Bab 17. Rindu.

Hari telah berganti, seperti biasa aku bangun dengan wajah berseri-seri karna akan bertemu pujaan hati. Saat bertemu dengannya rasa canggung pun menghilang.

" Hai Naya." ucapku.

" Hai Bara. " jawabnya tersenyum.

Aku sedang tak ingin membeli apapun di sana, bertemu dengannya bagiku sudah lebih dari cukup. Tak pernah ada bosan untuk memandangi senyumnya. Ketika Hari perlahan siang aku berpamitan untuk kembali. Sebelum itu aku memberikan puisi yang ku buat untuk nya.

" Jangan di buka sampai malam tiba " ucapku.

Hanya senyum yang ia berikan, yang membuat ku melangkah pulang. Setiba ku di rumah dekat air terjun, ternyata telah ada Jamal dan beberapa preman yang dulu pernah kami hajar. Ia duduk di teras bersama Bang Nusa dan kawan lainnya. Aku pun menghampirinya dan ikut bergabung dengan yang lain. Ucapan maaf menjadi kata pembuka dari yang keluar dari mulut Jamal, ia menyesal atas perbuaatannya. Kami tersenyum dan memaafkannya, setelahnya sebungkus rokok yang masih utuh kita bakar bersama sebagai bentuk persaudaraan.

" Saya tawarkan bapak untuk membuat lahan parkir di dekat sini, karna pengunjung yang semakin ramai. Gimana?" ucap Bang Nusa.

Jamal menerima tawaran dari kami, bergegas ia dan beberapa anak buah nya beranjak dari tempat duduk untuk membuat parkiran. Tak lama kami juga beranjak dari tempat duduk untuk bersiap bekerja seperti biasa.

Ketika hari bergati malam. Saat pagi hingga sore aku di sibukan dengan kerjaan, sedangnkan malamnya aku di sibukan dengan beradu pesan.

Boleh aku ke rumahmu malam ini?. Isi pesanku.

Boleh saja, kalau kamu berani. Jawab isi pesannya.

Aku meminta untuk di kirimkan posisi rumah nya. Ia memberikannya, ku lihat jarak nya tak begitu jauh dari tempat ku berada. Bergegas aku mengambil jaket kulit lu kemudian membawa sepeda motorku menuju rumah Naya. Di perjalanan pandanganku teralihkan oleh penjual mie ayam yang kulewati. Bergegas aku memutar balik sepeda motor dan berhenti di depan warung. Aku memesan beberapa bungkus mie ayam untuk Naya dan keluarganya, sembari menunggu aku duduk di kursi yang telah di sediakan.

" Pak, warung nya klo tutup sampai jam berapa? " ucapku basa-basi.

" Sekitar jam 9 an mas, denger-denger mas nya ini yang pernah berkelahi sama Jamal ya ?" Jawabnya.

" Iyaa, kenapa ya pak? " Ucapku.

" Dulu anak buah Jamal sering kesini, suka makan tapi gak pernah bayar " Jawabnya

" Tapi alhamdulillah sekarang udah insyaf kok pak" Ucapku.

" Klo boleh tau mau kemana mas, kok rapi bajunya " ucapnya.

" Mau ke rumah calon istri pak, doain biar lancar " jawab ku tertawa kecil.

Tak lama ketika pesananku telah jadi, aku kembali membawa sepedaku menuju rumah Naya. Saat di depan rumahnya ia keluar menyambutku sembari membukakan pintu gerbang kecilnya.

" Assalamualaikum " Ucapku.

" Waalaikumsalam mas " Jawabnya tersenyum.

Naya mempersilahkan kami masuk ke ruang tamu. Kemudian aku memberikan beberapa bungkus mie ayam yang ku beli di jalan. Tak lama ibunda Naya keluar menemuiku. Aku menyalaminya sembari tersenyum kemudian meninggalkan ku sendiri di ruang tamu. Seketika Naya membawakan secangkir kopi untuk ku. Suasana menjadi canggung, aku tak mengerti harus ngomong apa hingga tak lama terlintas sebuah topik pada pikiran.

" Mie ayamnya enak nay? " ucapku sembari meminum kopi.

" Enak kok mas, beli dimana mas?" jawabnya.

" Beli di warung pertigaan depan itu dek, Warung nya rame kayanya enak yaudah aku beli " ucapku.

Seketika wajah tersenyum kecil yang membuat ku menjadi penasaran.

" kenapa dek" ucapku.

" gak papa kok mas " jawabnya.

Cukup lama aku berada di sana. Kini obrolan kami tidak terputus lagi karna rasa canggung. Ketika ku lihat jam ternyata malam semakin larut, aku bergegas berpamitan kepada Ibundanya dan Naya. Saat Naya mengantarku di depan pintu gerbang aku sempat menanyakan tentang ayahnya yang tidak kelihatan. Naya hanya tersenyum serta menunjuk ke suatu arah.

" Itu ayahku " ucapnya sembari menunjuk.

Aku menoleh mengikuti tangan yang menunjuk dan betapa terkejut aku ketika melihat ayah Naya pulang dari kerja. Ternyata mie ayam yang ku beli dagangannya adalah ayah Naya. Aku teringat pada ucapan ku terakhir kepadanya yang membuat ku malu .

" om" ucapku lirih.

"Loh, ketemu lagi hahah" Jawabnya tertawa kecil.

" iya om " ucapku menanhan malu.

" Kamu udah ke rumah calon istri? katanya mau kerumahnya hahah " ucapnya.

Aku hanya tersenyum menahan malu ketika di tanya ayahnya Naya. Aku juga melihat Naya yang tersenyum menahan malu ketika mendengar ucapan ayahnya.

" Kok buru-buru amat pulangnya " ucapnya.

" iyaa om, sudah malem " jawabku.

Tak lama aku berpamitan pada ayahnya dan membawa sepeda motorku pulang ke rumah air terjun. Di perjalanan aku teringat ketika Naya tiba-tiba tersenyum gugup ketika aku memberi tau letak mie ayam yang ku beli. Ternyata Naya sudah tau jika aku membeli mie ayam di warung ayahnya.

Ketika tiba di depan rumah dekat air terjun, aku memarkir sepedaku dan kemudian berjalan menuju teras rumah yang disana Bang Nusa sedang duduk asik dengan laptopnya.

" Masih lagi cari referensi bang? " ucapku.

" Iya Bar, eh lu dari mana? " ucapnya.

" Ke rumah Naya bang hahah" Jawabku sembari membakar rokok.

" Serius lo? " jawabnya menatapku.

" Serius bang ngapain gua bohong " ucapku.

Aku pun menceritakan kejadian tersebut hingga membuat Bang Nusa tertawa. Aku juga merasa malu jika mengingatnya, akan tetapi itu sudah menjadi kenangan. Di sela candaan kami seketika Bang Apoy keluar.

" Gua kayanya besok mau ke Surabaya nih, Gua kangen Lia " Ucapnya.

" Ah lu niru-niru Lana aja " ucap Bang Nusa.

"Namanya kangen bang hahah " jawabnya tertawa.

" Nus dari gua kenal sama lo sampe sekarang lo kok masih jomblo aja " ucapnya.

Bang Nusa terdiam ketika mendengar pertanyaan dari Bang Apoy, Kemudian Bang Nusa menjelaskan dulu ia sempat mempunyai kekasih akan tetapi karna ia sering hura-hura ke sana kemari seperti tidak ada masa depan lantas ia ditinggal oleh kekasihnya untuk menikah dengan orang lain, oleh sebab saat ini ia bekerja keras memajukan bisnisnya sekarang. Seketika suasana menjadi hening dan sunyi setelah Bang Nusa menceritakan sedikit tentang hidupnya.

" Dia adalah masa lalu yang memberikan pelajaran yang berharga, tapi gua yakin suatu hari lo bakal menemukan seseorang yang berharga.

Bang Nusa tersenyum sembari menatap kami, kemudian untuk sebuah musik karya Fiersa Besari berjudul April ku putar dari ponsel ku. Kami bernyanyi menghayati bersama-sama. Kini suasanya tidak menjadi hening tetapi rindu. Aku yang rindu Naya, Bang Apoy yang merindukan Lia dan Bang Nusa yang mungkin merindukan masa lalunya. Setelah kami menyanyi akhirnya Bang Apoy masuk ke dalam untuk istirahat tak berselang lama aku pun mengikutinya masuk ke dalam meninggalkan Bang Nusa sendirian di teras luar. Aku mengerti ada kalanya mahluk bernama manusia membutuhkan waktu sendiri untuk berdialog dengan diri sendiri entah berdamai dengan masa lalu atau melampiaskan rasa rindu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!