Rindou mengejar sosok berjubah yang berjalan lurus melewati sekumpulan manusia yang sibuk dengan pekerjaan sehari-harinya. Ia mengulurkan tangan kanannya untuk meraih sosok tersebut, menggapai pundaknya dan sosok tersebut berhenti seketika dan perlahan-lahan menoleh ke belakang.
Ketika pandangan mereka berdua saling bertemu, Rindou merasakan tekanan hebat dalam sorot matanya yang tajam. Bahkan, ia tidak bisa bernapas dengan benar apalagi sel-sel miliknya berteriak agar Rindou menjauhi sosok tersebut.
“Apakah kau ada keperluan denganku?”
Tanya sosok tersebut, wajahnya semakin terlihat jelas meskipun tertutup kerudung jubahnya. Ia merupakan seorang perempuan yang memiliki dua tanduk, namun yang satunya lagi patah.
“Ma-maafkan aku, aku pikir kau sahabatku yang ada di kota ini. Maafkan aku.”
Ucap Rindou seraya mencari alasan agar ia dapat pergi dari tempat ini sesegera mungkin. Jika tidak, kemungkinan kepalanya dapat melayang kapan saja jika berurusan dengan perempuan yang ada di hadapannya.
“Rindou! Tu-tunggu! Kenapa kau terburu-buru!?”
Seru Liese, Rindou lupa bahwa Liese mengejarnya dan ia menoleh ke belakang perlahan-lahan lalu menelan ludahnya yang ia tahan. Rindou meminta maaf sekali lagi lalu berbalik badan, ia segera pergi dari tempat ini dan menarik lengan Liese agar ia tidak terpisah dengannya.
Mereka berdua pergi ke tempat lain agak jauh dari jalanan yang tadi, akhirnya mereka berdua sampai di depan sebuah toko peralatan. Setelah itu, Rindou menghela napas kemudian melepaskan tangannya yang menarik lengan Liese.
“Ada apa Rindou?”
Tanya Liese yang melihat Rindou menghampiri sebuah kotak kayu dan ia duduki. Rindou melirik ke arahnya, namun pertanyaan yang ia lontarkan diabaikan olehnya.
Salah satu hal yang dibenci oleh Liese adalah dia diabaikan, karena itu dia cukup jengkel dengan tingkah Rindou saat ini. Ketika ia menghampirinya lalu berdiri di depan Rindou, mencoba mengatakan sesuatu namun baru kali ini ia melihat sesuatu yang tidak terduga.
Rindou yang biasanya kalem dan dapat menangani masalah dengan santai, kini tubuhnya sedikit gemetar dengan kedua tangan yang saling menggenggam. Ia tidak menyadarinya, kemungkinan sosok Rindou yang dikejarnya tadi sangatlah berbahaya.
Liese duduk di samping Rindou kemudian menyandarkan tubuhnya di samping kiri Rindou. Meskipun tinggi mereka hampir sama, Liese mencoba yang terbaik untuk meredam ketakutan dari Rindou.
“Apa yang kau lakukan Liese? Mau kutendang?”
Tanya Rindou seraya melihat ke depan, Liese menghela napas dan mengedipkan matanya beberapa kali.
“Kejam sekali, padahal aku mencoba berjuang untukmu dengan caraku sendiri. Orang yang ingin tadi kau temui, kau mengenalnya?”
“Tidak, lebih baik menjauhinya. Aku tidak ingin kepalaku melayang dengan cepat, tekanan yang ia keluarkan sama seperti kekuatan sihir yang pernah aku rasakan. Namun lebih besar dan lebih kuat, ini akan menjadi lebih buruk lagi.”
“Tidak biasanya kau seperti ini, kupikir kau tidak pernah takut.”
“Aku ini masih manusia, bodoh.”
Setelah mengatakannya, Rindou berdiri sehingga Liese yang bersandar di sampingnya kehilangan keseimbangan lalu jatuh dengan kepala membentur kotak. Ia mencoba menahan sakit tersebut seraya memegangi kepalanya yang terbentur, tahu-tahu Rindou telah pergi meninggalkannya.
Liese segera mengejar Rindou, ia berjalan di samping kanannya lalu menanyakan tujuan Rindou selanjutnya. Rindou memikirkan matang-matang pertanyaan dari Liese, dia menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaannya.
“Sepertinya kita harus pergi ke dungeon.”
“Eh?”
* * * * *
Sore hari, Rindou telah membeli kebutuhannya untuk masuk ke dungeon. Dia membeli dua tas ransel yang di dalamnya terdapat potion, tanaman obat, peralatan, senjata, gulungan sihir. Perlengkapan itu sudah cukup dan mereka berdua berniat untuk pergi besok pagi, lagipula ia pun harus menyiapkan mental untuk memasuki sarang di mana monster tinggal dan menetap dari berbagai jenis.
Lagipula mereka berdua tidak terdaftar di guild, maka akan percuma saja jika pergi ke guild dan membentuk kelompok untuk memasuki dungeon. Namun, di jalan menuju penginapan mereka berdua terdapat kelompok party yang sebelumnya pernah berurusan dengan Goblin dan Rindou yang membantu mereka.
Mereka langsung menghampiri Rindou yang membawa dua tas ransel kiri dan kanan. Ia merasakan firasat bahwa apa yang akan dihadapinya saat ini akan sangat merepotkan.
“Mau ke mana bawa ransel seberat itu?”
Tanya salah satu party tersebut yang sebelumnya menggunakan pedang sebagai senjatanya. Rindou menghela napas sebentar, ia pun mengabaikan mereka dan segera pergi menuju penginapan diikuti oleh Liese.
Liese meminta maaf kepada mereka karena tingkah Rindou yang begitu dingin.
