"Tuan mohon maafkan puteriku yang bodoh ini berani bersikap kurang ajar. Mohon tanya, siapakah tuan ini?" tanya Xiao Kai, ayah Xiao Yu seraya menarik tangan puterinya itu.
Bocah tua nakal itu sejenak memandang Xiao Kai, tapi tiba-tiba tangannya bergerak ke depan, jari telunjuk tangan kanannya menotok ke arah jalan darah di dada Xiao Kai.
Gerakan ini biarpun dilakukan sambil duduk, tetapi cepatnya bukan main dan sebelum jari itu menyentuh dada, angin pukulannya sudah menyambar dan Xiao Kai merasakan dadanya yang sangat dingin sekali.
Sebagai putera seorang pendekar, tentu saja Xiao Kai mempunyai kemampuan silat yang cukup tinggi. Karena itulah totokan yang mematikan ini dapat ditangkisnya, dengan cepat menekuk tubuh ke belakang tanpa merobah kedudukan kedua kakinya.
Kalau pun meloncat ia takkan dapat menghindarkan totokan itu. Dengan menggerakkan tubuh melengkung ke belakang, barulah ia dapat menghindar dari bahaya.
Setelah tubuh bagian atasnya terhindar dari serangan, barulah kedua kakinya menekan lantai dan tubuhnva terlempar ke belakang. Dia berjungkir balik membuat salto dua kali dan kakinya menginjak lantai lagi dengan ringan.
"Ha...ha....ha....!" tawa pengemis tua itu di setiap gerakannya.
"Kau ini mempunyai kepandaian kalau tidak ditinggalkan kepada anak cucu atau murid, untuk apa kau bawa pergi ke lubang kubur ! Kau terkenal sebagai Dewa Pedang Naga, tapi kenapa puteramu hanya begini saja kepandaiannya? sungguh memalukan amat memalukan!" seru Kwe Cheng dengan menggelengkan kepalanya.
Sementara itu Xiao Kai marah bukan main mendengar ejekan itu, tapi dia maklum bahwa bocah tua nakal ini mengejek bukan untuk menyombong.
Hal itu terbukti dari baju bagian dadanya, robek sebesar ujung jari. Jelas bahwa bocah tua nakal itu hanya mengujinya.
Kesabaran Xiao Kai telah habis, darahnya juga bisa mendidih dan memberi tanda dengan matanya pada adiknya Xiao Fang untuk mengusir bocah tua nakal itu.
Xiao Fang adalah adik satu-satunya Xiao Kai itu pun maju dan saat ini berhadapan langsung dengan Kwe Cheng.
"Tuan, lebih baik anda pergi dari sini. Kami sedang berduka, jadi jangan ganggu kami!" seru Xiao Fang dengan lantang.
"Ha ....ha....ha....! aku mau kemanapun itu terserah kaki ini melangkah! aku tak suka diatur-atur!" seru Kwe Cheng itu dengan tertawa lebar.
"Kurang ajar, dia tak bisa dikasih hati!" gumam Xiao Fang dengan menggerutu.
"Ada apa?"
"Apa yang terjadi?"
Para tetangga yang berdatangan untuk melayat, dengan terpaksa melihat pula kejadian itu. Mereka menjadi gelisah dan saling berbisik-bisik antara satu dengan yang lainnya.
"Kakek!" seru Xiao Yu yang tiba-tiba melangkah maju dan berhadapan dengan si bocah tua nakal itu..
"Kau berani menghina ayahku,orang gagah macam apa kau ini! Setelah kakekku tak ada, baru kau berani bikin ribut. Kalau kakekku masih hidup, tentunya sekali bergerak kau akan roboh!" seru Xiao Yu yang geram dengan wajah imutnya.
Kwe Cheng sejenak memandang ke arah gadis kecil itu dengan terkagum, lalu dia kembali tertawa.
"Ha-ha ha, bocah ingusan! ternyata kamu mewarisi keberanian kakekmu, sayang kau ini perempuan!" seru Kwe Cheng dengan terkekeh.
"Lagi pula Xiao Chen mana mau bertanding denganku Si Bocah tua Nakal! ha-ha-ha....!" lanjut Kwe Cheng itu yang terus tertawa.
"A...apa bocah tua nakal?" tanya Xiao Kai dan Xiao Fang yang hampir bersamaan. Keduanya sangat terkejut, karena sejak kecil dia sering mendengar nama itu yang selalu keluar dari mulut ayah mereka sebagai sahabatnya.
"Tokk...tokk...tokk....!"
Pada saat itu terdengar suara ketukan yang lumayan keras. Ketukan berirama yang datang dari luar pekarangan. Keras sekali ketukan itu seperti ketukan sebuah martil besar pada besi landasan.
Dan semua orang menengok keluar dan tampak-lah seorang Biksu yang bertubuh pendek gemuk, perutnya bulat seperti gentong, kepalanya yang bundar itu gundul kelimis.
Tubuh atasnya telanjang dan tubuh bagian bawahnya dililit dengan kain putih serta kain yang dislempangkan di bahu kanannya.
Biksu itu memegang sebatang tongkat dan suara ketukan nyaring itu adalah suara tongkat yang memukul tanah berbatu. Begitu masuk pekarangan Biksu itu menggerutu tetapi suaranya nyaring dan parau.
"Mengapa ada suara gelak tawa, mengapa orang dapat bergembira sedangkan dunia ini selalu terbakar. Kenapa kau tidak cari pelita, wahai engkau yang berselubung kegelapan?" ucap biksu itu. Yang terdapat sebuah ayat dari kitab suci "Dhamma Pada" kitab Agama Buddha.
"Ha...ha....ha....! Biksu Gila, kalau semua manusia ini pemurung seperti engkau, matahari dan bulan akan menjadi gelap sinarnya! Ha ..ha....ha..!" seru Kwe Cheng dengan nada mengejek.
Kembali Xiao Kai dan adiknya Xiao Fang terkejut memandang Biksu gundul itu. Nama julukan Biksu Gila itu sudah lama mereka dengar dan baru kali ini melihat orangnya.
Menurut penuturan mendiang ayahnya. Biksu ini bernama Ji Sun , seorang biksu yang mengembara untuk menyebarkan ajarannya dan juga berilmu yang sangat tinggi.
Dahulu kala sebelum menjadi biksu, Ji Sun sering mabuk-mabukan dan juga sering berkunjung ke rumah Borddil. Karena masa lalunyalah maka dunia persilatan memberi julukan Biksu Gila,
Biksu Ji menatap raut wajah Kwe Cheng, kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Amitabha....! Sahabat Kwe, sejak dahulu masih juga belum mendapatkan jaIan terang!" ucap Biksu Ji seraya menggelengkan kepalanya secara pelan-pelan.
"Haa...ha...ha...!" si bocah tua nakal itu hanya menjawab dengan tawanya.
Kemudian Biksu Ji melangkahkan kakinya menghampiri meja sernbahyang dan menjura dengan hormat ke arah peti mati.
Xiao Kai dan adiknya Xiao Fang kemudian membalas dengan salam hormat pada Biksu Ji.
'"Sahabat Xiao, sungguh menyedihkan sekali orang gagah dan baik seperti kamu meninggalkan dunia. Padahal masih banyak yang membutuhkanmu. Terlalu banyak orang jahat di dunia ini sampai penuh dan berjejalan. Betapa sulitnya mencari orang baik seperti-mu. Dunia amat kehilangan dengan ketiadaanmu. Semoga kamu tenang dialam sana. Amitabha!" ucap Biksu Ji dengan penuh khidmad.
Mendengar ucapan Biksu Ji, Xiao Yu kembali menangis meraung sambil memeluk peti mati kakeknya.
"Kakek ! Kenapa meninggal sebelum aku kuat menggantikan kakek di dunia persilatan, menjadi orang yang berguna?" racau Xiao Yu yang tentu saja menarik perhatian Biksu Ji.
Biksu Ji menatap gadis cilik dihadapannya itu, dan kedua matanya bersinar. Dia terkagum memandang Xiao Yu.
"Nona kecil, benarkah kamu ini cucu dari sahabat Xiao?" tanya Biksu Ji yang penasaran.
Xiao Yu tak menjawabnya, dan dia terus menangis sejadi-jadinya. Sementara itu Xiao Kai memberi jawabannya.
"Betul dugaan Biksu Ji, Xiao Yu ini adalah cucu yang bungsu dari ayah. Dan dia adalah puteri saya." ucap Xiao Kai dengan sikap hormatnya.
Biksu Ji menganggukan kepalanya, dan terus memperhatikan Xiao Yu.
"Xiao Yu adalah anak yang baik, kecil-kecil sudah mengenal berbakti pada orang yang lebih tua." ucap biksu Ji dengan lirih namun masih bisa didengarkan yang lainnya,
"Anak baik? iya anak baik yang suka menangis,sama dengan kakeknya, sama-sama tukang mengeluh dan menangis, menjemukan sekali!" seru Bocah tua nakal itu dengan senyum sinis.
"Di dunia ini mana ada orang jahat. Semua orang baik, hanya karena bodoh maka menyeleweng dari kebenaran. Orang yang bodoh itu segeralah bertobat, dan orang yang baik pertahankan lah kebaikannya." ucap Biksu Ji dengan tangan kanannya di dekatkan didadanya.
Semuanya menyimak apa yang dikatakan Biksu yang mendapat julukan Biksu Gila itu.
...~NR~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Julianso
Semangat
2023-04-29
2