Bab 7

Walaupun suasana malam yang begitu gelap tanpa adanya sinar mentari yang menyinari penglihatan Arunika, tapi ia masih tetap dapat melihat pemandangan dihadapannya dari atas rooftop. sebagian tempat diberi lampu penerangan jalan dan hanya bermodalkan itulah Arunika dan Virendra bisa menikmati suasana disekitarnya. semilir angin juga cukup kencang menerpa kulit telanjang, membuat Arunika terus mendesis merasakan dinginnya cuaca dari atas sini

"Sejuk, ya?" Arunika mengelus-elus kedua lengannya

Mengenakan baju kaos berlengan pendek dan celana jeans, style Arunika pada malam ini memberikan kesan santai dimata Virendra. Virendra yang mengenakan hoodie, segera ia buka dan memberikannya kepada Arunika. Ia tidak tega melihat perempuan ini menggigil kedinginan

"Pakai ini,"

Arunika menatap pakaian hangat itu, kemudian mendongak menatap wajah Virendra lalu tubuh polosnya yang memperlihatkan otot-otot begitu mencolok. seketika saja Arunika menggelengkan kepalanya, ia menolak.

"Tidak, terima kasih." tolaknya dengan baik-baik, perempuan ini melangkah menuju kursi yang terbuat dari kayu jati. membenamkan bokongnya disana lalu meraih segelas teh hangat yang tersisa setengah lagi. tiada uap panas seperti pertama kali ingin menyesapnya, sudah mendingin akibat cuaca yang begitu sejuk

"Pakailah hoodie mu, Tuan." sambungnya, lalu menenggak teh sampai tak tersisa

"Yasudah kalau begitu, kita kembali ke kamar aja." Virendre menarik tangan Arunika dengan paksa, lantas segelas cangkir teh yang masih dipegang Arunika segera ia taruh di meja

"Nggak! saya mau disini," bantahnya

"Ini balasan kamu nolak pemberian saya! dan pemberian saya kali ini tidak bisa ditolak," tegas Virendra. tanpa banyak berkata lagi dengan wanita keras kepala ini, Virendra langsung merengkuh tubuh mungil Arunika ke dalam dekapannya. menggendongnya ala bridalstyle

"Lepas!" Arunika memberontak, memukul-mukul kulit dada telanjang pria disisinya. seketika wangi maskulin yang berasal dari tubuh itu menyeruak masuk ke dalam indra penciumannya, sedikit membuatnya tenang, namun Arunika tetap terus memberontak mempertahankan pendiriannya

"Diamlah! lagian sudah malam, nanti kau masuk angin, bagaimana? pekerjaanmu sebagai OG harus tetap berjalan, begitu pula setiap malam bersamaku."

Arunika membelalak menatap wajah pria diatasnya, "Kau gila, Tuan! lalu bagaimana dengan suami saya? tidak ada yang menjaganya, membantunya, asal kau tau ya, dia nggak bisa berjalan dan baru saja selesai operasi." oceh Arunika meminta pengertian

Virendra mendengarnya dalam ketenangan, sedikit sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk seringaian. "Itu urusan kalian, mendapatkan uang dua milyar tanpa menggantinya, itu sangat sulit, bukan? titipkan saja dia pada orang tuanya, gampang!" usul Virendra tanpa ada belas kasih sedikit pun

Arunika memejamkan mata sejenak, kemudian menarik napas lalu mengembuskannya dengan kasar. sungguh ia merasa kesal menghadapi pria egois ini, tiada hati sedikit pun ini.

"Buka pintunya!" titah Virendra setibanya ia didepan kamar

"Malas!" bantah Arunika sembari melengos

Virendra memutar kedua bola matanyanya, merasa jengah dengan perempuan ini. "Oke, saya panggil Bibi saja. sekalian biar Bibi tahu kalau kamu--menjadi wanita malamku tanpa ikatan pernikahan. kamu tau kan, pandangan terhadap wanita yang mau menyerahkan tubuhnya tanpa ikatan, itu sangat buruk?"

"Ya ya ya! jangan panggil Bibi, aku saja!" turutnya dengan terpaksa, menekan handle pintu dan mendorongnya dari luar.

Virendra merasa puas, kuasa atas diri wanita ini telah berada ditangannya

***

Pagi-pagi sekali Arunika kembali ke Rumah Sakit, di mana--suaminya, Rama, masih dirawat dengan baik di tempat yang seharusnya. pukul empat subuh ia sudah bersiap-siap meninggalkan kediaman Virendra, dan tepat waktu adzan subuh menjelang, ia telah tiba di tempat Rama.

Ceklek,

Arunika terpaku memandangi tubuh lemah Rama yang tidak berdaya diatas brankar ranjangnya. pria tampan itu tampak masih terlelap dengan begitu pulasnya, hingga belum sadar akan kedatangan sang istri. Arunika menyandarkan punggung nya pada dinding sembari menyedekapkan kedua tangannya di dada, menatap sendu ke arah suaminya.

"Hhh .... aku berdosa besar, Mas." Ia menghela napas panjang, menyesali perbuatannya. namun mau bagaimana lagi, ia sudah terlanjur menuruti persyaratan itu. hanya dua minggu saja, kan, terdengar singkat tapi terasa lama bagi Arunika. jika saja Arunika tinggal disebuah daerah yang kental akan budaya Islam, sudah dipastikan ia akan dihukum rajam oleh masyarakat setempat.

Arunika melanjutkan langkahnya mencapai ranjang tunggal yang ukurannya pas untuk satu pasien saja, ia menggapai tangan suaminya lalu menyatukan jari jemari mereka hingga saling berpagutan. Arunika membenamkan bokong nya diatas kursi, menyandarkan kepalanya pada sisi ranjang disamping dada suaminya.

"Cepat sembuh, ya, Mas, maaf kalau Arun nggak bisa mencari seseorang yang sudah menabrakmu. andai saja dari awal kita memiliki banyak uang, Arun akan membayar orang untuk mencari pecundang itu!" gumamnya geram, memejamkan mata sekilas lalu membukanya kembali. ingatan memori percintaan tadi malam yang begitu panas, kembali merasuki pikirannya.

Mengapa rasanya menyenangkan? batin Arunika

~Bersambung~

Terpopuler

Comments

Pono Pono

Pono Pono

jngn2 yg nabrak suami arunika,bosnya yg cabul itu.

2023-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!