Sesampainya di penginapan, Rindou memberikan satu ransel yang ia bawa kepada Liese dan di dalamnya berisikan perlengkapan serta kebutuhan lainnya. Liese menerimanya lalu mereka berdua memasuki ruangan mereka masing-masing.
Rindou langsung mengeluarkan berbagai barang dari dalam tasnya, membariskan peralatan dan senjata di atas meja. Senjata yang ia bawa merupakan pedang dan kampak, perlengkapan yang dipersiapkan adalah pelindung tangan, pelindung bahu serta beberapa sabuk untuk menempelkan beberapa barang kecil sekaligus, syal hitam sebagai masker dan pelindung dari panas dan berbagai keadaan lainnya.
Setelah itu, Rindou bercermin pada sebuah cermin yang menempel di dinding. Mengambil keputusan untuk merubah penampilannya, ia mencukur rambutnya yang panjang menjadi gaya rambutnya ketika masa-masa sekolah.
Usianya saat ini adalah sembilan belas tahun, pada fase ini emosi yang dimiliki anak seumurannya pasti kebingungan mencari kerja. Ketika di dunia lamanya, Rindou hanyalah pemuda yang setiap hari berlatih dan kerjaannya hanya melakukan pekerjaan berat, maka dari itu tubuhnya terlatih secara bertahap.
“Mungkin segini cukup, lebih baik mandi dulu.”
Di ruangan Liese saat ini, ia mencoba mengenakan perlengkapan yang sudah dipikirkan oleh Rindou. Pelindung bagi kedua tangannya serta sarung tangan lapis anti pedang yang dapat menangani sayatan. Sisanya perlengkapan pelindung dan sebuah jas hitam yang dapat menyembunyikan beberapa senjata seperti belati.
Liese mulai berpikir bahwa Rindou terlalu berlebih-lebihan, namun ia juga mengerti bahwa dirinya tidak ingin menjadi beban bagi Rindou maka dia harus berjuang lebih keras lagi untuk dapat membantu Rindou di sampingnya.
“Dungeon ya ... ”
* * * * *
Malam harinya ...
Liese yang baru saja turun akan panggilan dari pemilik penginapan untuk segera mengambil bagian makan malam mereka berdua. Dia membawa nampan yang di atasnya satu set makan malam bagi Rindou, karena itulah dia kembali ke lantai atas serta membawa makan malam Rindou.
Di depan pintu kamar Rindou, ia mengetuk pintunya beberapa kali dan Rindou mempersilahkan Liese untuk masuk. Ketika dia membukanya, hawa panas yang ada di ruangan Rindou langsung keluar dan kulitnya yang terpapar panas cukup terkejut.
Malam hari seperti ini biasanya akan dingin, namun Rindou sedari tadi hanya berlatih di ruangannya yang tertutup hingga hawa panas mengendap di ruangannya. Tubuhnya diselimuti keringat yang tiada habisnya, tubuh bagian atasnya sudah terbentuk dengan jelas dan membuat Liese terkagum akan tubuh yang dimiliki oleh Rindou.
“Sejak kapan kau berlatih?”
“Dua jam yang lalu. Kebetulan aku sedang lapar.”
Rindou langsung menghampiri Liese, bau keringatnya tercium aroma tidak sedap dan membuat Liese menahan napasnya cukup lama. Rindou mengambil nampan yang di atasnya merupakan makan malam miliknya, dia duduk di atas lantai untuk menikmati hidangannya.
“Ngomong-ngomong mana bagianmu?”
“Tenang saja, aku kebagian. Ngomong-ngomong Rindou, kenapa kau memutuskan untuk pergi ke dungeon?”
“Liese, dungeon di Citadel Kota Yuvin ini baru berapa lantai ditaklukkan?”
Tanya balik Rindou kepada Liese, ia pun langsung memikirkan pertanyaannya dan Liese mengingat informasi di Guild sebelumnya.
“Jika tidak salah baru lantai delapan, lantai sembilan dan seterusnya masih belum ditelurusi karena cukup membahayakan. Jangan-jangan kau ... ”
“Ya, tujuanku adalah lantai sembilan yang belum terjamah. Akan ada banyak peralatan sihir dan beberapa monster yang dapat kuambil kekuatannya. Bukankah itu seperti melewati dua gunung dengan satu kali mendayung?”
“Aku tidak tahu bahwa kau ini pintar atau bodoh, tetapi baiklah ... aku akan membantumu dari belakang.”
“Ya, terima kasih Liese.”
Balas Rindou, Liese memperingatkan Rindou untuk mandi terlebih dahulu sebelum tidur. Penciuman Rindou sejak dulu tidak terlalu bagus, namun sejak dia berada di dunia ini penciumannya perlahan-lahan menjadi lebih baik karena efek dari kemampuan Companion.
“Apakah aku sebau itu?”
Pikir Rindou, dia teringat dengan kata ‘bau’ yang merujuk pada sosok perempuan bertanduk yang sebelumnya membuat dirinya penasaran. Kekuatan, tekanan, aura, serta reaksi mana yang dikeluarkan oleh perempuan itu membuat Rindou teringat akan sesuatu.
Di dunia ini hal yang mustahil bisa terjadi, Rindou tahu itu dan ia mulai menganggap perempuan yang sebelumnya ia temui adalah monster yang berwujud manusia. Yah, Rindou juga bisa dikatakan monster karena kekuatannya yang diperoleh dari pemanggilan Raja Iblis berupa Companion.
Ia tidak bisa bergantung terus menerus pada kekuatannya yang belum stabil, karena itulah dia membeli banyak peralatan untuk memasuki dungeon karena bentuk Werewolf miliknya akan cukup merepotkan jika diketahui oleh orang lain.
“Asin ... ”
To be continue ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments