetahui jika dia hanyalah pelampiasan, tapi dia tidak keberatan dan mengusulkan sebuah kontrak. Itu kontrak cinta, gadis itu berkata, jika dia berhasil meluluhkan hatinya, mereka harus bersama, dia setuju begitu saja.
Selain itu, gadis itu juga ingin berlindung dari kakaknya yang jatuh cinta dengan adiknya sendiri, entah bagaimana, sekarang dia ingin melihat lebih banyak reaksi dari kakaknya karena gadis itu.
Dia memasang wajah palsu penuh kasih sayang di depan gadis itu hanya untuk melihatnya memiliki harapan yang tinggi sebelum dijatuhkan, kemudian menangkap hatinya dan jatuhkan lagi.
Berikan dia harapan palsu dan berikan dia kenyataan yang kejam. Setalah bermain terus seperti itu sampai dia bosan, dia tidak puas, kemudian, dia bertemu dengan gadis lain.
Kali ini, hadis itu mirip dengan dia. Dia tidak dicintai di keluarganya. Ayahnya sibuk dan ibunya juga mengabaikan dia, dimana dia hanya peduli pada uang.
Dia akan menangis diam-diam di sudut ruang sepi, menangis tampa suara dan tidak mengeluh, bahkan di tegah rasa sakit, dia masih bisa tersenyum, memamerkan deretan gigi rapinya.
Mengapa?
Mereka memiliki nasib yang hampir sama, tapi mengapa gadis itu masih bisa tersenyum?
Memuakkan, dia ingin merobek penyamaran gadis itu.
Dia kehilangan minat dengan adik dari rivalnya, dan meninggalkannya begitu saja. Dia mulai ingin bermain dengan gadis itu, tapi sayangnya, tidak seperti adik rivalnya, gadis itu lebih tangguh, dia bisa menakan semua emosinya dan mengendalikan dirinya sendiri.
Walaupun dia ketakutan dan gemetaran, dia masih bisa bertahan, sangat menarik.
Tapi gadis itu jatuh cinta dengan rivalnya, sialan.
Kemudian dia berpikir untuk membuat permainan lainnya, dia menjadi pacar dari rivalnya sedangkan hatinya berdetak untuk orang lain.
Meskipun dia berhasil mendekati gadis itu, gadis itu masih menyisakan jarak untuk mereka, terlalu sulit untuk ditaklukan seperti adik dari rivalnya, suatu hari dia sedikit marah dan menculik gadis itu, kemudian berniat menakut nakuti dia dengan banyak pria.
Dia tidak berniat untuk melakukan apapun dengan gadis itu, setelah melihat seluruh tubuhnya, dia kemudian merapikannya dan mengirimnya pulang.
Tapi dia tidak tau siapa yang merekam kejahatan itu dan mengirimkannya ke sosial media, pihak sekolah mengetahui hal itu, gadis itu kehilangan beasiswa, bertepatan dengan kematian ibunya.
Kemudian dia mengetahui bahwa V
vidio itu di sebarkan oleh adik rivalnya, dia sedikit marah dan berkonflik.
Pada akhirnya dia tidak bisa menahan emosinya dan menampar gadis itu, sebelum berbalik dan membanting pintu.
Tidak menyangka jika pintu tertutup ternyata rusak dan ada kendala ventilasi di dalam ruangan, gadis itu hampir mati membeku di dalam ruangan laboratorium.
Kemudian, kedua gadis itu tidak pernah lagi muncul.
Baru saat itu dia menyadari, dia merindukan keduanya.
Entah itu omelan cerewet adik rivalnya, ataupun wajah malu-malu dan baik hati gadis kecilnya.
Suatu ketika, adik rivalnya menamukan dia, berkata bahwa hubungan mereka berakhir, dia tidak marah dan hanya merasa tidak nyaman, dia tidak ingin kehilangan gadis itu, tapi dia tahu ini adalah dosanya.
Tapi hatinya ketakutan ketika gadis yang selalu menatapnya dengan malu-malu berdiri di tepi jurang. Dia menyadari satu hal, dia salah, dia tidak ingin gadis itu menjadi seperti dia, gila dan tak berperasaan.
Dia tidak ingin gadis itu tercemar oleh jahat dan kejamnya dunia. Bahkan ketika kejamnya kehidupan menyiksanya, gadis itu masih bisa tersenyum, dia tidak ingin merusaknya.
Jika bisa, dia tidak ingin gadis itu harus menggunakan topeng bahagia palsu. Tapi terlambat, gadis itu menjatuhkan dirinya ke jurang, menghilang tepat di depan matanya yang membuat dia gila.
Dia kemudian mencari gadis itu, mencari dan terus mencarinya, hingga 5 tahun.
Dia kehilangan harapannya, tapi tidak menyangka jika karma datang padanya saat dia melihat gadis itu lagi. Tidak ada lagi gadis manis yang pemalu, sekarang hanya ada wanita dingin yang terus terusan menatapnya dengan tenang tanpa gelombang emosi.
Ketika dia melihat gadis itu, dia ingin menceritakan semuanya, apa yang dia rasakan, apa yang dia pikirkan hingga semua kejahatan yang telah dia lakukan. Dia ingin mengakui semuanya.
Tapi sepertinya terlambat, gadis itu telah menjadi istri orang lain, dia juga tidak lagi peduli padannya lagi. Lebih buruk, gadis itu sekarang digunakan sebagai alat untuk membalaskan dendam untuknya.
Gadis malang yang manis, dia harus menanggung penderitaan ini hanya karena dosanya.
Raffan mengerang di dalam hati.
Dia mengosongkan pikirannya, berbalik dan pergi dari ruang VIP itu, dia harus menamukan gadis itu, jika tidak dia mungkin...
Raffan tidak berani membayangkan lebih jauh.
Paling buruk, kejadian ini harus sama dengan dia, dimana dia tidak sengaja merusak gagang pintu ruang penelitian yang kebetulan sedang meneliti jenis jamur baru dalam suhu yang rendah, membuat seorang gadis di dalamnya kekurangan oksigen dan hampir mati membaku.
"Dia ada diruang bawah lambung kapal, tepatnya bagian mesin pendingin kapal, jika kamu terlambat datang, dia mungkin akan mati membeku."
Raffan menggetarkan giginya mendengar perkataan Axel dari belangnya. Jelas dia tidak bercanda, dia mempercepat larinya terengah-engah, bahkan ketika tubuhnya sakit, dia tidak peduli.
Axel terdiam untuk sementara waktu, dia mengeluarkan ponselnya, kemudian menelpon seseorang.
"Pergi dan periksa, jangan sampai ada kecelakaan."
Dia menghembuskan nafas kasar dan membanting ponselmu ke samping, tidak peduli apakah itu pecah atau sebagainya, dia kemudian ikut berlari di belakang Raffan.
'Tidak akan terjadi apapun. Dia akan baik-baik saja.' Dia berpikir dengan dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments