Hari telah beranjak siang, aku terbangun dalam tidurku. Aku melihat Rimba yang masih tertidur pulas di kamar, sedangkan kawannya tengah asik bermain game di ponselnya. Tubuh ku yang masih lelah akibat pendakian ke Gunung Merapi kemarin membuat ku ingin tidur kembali. Tak lama dering ponsel ku berbunyi, sebuah pesan singkat muncul di layar ponselku.
Aku kangen, boleh nanti kita bertemu? . Isi pesannya.
Aku mengiyakan ajakannya untuk bertemu dengannya nanti walaupun badan ku masih lelah. Tak lama aku membuka laptopku untuk menulis beberapa bab di artikelku tentang pendakianku kemarin.
Setelah selesai dengan artikel ku, tak lama Rimba bangun dari tidur panjangnya dan duduk di samping ku.
" Gimana artikel lo, udah selesai ? " ucapnya sembari membakar rokok.
" Udah, barusan gua kelarin " jawabku.
" Trus gimana, mau lanjut jalan kemana lo ? " ucapnya.
" Kayanya besok gua pulang deh, klo lo? ucapku.
" Besok gua mau lanjut ke wonosobo , berarti ini hari terakhir kita bertemu ya ?" ucapnya.
" Iyaa begitulah rim " jawabku.
Setelah membakar dua batang rokok, aku berdiri kemudian berjalan menuju kamar mandi. Setelahnya aku melihat jarum jam yang menunjuk angka empat, tak lama ojek pesananku tiba di depan pintu gerbang. Aku berpamitan pada Rimba dan kawannya kemudian menuju kost Dinda.
Akhirnya aku tiba di depan pintu gerbang kost Dinda, tak lama ia pun keluar dengan pakaian rapi.
" Yok na, kita jalan-jalan " ucapnya.
Walaupun badanku masih lelah, aku mengiyakan kemauannya. Tapi tak mengapa, hari ini hari terakhir ku di Jogja.
Kami berboncengan menyusuri jalan kota, sembari mencari tempat yang cocok untuk berbincang-bincang. Di atas sepeda motor pandanganku tertuju pada sebuah cafe bergaya klasik. Aku teringat dengan kedai kopi milik paman Bara, rasanya telah lama sekali tidak mengunjunginya. Kemudian aku menghentikan sepeda motorku di parkiran dan berjalan masuk kedalam cafe. Di dalam cafe mataku di buat berkedip dengan gaya klasiknya yang membuat nyaman pengunjung, di tambah lagi dengan rak buku besar dengan buku di dalamnya.
" Mau pesen apa mas " ucapnya.
" Kopi Robusta ,kamu pesen apa din? " ucapku menoleh ke Dinda.
" Cappucino aja deh " jawabnya.
Kami duduk berhadapan di kursi kayu yang sangat unik.
" Ndaki kemarin gimana na, lancar kan? " ucapnya.
" Alhamdulillah lacar din, dapet sunrise bagus lagi. " jawabku.
" Mana liat ? " ucapnya.
Seketika pelayan datang membawakan pesanan kami. Kemudian aku menujukan ke Dinda hasil jepretan dari ponsel ku. Terlihat raut wajahnya yang senang ketika melihat foto dari ponselku. Dinda bercerita jika seminggu lagi ia akan pergi mendaki Gunung Kembang dengan beberapa kawan di kampusnya.
" Ada acara kampus atau sekedar liburan aja? " ucapku.
" Cuma liburan aja kok na, boleh ya? " pintanya.
Aku terdiam mendengar rencana Dinda, sebab ia belum pernah mendaki gunung sama sekali. Akan tetapi Dinda merengek memaksaku untuk menyetujuinya.
" Sayang boleh ya? lagian temen ku juga pernah kok ke gunung itu kok " ucapnya.
" Iya " jawab ku lirih.
Dengan berat hati aku pun mengizinkannya mendaki gunung. Seketika wajah Dinda tersenyum bahagia.
" Dinda aku besok pulang " ucapku.
" Yahh, kok cepet sih baliknya " jawabnya lirih.
" Kan kapan-kapan aku bisa kesini lagi " Ucapku menghibur.
Raut wajahnya yang bahagia seketika mendadak diam tak berkata apa-apa. Aku mengerti rasa rindu nya masih teramat, namun aku harus kembali pulang.
" Dinda senyum dong, Iyaa kapan-kapan aku kesini lagi kan deket " Ucapku menghibur.
" Janji ya? " jawabnya.
" Iyaa sayang " Ucapku.
Raut wajah Dinda kembali tersenyum. Seketika aku terkejut dengan kedatangan Rimba bersama kawannya yang masuk melewati pintu cafe .
" Loh na, lagi di sini ternyata " ucap kawan rimba kaget.
" Ehh iyaa ba, Abang ngopi juga ? " ucapku.
" Lah, gua sering kesini, pelayannya pacar gua hahaha " jawabnya tertawa kecil.
" Yaudah bang, yuk gabung sini aja " ucapku..
Aku mempekenalkan Dinda pacarku ke Rimba dan Kawannya. Aku menceritakan pada Dinda tentang Rimba dan kawannya. Dengan cepat mereka saling akrab, kami mengobrol tanpa rasa canggung hingga malam pun tiba. Aku masih tertarik dengan buku-buku yang berjajar rapi di rak besar itu. Langkah ku mendekati rak yang berada tepat di samping ku. Aku memilah buku-buku tersebut, cukup lama hingga satu buku menarik perhatihan ku.
" Mbak buku ini harganya berapa ?" ucapku.
" klo masnya mau bawa aja mas, gapapa kok " jawabnya.
" Serius mbak? " ucapku.
" Iya mas serius " jawabnya.
Setelah mengucap terima kasih, aku kembali duduk akan tetapi tidak ku baca detik itu. Aku hanya tidak ingin merusak suasana dalam obrolan kami.
" Na balik yuk " ucap Dinda.
" Ayuk " Jawabku.
Aku pun berpamitan pada Rimba dan kawannya dan berjalan keluar cafe. Di atas motor aku melihat wajah Dinda yang lelah. Akan tetapi ia menolak untuk pulang ke kost. Aku mengerti tentang ajakannya untuk mengajakku pulang lebih dahulu, ternyata ia ingin waktu lebih bersamaku tanpa ada sedikit gangguan dari siapapun. Bodohnya aku yang tidak peka akan keinginannya.
" Din... " ucapku.
" Iyaa lanaku, kenapa? " jawabnya.
" Perasaan ku gak enak, kamu naik gunung " ucapku.
Dinda hanya terdiam tak berkata apa-apa. Aku masih ragu melepas Dinda mendaki gunung walaupun aku tau ia mendaki dengan kawannya yang sering paham tentang gunung tersebut.
" Maaf ya sayangg aku gak jadi ngizinin kamu " ucapku.
" Tadi kamu ngizinin aku kenapa sekarang nggak? aku gak ngelarang kamu naik gunung, kenapa kamu larang aku naik gunung? " jawabnya.
Kami sempat beradu argumen akan tetapi, aku tetap pada pendirianku melarangnya untuk mendaki gunung. Dinda terdiam tak berkata apa-apa, akhirnya aku memutuskan untuk mengantar Dinda pulang.
Setibanya kami di depan kosnya, aku berpamitan kepadanya untuk pulang. Dinda hanya terdiam dengan raut wajah marah.
Kemudian aku melangkah pergi meninggalkannya. Aku memberi waktu sendiri untuknya dengan meninggalkannya, berharap ia akan mengerti tentang tujuan baikku melarangnya.
Di perjalanan pulang , aku mencoba bertarung dengan logika ku sendiri. Aku merasa gelisah ketika mengizinkannya, seakan-akan terjadi sesuatu yang menimpanya.
Aku tiba di depan rumah kawan Rimba, yang sedang ada Rimba dan kawannya duduk santai sembari menghisap rokok. Aku coba meminta kepada Rimba dan kawannya tentang masalah ku.
" Menurut gua yang pernah mendaki ke sana, track nya jinak, jalur nya jelas tapi waktu itu gua kena badai, maklum gua mendaki di musim hujan. Klo pacar lo mau mendaki ke sana seminggu lagi kayanya aaman na lagian sekarang musim kemarau " Ucap kawan Rimba.
Perasaan hatiku sedikit tenang walaupun masih terasa seperti ada yang ganjal. Aku mencoba tak menghiraukan fikiran burukku dengan ikut bergabung dalam candaan mereka.
Esok paginya sembari menunggu ojek pesananku tiba, aku berpamitan pada Rimba serta kawannya nya yang telah menampung kami disini. Kami juga saling berbagi nomer ponsel sebagai tali silatirahmi. Tak lama ojek pesananku tiba dan kali ini kami harus berpisah.
Di atas sepeda motor aku coba mengabari Dinda melalui pesan singkat kalau akan pulang. Pesanku hanya di baca olehnya.
Dinda, maafin kejadiaan semalam, setelah aku fikir, aku izinin kamu buat mendaki. Isi pesan ku.
Kali ini Dinda langsung menelfonku dengan suara bahagia serta mengucap janji kalo ia akan baik- baik saja saat mendaki. Dinda juga berencana untuk datang ke stasiun akan tetapi ia terlambat ketika bel kereta api yang akan membawa ku pulang telah tiba. Aku bergegas masuk dan mengucap salam, terdengar dari ponsel ku sebuah ucapan kesal dan menyesal darinya yang tak bisa mengantarku ke stasiun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments