Dua minggu kemudian.
Keyla terlihat sangat bahagia, saat ini dia dan keluarga sudah kembali ke rumah setelah menghabiskan waktu hampir dua bulan di rumah sakit.
Meskipun kediaman mereka sangat sederhana, tapi rumah ini adalah tempat paling nyaman bagi Keyla.
Saat ini Keyla tengah menyiapkan makan malam dengan senyum yang tak surut menghias wajahnya.
"Ayah ... Ibu, makan malamnya sudah siap!" pekik Keyla dari dapur dengan suara yang terdengar melengking.
Seasat kemudian, ayah Haris dan ibu Rita sudah hadir di ruang makan. Mereka mengambil posisi duduk masing-masing, dan Keyla dengan cepat melayani kedua orang tuanya.
"Key, ada hal penting yang ingin ayah beri tahu padamu." Perkataan ini keluar dari mulut ayah Haris sesaat setelah mereka selesai menikmati santap malam.
"Hal penting apa, Yah?"
"Kamu pasti tahu, Sayang. Selama ayah di rumah sakit, kita menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Sekarang kita tidak memiliki tabungan lagi, dan ayah juga sudah pensiun," ujar Ayah Haris.
"Maksud, Ayah?"
"Maafkan ayah, Nak. Dengan terpaksa ayah harus menjual rumah ini," ucap ayah Haris dengan nada berat.
Keyla tertengun mendengar ucapan sang ayah, lalu matanya menelusuri setiap sudut ruangan dari tempat ia duduk sekarang. Masih terlihat jelas dalam bayangan Keyla, setiap kenangan yang ia lalui di rumah ini.
Sekarang dia diminta menyiapkan hati untuk berpisah dengan tempat ia tumbuh menjadi seorang gadis dewasa seperti sekarang ini, rasanya sangat berat.
Keyla yang tidak rela rumahnya dijual, segera berdiri dari tempat duduknya.
"Kita bicarakan lain kali saja, Ayah. Key pamit ke kamar, besok ada kuliah pagi."
Keyla masuk ke kamar, lalu menghempaskan tubuh di atas kasur. Hanya membayangkan harus angkat kaki dari rumah ini saja sudah membuatnya sedih, bagaimana jika itu benar-benar menjadi kenyataan?
Pagi-pagi sekali keluarga kecil Keyla sudah berkumpul untuk sarapan pagi.
"Ayah, jika rumah ini harus dijual. Kita mau tinggal di mana?" Kali ini Keyla yang terlebih dulu membuka percakapan.
"Ayah dan ibumu akan pulang ke kampung, Nak. Di sana Ayah bisa berladang, meneruskan kebun peninggalan kakek kamu," jawab Ayah Haris.
"Pulang kampung?" Keyla sangat terkejut, "Bagaimana dengan kuliahnya Key, Ayah? Key nggak mau putus kuliah, sekarang udah semester enam."
"Key, kamu nggak perlu mengkhawatirkan masalah kuliah." Ibu Rita menatap putrinya dengan mata teduh, "Kamu bisa tetap di sini untuk melanjutkan kuliah kamu, sedangkan ibu dan ayah tetap akan pulang ke kampung. Kamu di sini akan tinggal sama Tante Kyara."
"Tante yang waktu itu ngasih biaya pengobatan Ayah?" tanya Keyla memastikan.
Ibu Rita mengangguk. "Kamu jangan khawatir, Kyara itu orang baik. Dia pasti akan menjaga kamu seperti anaknya sendiri. Dulu kami pernah berjanji sewaktu masih gadis, kita akan saling membantu saat ada yang kesusahan, dan sekarang Kyara ingin menepati janji kami dulu, dengan membantu pendidikan kamu."
Keyla menghela napas berat.
"Key tahu tante itu orangnya baik, Bu ... tapi Key nggak mau pisah sama Ayah, sama Ibu," rengek Keyla.
Meskipun dia bukan tipe anak manja, tapi tetap saja Keyla adalah semata wayang. Sejak kecil dia terbiasa mendapat kasih sayang penuh dari ayah dan ibunya.
Mereka belum pernah hidup berjauhan.
"Kamu harus bisa, Key. Ini demi pendidikan kamu. Kamu jangan manja, kamu bisa mengunjungi ayah dan ibu di kampung apabila kamu sedang libur!" ujar ayah Haris dengan tegas.
Jika tidak begini, dia tahu putri semata wayangnya itu pasti akan terus merengek tanpa henti.
Sebenarnya Haris juga sangat berat dengan keputusan ini. Mana ada orang tua yang tidak ingin berada di dekat anak-anaknya, apalagi anaknya itu adalah seorang perempuan yang baru mulai memasuki fase dewasa, anak satu-satunya pula.
Namun, apa mau dikata, dia tidak punya pilihan lain, ekonomi keluarganya memaksa untuk berpisah dengan sang anak.
"Tapi, Ayah ...."
"Tidak ada tapi-tapi, Key. Ayah sudah membuat keputusan, rumah ini akan dijual. Ayah dan ibu akan pulang kampung. Apa pun alasannya, kamu harus tetap di sini untuk melanjutkan pendidikan kamu," ucap ayah Haris dengan sangat tegas.
"Huh!" Keyla membuang napas dengan kasar lalu berdiri dari tempat duduknya.
"Kamu mau ke mana?" tanya ibu Rita, sembari memelototi putrinya.
"Key mau ke kampus, Bu!" rajuk Keyla kecewa.
Keyla merasa tidak ada yang perlu didebat lagi. Toh, semua itu hanya buang-buang energi saja. Keyla tahu betul, ayahnya itu adalah seorang pria yang sangat tegas, jika dia mengatakan A, sampai kapan pun tidak akan pernah berubah menjadi B.
Ibu Rita menggeleng. "Pembicaraan kita belum selesai, mengapa kamu buru-buru ke kampus? Ini juga masih terlalu pagi."
"Apanya yang belum selesai, Bu? Apa Ibu pikir ayah akan merubah pendiriannya?" desah Keyla sembari melangkah mendekati kedua orang tuanya.
Keyla mencium punggung tangan orang tuanya secara bergantian. "Key pamit ya, Ayah, Ibu."
Kedua orang tua Keyla menatap punggung putrinya yang berjalan menjauh, mereka cukup memahami sedihnya perasaan Keyla.
Rita menatap mata teduh milik suaminya. "Apa Ayah tidak terlalu keras sama anak itu?"
"Kita tidak punya pilihan, Bu. Kita harus tegas pada Keyla, dan dia harus bisa menerima keadaan kita sekarang," jawab Haris seraya membuang napas berat.
3- hari kemudian.
Tanpa bisa dicegah, waktu berputar dengan cepat. Kini, rela tidak rela, mau tidak mau, Keyla harus mengikhlaskan orang tuanya untuk pindah ke kampung halaman.
"Nyonya, saya menyampaikan permintaan maaf dari Nyonya Kyara karena beliau tidak bisa datang ke sini. Sekarang ini Nyonya Besar sedang sibuk mengurus keperluan putrinya di luar negri," ujar Riri, asisten pribadi nyonya Kyara.
"Tidak apa-apa, tolong sampaikan salamku pada Kyara, ya," ujar Ibu Rita.
"Tentu, Nyonya, pasti akan saya sampaikan," jawab Riri.
Sementara itu, raut kesedihan memancar jelas di wajah Keyla. Rasanya begitu berat ketika harus merelakan diri untuk hidup berjauhan dengan orang tua yang sangat disayangi.
Setegas apa pun Haris dan Rita menasehati putrinya sebelum berangkat, tetap saja air mata Keyla tumpah dengan begitu derasnya.
Setelah bus yang tumpangi Haris dan Rita berangkat, Riri pun membawa Keyla meninggalkan terminal.
Sepanjang perjalanan menuju kediaman sahabat ibunya itu, Keyla tidak melepaskan pandangannya dari arah jendela.
Dia akan hidup di tempat baru, dengan orang-orang baru. Hal ini tidak pernah terbayangkan oleh Keyla sebelumnya.
Tak lama kemudian mobil yang ditumpangi Keyla berbelok memasuki sebuah gerbang besar yang dihiasi ukiran rumit.
Melewati halaman luas sejauh berpuluh-puluh meter, sebelum akhirnya berhenti di depan mansion yang sangat besar.
Keyla turun dari mobil, dan tertengun menatap bangunan megah berdesain khas eropa yang berdiri angkuh di depannya.
'Ini benar-benar seperti istana!' gumam Keyla, dia mematung saking kagumnya dengan keindahan bangunan raksasa tersebut.
"Mari, Nona," ajak Riri, menyadarkan Keyla dari lamunan.
"I-iya ...."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments